Pembagian warisan dalam keluarga kerap menjadi permasalahan. Hal ini mungkin karena beragamnya cara pembagian harta warisan di Indonesia yang didasarkan oleh hukum, adat, dan agama. Akan selalu ada pihak yang merasa bahwa pembagian warisan tidaklah adil. Jika pembagian harta warisan dalam pernikahan monogami sering menjadi masalah, bagaimana cara pembagian harta warisan pernikahan poligami?

Dasar Hukum Pernikahan Poligami

Perlu diingat bahwa pernikahan poligami di Indonesia bukanlah hal yang asing. Hal ini dikarenakan praktik pernikahan poligami diatur dan diizinkan oleh agama Islam. Dasar hukum pernikahan poligami dapat ditemukan pada Al-Quran Surat An-Nisa ayat (3) dan Pasal 55 KHI, yang secara berturut-turut berbunyi:

Al-Quran Surat An-Nisa ayat (3)

Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Pasal 55 ayat (1) KHI

Beristri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri.

Cara Pembagian Harta Warisan Secara Hukum

Secara hukum, harta warisan baru bisa dipindatangankan kepada ahli waris ketika pewaris telah meninggal dunia. Adapun warisan yang ditinggalkan tersebut dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Contoh warisan benda berwujud adalah seperti rumah, tanah, mobil, dan perhiasan, sedangkan warisan tidak berwujud ialah hutang piutang.

Pewarisan berdasarkan ketentuan undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 832 KUHPerdata mengatur bahwa kedudukan hak ahli waris dilihat melalui hubungan darah yang dimiliki antara pewaris dan ahli waris. Hubungan ini kemudian dituangkan dalam 4 golongan yang berbeda. 

Pewarisan pada mulanya akan ditujukan bagi golongan pertama untuk secara bersama-sama mewarisi warisan, namun bilamana tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua dapat hadir sebagai ahli waris, dan begitupun seterusnya. Untuk mengetahui mengenai golongan-golongan ini, baca artikel Perqara mengenai cara pembagian harta warisan menurut hukum Indonesia

Hukum Waris Dalam Pernikahan Poligami

Dikarenakan poligami hanya diberikan legitimasi di Indonesia oleh hukum Islam, begitupun juga pengaturan pewarisannya. Waris dalam hukum Islam sejatinya adalah ketentuan-ketentuan mengenai orang yang berhak digolongkan sebagai ahli waris dan bagian warisan yang dapat diterimanya disebut sebagai faraid atau faridah. Ketentuan pewarisan ini diyakini telah ditentukan Allah secara pasti, sehingga wajib dilaksanakan bagi penganut agama Islam.

Sebagaimana dijelaskan dalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, dalam sebuah perkawinan poligami terdapat pemisahan harta. Pemisahan harta ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa harta yang diperoleh suami dalam ikatan perkawinan dengan istri pertama merupakan harta bersama suami dan istri pertama. Sedangkan, harta yang diperoleh suami selama ikatan perkawinan dengan istri kedua merupakan harta bersama dari suami, istri pertama, dan istri kedua. Berikut adalah cara perhitungannya.

Perhitungan Pembagian Waris Dalam Pernikahan Poligami

ketika suami meninggal dunia dengan meninggalkan banyak istri, maka perhitungan harta warisan adalah sebagai berikut: 

Hak Istri Pertama

Istri Pertama memperoleh ½ harta bersama dengan suami selama perkawinan, dan ⅓ harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan istri pertama juga istri kedua. 

Hak Istri Kedua

Memperoleh ⅓ harta bersama dengan suami, istri pertama, serta istri kedua. 

Dalam perhitungan ini, dianggap ada anak-anak dari kedua istri yang juga memperoleh bagian dalam pewarisan tersebut, sehingga dalam ½ bagian dari istri pertama dan suami akan diberikan kepada anak dari istri pertama, serta pembagian ⅓ bagian dari perkawinan suami dan istri kedua yang dianggap hartanya bersamaan dengan istri pertama dibagikan kepada anak-anak dari istri pertama dan istri kedua. 

Jika Seseorang Memiliki 4 Istri

Bilamana suami melakukan perkawinan sebanyak 4 (empat) kali, maka menurut hukum Islam, antara istri pertama, kedua, ketiga, dan keempat akan memperoleh harta warisan yang sama besar, yaitu sebanyak ¼ harta warisan. Kemudian dengan catatan, ketika keempatnya memiliki satu anak, maka masing-masing mereka akan mendapatkan ⅛ bagian harta warisan. 

Meskipun pembagian harta warisan sudah memiliki ketentuan normatif sebagaimana dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam dan Pedoman Peradilan Agama yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung, permasalahan tetap sering terjadi. Untuk itu, ada baiknya bahwa sebelum seseorang melangsungkan poligami, ia harus melakukan pemisahan harta terlebih dahulu untuk menghindari kesalahpahaman dan sengketa di antara para istri dan anaknya di masa yang akan datang.

Sekalipun demikian, jika pembagian warisan tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, lebih baik di selesaikan melalui Pengadilan Agama agar sesuai dengan hukum Islam yang berlaku. Hukum Islam akan memperjuangkan hak yang adil antara para istri dan anaknya untuk menjamin jumlah warisan yang sepantasnya.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Waris, Perqara telah menangani lebih dari 200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapanpun dan dimanapun.

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Baca juga: Cara Membuat Surat Ahli Waris

Fakta Hukum

  1. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pernikahan dan perkawinan memilliki arti yang sama. Meskipun kata “pernikahan” lebih sering digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, hukum Indonesia lebih sering menggunakan kata “perkawinan.” Untuk itu, Undang-Undang yang memuat tentang pernikahan disebut sebagai “UU Perkawinan.”

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Kompilasi Hukum Islam;
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; dan
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Referensi

  1. Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
  2. Fitiriani. “Problematika Pembagian Harta Suami Menikah Lebih dari Satu Kali (Studi Perbandingan antara Hukum Islam dan Hukum Perdata BW)” Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Student Research UMM.
  3. Mahkamah Agung RI, “Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.” Diakses pada 1 Maret 2022 melalui http://www.pa-jakartabarat.go.id/images/hak/Pedoman_Pengelolaan_Administrasi/1%20Buku%20II%20edisi%20Rev_2013_Pedoman%20Tugas%20dan%20Adm.pdf
  4. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 2003.
  5. Wibisana, Wahyu. “Pernikahan dalam Islam.” Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta ‘lim 14, no. 2 (2016): 185-93.Zuhrah, Fatimah. “Adil Berpoligami: Analisis Hukum Keluarga Islam di Indonesia.” RI’ AYAH 2, no. 2 (Juli-Desember 2017): 79-88.