Sertifikat tanah merupakan dokumen penting sebagai bukti bahwa seseorang memiliki hak atas suatu tanah. Namun, tak jarang masalah muncul terjadi terkait kepemilikan sertifikat tanah. Entah itu terjadinya gagal bayar saat proses jual beli namun balik nama sertifikat telah terjadi, atau adanya perebutan hak atas tanah yang terjadi secara paksa. Untuk itu, penting bagi Sobat Perqara untuk mengetahui cara pembatalan sertifikat tanah.

Bagaimana pembatalan sertifikat tanah bisa terjadi dan seperti apa prosedur pembatalan tanah? Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai pembatalan sertifikat tanah, mulai dari alasan hingga tips menghindari permasalahan serupa.

Baca juga: Perbedaan Akta Tanah dan Sertifikat Tanah: Panduan Lengkap dan Jelas

Alasan sah agar pembatalan sertifikat tanah terjadi

Nirina Zubir berhasil melakukan pembatalan sertifikat tanah Riri Kasmita, eks ART Ibunya yang melakukan penipuan dan penggelapan aset keluarga Nirina
Nirina Zubir berhasil melakukan pembatalan sertifikat tanah Riri Kasmita, eks ART Ibunya yang melakukan penipuan dan penggelapan aset keluarga Nirina (sumber: IG/nirinazubir_)

Pembatalan sertifikat tanah biasanya dilakukan karena terdapat cacat hukum administratif dan/atau melaksanakan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, hal ini tercantum dalam Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen ATR/BPN No. 9 tahun 1999”), berikut penjelasannya:

  1. Alasan administratif

Permohonan dapat dilakukan apabila diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 1999 sebagai berikut:

Pasal 106 ayat (1) Permen ABTR/BPN No. 9 Tahun1999, menyatakan bahwa:

Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.”

Lalu, berdasarkan Pasal 107 Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 1999, cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) Permen tersebut, yaitu:

  • Kesalahan prosedur;
  • Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
  • Kesalahan subjek hak;
  • Kesalahan objek hak;
  • Kesalahan jenis hak;
  • Kesalahan perhitungan luas;
  • Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
  • Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
  • Kesalahan lainnya yang bersifat administratif

  1. Melaksanakan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap

Pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi ketika pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Baca juga: Solusi Sertifikat Tanah Hilang

Prosedur atau cara pembatalan sertifikat tanah 

Pembatalan sertifikat tanah dapat dilakukan dengan, 3 (tiga) cara, sebagai berikut:

  1. Permohonan Pembatalan Kepada Menteri ATR/BPN

Alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah karena adanya cacat hukum administratif, seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, sehingga menyerobot tanah lainnya, tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain, seperti pemalsuan surat.

Hal ini dimohonkan secara tertulis kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Lampirkan pula berkas-berkas, berupa:

  • fotokopi surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum);
  • fotokopi surat keputusan dan/atau sertifikat;
  • berkas-berkas lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.

  1. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Merujuk pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU No. 30 Tahun 2014”) Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu bentuk KTUN. Penting untuk diperhatikan yaitu batas waktu untuk menggugat ke PTUN, yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana diatur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU No. 5 Tahun 1986”).

  1. Gugatan Ke Pengadilan Negeri

Setiap orang yang ingin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) dengan dasar dan dalil-dalil yang penggugat pikirkan dan penggugat nilai merugikan, seperti contohnya, Anda menjual sebidang tanah kepada pembeli dan pembeli tersebut belum membayarkan sepenuhnya kepada Anda, namun sudah mengajukan proses balik nama sertifikat tanah.

Perlu diingat terkait masa daluwarsanya, karena permohonan pembatalan atau gugatan ke pengadilan hanya dapat diajukan maksimal 5 tahun sejak terbitnya sertifikat, sebagaimana diatur Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24 Tahun 1997”) yang berbunyi:

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.”

Namun, daluwarsa tidak mutlak selama bisa dibuktikan bahwa perolehan tanah tersebut dilakukan tidak dengan iktikad baik.

Baca juga: Urus Sertifikat Tanah Bisa Gratis, Apa Saja Syaratnya?

Dokumen dan syarat pembatalan sertifikat tanah 

Umumnya, untuk melakukan pembatalan sertifikat tanah diperlukan beberapa dokumen dan persyaratan, antara lain:

  1. Surat permohonan pembatalan
  2. Sertifikat tanah asli
  3. Fotokopi surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum);
  4. Fotokopi surat keputusan dan/atau sertifikat;
  5. Berkas-berkas lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.

Persyaratan yang lebih lengkap dapat diperoleh dengan menghubungi Kantor Pertanahan setempat.

Baca juga: Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Dampak Hukumnya

Dampak pembatalan sertifikat tanah 

Pembatalan sertifikat tanah dapat menimbulkan berbagai dampak, baik bagi pemilik tanah maupun pihak-pihak terkait lainnya. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  1. Kehilangan hak atas tanah: Pemilik tanah yang sah berpotensi kehilangan hak atas tanahnya jika sertifikatnya dibatalkan.
  2. Sengketa tanah: Pembatalan sertifikat tanah dapat memicu terjadinya sengketa tanah antara berbagai pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut.
  3. Kerugian materiil: Pembatalan sertifikat tanah dapat menyebabkan kerugian materiil bagi pemilik tanah, misalnya dalam bentuk biaya pengurusan atau kerugian akibat tidak dapat memanfaatkan tanah tersebut.

Baca juga: Simak Cara Cek Nomor Sertifikat Tanah Online dan Offline

Tips menghindari permasalahan sertifikat tanah

Untuk menghindari permasalahan terkait sertifikat tanah, ada beberapa tips yang dapat Anda lakukan, antara lain:

  1. Memastikan keaslian dokumen: Pastikan semua dokumen yang digunakan dalam proses jual beli atau peralihan hak atas tanah adalah asli dan sah.
  2. Melakukan pengecekan di Kantor Pertanahan: Sebelum melakukan transaksi jual beli tanah, sebaiknya lakukan pengecekan terlebih dahulu di Kantor Pertanahan untuk memastikan status hukum tanah tersebut.
  3. Menggunakan jasa notaris: Gunakan jasa notaris yang terpercaya untuk membantu dalam proses jual beli tanah dan pembuatan akta jual beli.
  4. Menyimpan semua dokumen dengan baik: Simpan semua dokumen terkait tanah dengan baik, seperti sertifikat, akta jual beli, dan surat-surat lainnya.

Baca juga: Lakukan Hal Ini Jika Terjadi Perbedaan Ukuran Tanah dan Sertifikat Tanah

Perqara telah melayani lebih dari  11.500 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pertanahan, Perqara telah menangani lebih dari 500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Cara Balik Nama Sertifikat Tanah Tanpa Penjual

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  3. Undang–Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  4. Undang–Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
  7. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan