Sebagai salah satu instansi yang bertugas untuk melindungi masyarakat Indonesia, setiap orang dapat melaporkan kejahatan atau meminta perlindungan dari Kepolisian. Hal ini juga tertera jelas dalam Undang-Undang. Namun, kerap dijumpai individu yang membuat laporan palsu ke Polisi. Tindakan ini jelas melanggar hukum dan merupakan tindakan yang dapat dipidana. Lantas, apa konsekuensi hukum dari membuat laporan palsu ke polisi? Simak pada artikel berikut ini!

Baca juga: Laporan Polisi Tidak Diproses

Apa itu Laporan Palsu?

Sebelum mengenal tentang laporan palsu, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dari laporan itu sendiri dalam hukum pidana. Laporan sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang, atas dasar hak maupun kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Laporan dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan. Bilamana laporan kepada polisi dilakukan secara lisan, maka sebagaimana termaktub pada Pasal 103 ayat (2) KUHAP, pelapor menceritakan kejadian yang bersangkutan kepada aparat kepolisian. Pejabat yang bersangkutan dapat mencatatkan seluruh kronologi yang ada untuk ditandatangani oleh si pelapor.

Lain halnya apabila laporan dilakukan secara tulisan, yang mana didasarkan pada Pasal 103 ayat (1) KUHAP, yang menegaskan bahwa laporan sepenuhnya diberikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan mencantumkan tanda tangan pelapor. Setelah laporan-laporan tersebut diterima oleh pejabat yang berwenang, menurut Pasal 108 ayat (6) KUHAP, maka pejabat tersebut haruslah memberikan surat tanda penerimaan laporan kepada pelapor yang bersangkutan.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan laporan polisi palsu? Secara sederhana laporan palsu dapat diartikan sebagai pemberitahuan lisan dan tertulis yang sifatnya palsu dan tidak sesuai fakta kepada kepolisian atau aparat lainnya yang terkait. 

Baca juga: Cara Cek Perkembangan Laporan Polisi

Contoh Kasus Laporan Palsu

Pada akhir 2021, pemuda berinisial AR dan berusia 23 tahun ditetapkan sebagai tersangka semenjak tindakannya dalam membuat laporan palsu di Polres Jakarta Timur (“Polres”). AR pergi ke Polres untuk menceritakan kejadian begal yang dialaminya pada 6 Oktober 2021, tepatnya di kawasan Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur. 

Namun, kejadian yang sebenarnya adalah AR bertemu dengan seorang wanita yang ia kenal melalui media sosial. Mereka mengalami percekcokan, sehingga wanita tersebut merampas ponsel dan motor milik AR.

Berkaca dari kejadian di atas, suatu kebohongan tidak semestinya menjadi argumen dan bahan laporan ke pihak berwajib. Keadilan yang ingin dicari melalui upaya penegakan hukum sejatinya dilandaskan pada kejujuran dari para pihak yang bersangkutan.

Baca juga: Cara Mencabut Laporan Polisi

Pasal dan Sanksi Hukum Membuat Laporan Palsu

Membuat laporan palsu ke polisi termasuk ke dalam salah satu bentuk tindak pidana yang dapat dihukum. Adapun pengaturannya tercantum dalam Kitab Undang-Undang Pidana (“KUHP”), tepatnya pada Pasal 220 KUHP, yang mana menegaskan bahwasanya apabila terdapat orang yang mengadu atau melaporkan adanya suatu peristiwa pidana padahal tahu bahwa tidak terjadi secara sebenar-benarnya, maka diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. 

Dari ketentuan di atas, sepatutnya terdapat unsur yang penting sekali untuk diperhatikan dalam menelaah sebuah laporan palsu, yaitu unsur “kesengajaan”. Pelapor dengan sengaja tetap mengadukan peristiwa yang ia tahu hal itu tidak benar terjadi. Jadi, apabila Sobat Perqara tidak sengaja memberikan laporan atau pengaduan palsu tersebut, terdapat kemungkinan Sobat tidak akan dikenakan pidana penjara. Ketentuan Pasal 220 KUHP tersebut berlaku secara umum terhadap seluruh bagian dari masyarakat tanpa terkecuali.

Baca juga: Cara Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi

Laporan Palsu Terhadap Pejabat Pemerintah atau Penguasa

Pasal 317 KUHP mengatur secara jelas jika ada pihak yang dengan sengaja mengadukan laporan palsu terhadap pejabat pemerintah/penguasa, baik secara lisan maupun tertulis yang berakibat terserangnya nama baik orang tersebut, pihak pelapor diancam telah melakukan perbuatan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Si pelapor juga berkemungkinan mendapatkan pidana tambahan, seperti kehilangan hak untuk memegang jabatan tertentu; memasuki angkatan bersenjata; serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. 

Seiring berjalannya waktu, laporan palsu juga berkembang sesuai kepentingan tertentu, yakni tidak hanya pada laporan awal pada polisi semata, namun juga meliputi keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak dalam persidangan, yang kemudian dapat disebut dengan istilah “keterangan palsu”. 

Keterangan palsu kemudian juga sejatinya dilarang sebagaimana termaktub pada Pasal 242 ayat (1) KUHP, bahwasanya siapa pun yang di bawah sumpah memberikan keterangan palsu baik dengan lisan atau tulisan, pribadi maupun oleh kuasanya terancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Apabila keterangan tersebut diberikan dalam perkara pidana serta memberikan kerugian bagi tersangka atau terdakwa maka akan diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. 

Tidak hanya itu, sanksi tambahan juga berlaku dalam perbuatan pidana memberikan keterangan palsu seperti kehilangan hak untuk memegang jabatan tertentu; memasuki angkatan bersenjata; memilih dan dipilih dalam pemilihan umum; dan menjadi penasihat hukum atau pengurus di pengadilan; menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang bukan anak sendiri. 

Baca juga: Cara Lapor Orang Hilang ke Polisi

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Pahami Ciri-Ciri Identitas Palsu dan Cara Melaporkan Pelaku

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Referensi

  1. Wulandari, Sri. “Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat bagi Penyidik dalam Mengungkap Kejahatan.” Serat Acitya 2, no. 3 (2013): 74-82.
  2. Redaksi RAS, Tip Hukum Praktis: Menghadapi Kasus Pidana. Depok: Raih Asa Sukses, 2019.