Proses pembagian waris di Indonesia diatur dalam hukum perdata, hukum islam, dan hukum adat. Para ahli waris dapat menyepakati bersama jenis hukum apa yang akan digunakan dalam pembagian waris. Hukum perdata mengatur tentang pembagian waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal 832 KUHPerdata menyatakan bahwa yang berhak menjadi ahli waris menurut undang-undang adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup lebih lama. Lantas bagaimana pengaturan hak waris untuk anak tiri? Simak lebih lanjut ulasan di bawah ini untuk mengetahui tentang hak waris untuk anak tiri.
Baca juga: Pajak Ahli Waris yang Wajib Diketahui
Pengertian anak tiri dalam konteks hukum waris
Pengertian dari anak tiri adalah anak yang didapat dari suami atau istri yang bukan anak kandungnya. Anak tiri berarti anak bawaan suami atau anak bawaan istri yang bukan hasil dari perkawinan dengan istri atau suami yang sekarang menjadi pasangannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan istri atau suami yang sekarang.
Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain. Seseorang yang meninggal dunia ini disebut sebagai pewaris. Sementara itu, seseorang yang menerima harta kekayaan dari pewaris setelah meninggal disebut sebagai ahli waris.
Anak tiri dalam konteks hukum waris merujuk pada anak yang berasal dari pasangan suami atau istri seseorang yang menikah dengan orang tua kandungnya sebelumnya, tetapi tidak memiliki hubungan darah langsung dengan orang tua tiri tersebut. Secara sederhana, anak tiri adalah anak yang terhubung dengan orang tua tiri melalui ikatan pernikahan, bukan melalui keturunan biologis.
Baca juga: Persetujuan Orang Tua dalam Pernikahan: Pentingkah dan Bagaimana Menghadapinya?
Aturan hukum tentang hak waris untuk anak tiri di Indonesia
Aturan hukum hak waris untuk anak tiri di Indonesia tidak diatur secara eksplisit. Namun, dapat dilihat dari Pasal 852 KUHPerdata yang berbunyi:
Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Dari pasal ini, bisa dilihat bahwa anak, walaupun dilahirkan dari berbagai perkawinan, tetap mewaris asalkan ia ada hubungan darah dengan pewarisnya. Namun, bagaimana jika yang meninggal adalah orang tua tiri? Apakah anak tiri bisa mendapatkan hak waris?
Jika seorang orang tua ingin memberikan hak warisnya kepada anak tirinya, maka ia harus mendatangi notaris untuk dibuatkan akta hibah wasiat yang isinya menghibah wasiatkan harta tertentu kepada anak tirinya sebelum ia meninggal dunia.
Baca juga: Kewajiban Nafkah dalam Hukum Keluarga: Hak, Tanggung Jawab, dan Aturan Hukumnya
Perbedaan hak waris anak tiri berdasarkan agama
Aturan hukum waris berdasarkan agama islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Pasal 174 ayat (1) KHI, ahli waris terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
- Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda.
Berdasarkan isi dari pasal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa anak tiri bukanlah bagian dari ahli waris karena tidak memiliki hubungan darah dengan pewaris. Namun, anak tiri tetap bisa mendapatkan warisan sepanjang pewaris memberikan wasiat kepada anak tirinya saat pewaris masih hidup. Wasiat ini disebut sebagai wasiat wajibah.
Dalam Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 (Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 3-5 Mei 2012), menyatakan bahwa anak tiri yang dipelihara sejak kecil bukan sebagai ahli waris, tetapi dapat diberi bagian dari harta warisan berdasarkan wasiat wajibah. Wasiat wajibah adalah surat wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang meninggal dunia, karena adanya suatu halangan.
Baca juga: Mau Warisan Bebas Pajak? Yuk Konsultasi dengan Perqara!
Cara anak tiri bisa mendapatkan hak waris
Secara umum, anak tiri tidak secara otomatis memiliki hak waris dari orang tua tirinya karena tidak ada hubungan langsung. Namun, ada beberapa cara agar anak tiri dapat memperoleh hak waris:
- Wasiat, orang tua tiri dapat memberikan wasiat kepada anak tirinya untuk menerima bagian tertentu dari harta warisan.
- Hibah, orang tua tiri dapat memberikan harta kepada anak tiri melalui hibah. Hibah adalah pemberian semasa hidup.
- Persetujuan ahli waris lain, Jika orang tua tiri meninggal dunia tanpa meninggalkan wasiat atau hibah, anak tiri masih bisa mendapatkan bagian dari warisan melalui persetujuan para ahli waris yang sah (anak kandung, pasangan sah, dan saudara kandung).
Baca juga: Cara Membuat Surat Ahli Waris yang Sah
Tantangan dalam hak waris anak tiri
Tantangan dalam hak waris anak tiri bisa menjadi isu yang cukup kompleks. Hal ini juga tergantung dengan sistem hukum yang dipakai. Berikut beberapa tantangan dalam memperoleh hak waris bagi anak tiri:
- Status hukum anak tiri, dalam hukum perdata Indonesia, hak waris anak tiri sangat terbatas karena tidak memiliki hubungan darah dengan orang tua tiri selaku pewaris. Jika pewaris tidak membuat surat wasiat yang jelas sebelum meninggal, anak tiri tidak memiliki hak untuk mewarisi harta warisan.
- Perselisihan dengan ahli waris lainnya, hal ini dapat terjadi bila ahli waris lainnya (misalnya, anak kandung) merasa pembagian warisan tidak adil. Perebutan hak waris dengan anak kandung juga dapat terjadi jika ada ketidakjelasan dalam wasiat. Anak tiri dapat terjebak dalam sengketa warisan yang melibatkan anak kandung, yang biasanya lebih diprioritaskan oleh hukum.
- Kurangnya pengetahuan tentang hukum, banyak anak tiri yang belum memahami hak-hak mereka dalam perihal warisan. Hal ini menyebabkan hilangnya hak mereka dan terhambatnya proses klaim warisan. Keterbatasan akses bantuan hukum di beberapa daerah juga membuat para anak tiri tidak tahu cara mengajukan klaim waris jika mereka merasa haknya terabaikan.
Baca juga: 3 Cara Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Indonesia
Solusi untuk memastikan hak anak tiri terpenuhi
Untuk memastikan hak anak tiri terpenuhi, berikut beberapa solusi yang dapat Sobat Perqara lakukan untuk memastikan hak anak tiri terpenuhi:
- Buat wasiat secara resmi, orang tua tiri dapat membuat wasiat tertulis di hadapan notaris yang menyatakan bahwa sebagian hartanya akan diberikan kepada anak tiri. Dalam wasiat, hak anak tiri dibatasi maksimal ⅓ dari harta peninggalan.
- Hibah semasa hidup, orang tua tiri dapat memberikan hibah kepada anak tiri selama masih hidup. Hibah bersifat lebih fleksibel jika dibandingkan dengan wasiat, karena hibah dapat dilakukan kapan saja, tanpa batasan persentase.
Dalam pembuatan surat wasiat dan hibah, pastikan tercatat pada Kantor Notaris agar terjamin legalitasnya guna menghindari sengketa di kemudian hari.
Baca juga: Cara Mewariskan Saham Warisan dengan Mudah
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 5.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait hak waris anak tiri, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Begini Cara Pemecahan Sertifikat Tanah Warisan
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
- Kompilasi Hukum Islam.
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012.
Referensi
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
- Ria, Wati Rahmi. Hukum Waris Berdasarkan Sistem Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam. Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2018. http://repository.lppm.unila.ac.id/9157/1/4.%20BUKU%20HUKUM%20WARIS%20FIX.pdf