Ancaman verbal rasa-rasanya telah menjadi hal yang lumrah kita temui. Mulai dari di sekitar kita hingga jagat maya, jamak ditemui kalimat-kalimat berisi ancaman terhadap seseorang. Padahal, hukum mengatur dengan tegas segala bentuk ancaman terhadap orang lain. Terlebih lagi di era digital ini, seseorang dapat berlindung di balik anonimitas. Agar terhindar dari ancaman verbal, mari kita pahami pengertian serta cara mencegahnya. Mari simak artikel berikut ini!

Pengertian Ancaman Verbal

Ancaman verbal merupakan salah satu bentuk kekerasan verbal, yaitu berupa ancaman yang dilakukan melalui kata-kata, baik secara langsung maupun melalui media tulisan atau rekaman. Berbeda dengan bentuk kekerasan verbal lainnya, ancaman verbal memiliki tujuan spesifik untuk memberikan ancaman, rasa tidak aman, malu, atau ketakutan terhadap orang yang dituju agar ia melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Jenis Ancaman Verbal

Secara umum, ancaman verbal dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, ancaman verbal yang dilakukan secara langsung melalui ucapan. Lalu, Kedua, ancaman verbal yang dilakukan melalui perantara (tidak langsung) seperti melalui pesan teks, rekaman suara, atau video.

Selain itu, jenis ancaman verbal juga bisa dilihat dari tujuannya. Pertama, agar korban melakukan sesuatu, seperti menyerahkan sejumlah uang atau barang. Kedua, agar korban tidak melakukan sesuatu, seperti mengancam seseorang untuk tidak lagi menagih piutangnya.

Ciri-Ciri Ancaman Verbal

  1. Menggunakan kata-kata. 

Sesuai dengan namanya, ciri utama dari ancaman verbal adalah dilakukan menggunakan kata-kata. Kata-kata tersebut dapat diucapkan secara langsung, maupun tidak langsung melalui pesan teks atau rekaman. 

  1. Dapat dilakukan melalui media elektronik.

Saat ini, tulisan dan rekaman berisi ancaman dapat dikirimkan melalui media elektronik, bahkan secara anonim (tanpa diketahui identitas pengirimnya). Hal ini berbeda dengan ancaman non verbal, seperti kekerasan fisik yang harus dilakukan secara langsung terhadap korban.

  1. Tidak menimbulkan luka fisik terhadap korban.

Kata-kata memang tidak menimbulkan luka fisik yang kasat mata. Namun, ketakutan dan perasaan tidak aman akibat pengancaman dapat dibuktikan, misalnya dengan visum et repertum psikiatrikum.

Dasar Hukum Ancaman Verbal

Bentuk ancaman verbal bermacam-macam tergantung motivasi dari si pelaku dan subjek yang diancam. Berikut ini beberapa dasar hukum yang dapat menjerat pelaku kekerasan verbal:

A. Ancaman pencemaran nama baik, diatur pada Pasal 369 KUHP.

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

B. Ancaman yang dilakukan menggunakan media elektronik diatur dalam Pasal 27B ayat (2), serta Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

Pasal 27B ayat (2), berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:

  1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau 
  2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.”

Pasal 29 berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.”

Perlindungan Hukum Untuk Korban Ancaman Verbal

Secara umum, perlindungan hukum bagi korban ancaman verbal atau kejahatan lainnya diatur secara tegas dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyatakan bahwa, “seorang saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.”

Selain mendapatkan perlindungan hukum yang berkaitan dengan keselamatannya, korban ancaman verbal juga memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum atas kasus yang dialaminya. Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menyatakan bahwa bantuan hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum, yaitu setiap orang atau kelompok miskin yang mengalami masalah hukum. 

Selain perlindungan secara langsung, bentuk perlindungan secara tidak langsung kepada korban ancaman verbal juga bisa dilihat secara implisit dari adanya ancaman pidana bagi pelaku. Korban ancaman verbal dapat melaporkan ancaman yang diterimanya agar ancaman tersebut berhenti dan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Penanganan Ancaman Verbal

Penanganan ancaman verbal dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu penanganan secara hukum dan penanganan secara non hukum. Keduanya harus berjalan berdampingan. Penanganan hukum dilakukan dengan melaporkan dan memroses kasus ancaman verbal sesuai dengan aturan hukum. Sedangkan, penanganan non hukum lebih menekankan pada aspek pemulihan atas dampak psikologis dan ekonomi dari korban.

Penanganan secara hukum dari kasus ancaman verbal dibebankan kepada lembaga penegak hukum seperti, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Mekanismenya dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Saat ini, paradigma penanganan kejahatan bergeser menjadi restorative justice, yaitu melibatkan peran dan pemulihan korban, bukan hanya pembalasan bagi pelaku.

Sedangkan, penanganan non hukumnya ditugaskan kepada lembaga-lembaga seperti:

  1. Komnas Perempuan.
  2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
  3. P2TR2A Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Selain lembaga-lembaga tersebut, masyarakat pada umumnya juga dapat berperan dengan memberikan bantuan dan penanganan kepada korban melalui pendekatan sosial kemasyarakatan.

Pencegahan Ancaman Verbal

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati, begitu bunyi pepatah. Berikut ini beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar ancaman verbal tidak terjadi:

  1. Hindari berkomunikasi dengan akun anonim di internet. Biasanya pengancam akan menggunakan akun anonim agar identitasnya tidak mudah diketahui.
  2. Hindari atau akhiri hubungan yang toksik. Ancaman verbal dapat bermula dari pola hubungan yang tidak sehat. 
  3. Kurangi potensi yang dapat membuka kesempatan bagi orang lain untuk melakukan ancaman verbal kepada kita. Misalnya, bersikap kasar, baik di media sosial maupun kehidupan nyata; terlalu berlebihan menyebarkan kehidupan pribadi; atau terlihat lemah dan polos. Terkadang, ancaman verbal juga disertai pemerasan yang dilakukan dengan motivasi keuntungan ekonomi.

Sanksi dan Denda Ancaman Verbal

Sanksi bagi orang yang mengancam secara verbal diatur dalam beberapa undang-undang, di antaranya:

  1. Sanksi bagi pemerasan dengan ancaman kekerasan yang dilakukan secara konvensional diatur dalam Pasal 368 KUHP, sanksinya penjara maksimal 9 (sembilan) tahun. Sedangkan yang dilakukan melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27B ayat (1) UU ITE, dengan saksi penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah);
  2. Sanksi terhadap ancaman pencemaran yang dilakukan secara konvensional diatur pada Pasal 369 KUHP, dengan sanksi penjara paling lama 4 (empat) tahun. Sedangkan yang dilakukan melalui media elektronik diatur pada Pasal 27B ayat (2), sanksinya berupa penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
  3. Ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang dikirimkan melalui media elektronik diancam dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda maksimal Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) berdasarkan Pasal 45B UU ITE.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait ancaman verbal, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ancaman Pembunuhan

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

Referensi

  1. Anonim. “Pengancaman Sebagai Tindak Pidana? Mari Simak Pengaturannya!” https://bullyid.org/educational-resources/pengancaman/. Diakses pada 30 Januari 2024.