Sobat Perqara pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah “Perkawinan”. Perkawinan merupakan peristiwa yang didasari oleh kesepakatan kedua pihak untuk membina rumah tangga bersama sehingga penting bagi kehidupan manusia. Suatu perikatan Perkawinan akan dilangsungkan baik secara agama maupun hukum dan menjadi lebih mudah apabila dijalankan dengan memiliki agama yang sama karena prosedurnya pun akan lebih mudah untuk diurus, tidak seperti Perkawinan yang berbeda agama.

Meskipun begitu, banyak dari masyarakat Indonesia yang mau mendaftarkan Perkawinan tapi dengan agama yang berbeda. Namun, apakah perbedaan tersebut diatur didalam peraturan hukum Indonesia dan diperbolehkan? Untuk mengetahuinya lebih lanjut, yuk Sobat Perqara simak penjelasan berikut!

Pengaturan Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan selanjutnya disebut sebagai “UU Perkawinan” yang mana undang-undang ini menjadi pedoman dasar bagi seluruh masyarakat untuk melakukan pengikatan dalam pernikahan. Apabila melihat pada peraturan UU Perkawinan, sah nya Perkawinan melihat pada Pasal 2 yang berbunyi:

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

Artinya, Perkawinan tidak sah/ tidak ada apabila agama dan kepercayaannya tidak memperbolehkan. Dalam hal ini, maka perlu dilihat kembali kepada agama dan kepercayaan dari pihak masing-masing apakah memang diperkenankan atau tidak. 

(2) Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Artinya, pencatatan Perkawinan bagi orang yang beragama islam dilakukan oleh Pegawai Pecatat Nikah di Kantor Urusan Agama, sedangkan untuk orang yang diluar beragama islam dilakukan oleh Pencatatan Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.

Selanjutnya, dalam Pasal 8 huruf e UU Perkawinan menegaskan bahwa Perkawinan dilarang apabila mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Dengan begitu, berdasarkan atas peraturan yang berlaku sekarang ini, tidak adanya larangan khusus dalam Perkawinan beda agama, hanya saja didasarkan pada Pasal 2 UU Perkawinan yang artinya kembali lagi kepada ajaran agama dan kepercayaan yang dianut oleh kedua belah pihak mengenai diperbolehkan atau tidaknya Perkawinan beda agama. 

Pengaturan Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Hukum Islam

Untuk hukum Islam, adapun diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) pada buku I Hukum Perkawinan, yaitu sebagai berikut:

Pasal 4 berbunyi:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”

Pasal 40 berbunyi:

“Dilarang melangsungkan Perkawinan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu:

Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu Perkawinan dengan pria lain;

Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;

Seorang wanita yang tidak beragama islam.”

Pasal 44 berbunyi:

“Seorang wanita islam dilarang melangsungkan Perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam.”

Dalam Keputusan Musyawarah Nasional ke II Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) tanggal 1 Juni 1980 tentang fatwa merumuskan bahwa Perkawinan muslimah dengan laki-laki non muslimah adalah haram hukumnya dan sebaliknya.

Berdasarkan dari pasal-pasal dan keputusan tersebut, sangat jelas bahwa dalam hukum islam harus dilaksanakan Perkawinan dengan satu agama yang sama dan tidak boleh dilangsungkan Perkawinan masing-masing agama karena apabila terjadi, maka itu masuk kedalam pelanggaran terhadap konstitusi.

Cara Melaksanakan Pernikahan Beda Agama

Adapun cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang tetap bersikeras untuk melakukan pernikahan beda agama, yaitu:

Menikah di Luar Negeri

Jika Sobat Perqara menikah di luar negeri, kalian akan tunduk pada hukum di negeri yang bersangkutan. Dalam hal ini diatur didalam Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri dalam 1 (satu) tahun setelah kembali ke Indonesia, diperlukan bukti perkawinan dari negara tersebut dan didaftarkan di domisili Kantor Pencatatan Perkawinan.

Kantor Catatan Sipil

Merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) No.1400K/Pdt/1986 yang menyatakan bahwa Kantor Catatan Sipil diperkenankan untuk melangsungkan Perkawinan beda agama. Sehingga, Perkawinan beda agama dapat dilakukan dengan pengajuan pencatatan Perkawinan yang tidak dilangsungkan menurut agama Islam.

Penundukan Sementara

Penundukan sementara pada salah satu agama dan kepercayaan, sehingga mengikuti upacara Perkawinan salah satu agama.

Penetapan Pengadilan

Pencatatan perkawinan dapat melalui penetapan pengadilan dengan permohonan izin nikah.

Pengajuan Uji Materi UU Perkawinan ke MK

Perlu diketahui untuk Sobat Perqara bahwa UU Perkawinan digugat oleh seorang warga negara ke MK untuk uji materi mengenai permasalahan perkawinan beda agama. Uji materi ini meminta ruang seluas-luasnya untuk hukum agama dan kepercayaan dalam menafsirkan sahnya perkawinan. Pasal-pasal yang ingin diuji adalah Pasal 2 ayat (1) dan (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan karena bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Melaksanakan perkawinan beda agama diperlukan untuk melihat pada peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu UU Perkawinan dan Hukum Islam. Pada dasarnya, tidak ada peraturan secara tegas dan nyata bahwa hukum melarang untuk melakukan perkawinan beda agama, melainkan berdasarkan kepada ajaran agama dan kepercayaan. Namun, ada beberapa cara lain untuk melakukan perkawinan beda agama di Indonesia.

Gimana, Sobat Perqara mengenai perkawinan beda agama? Memang sedikit kompleks namun begitulah peraturan yang diberlakukan di Indonesia. Semoga dari penjelasan diatas, Sobat Perqara bisa mengerti dan paham ketentuannya, ya!

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Pentingnya Perjanjian Pra-Nikah

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

REFERENSI

  1. Asiah, Nuh. “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Menurut Hukum Islam.” jurnal hukum samudra keadilan 10, No.2 (Juli-Desember 2015): 209. https://media.neliti.com/media/publications/240404-kajian-hukum-terhadap-Perkawinan-beda-ag-31c2c207.pdf
  2. Widiarini, Anisa. “Bisakah nikah beda agama di Indonesia? Ternyata bisa, ada triknya.” hops.id, Agustus 13, 2020. Diakses pada 15 Februari 2022.https://www.hops.id/hot/pr-2942095583/bisakah-nikah-beda-agama-di-indonesia-ternyata-bisa-ada-triknya?page=5
  3. Maharani, Tsarina. “ Batal Menikah Karena Beda Agama, Seorang Pria Gugat UU Perkawinan ke MK.”. Kompas.com, , February 8, 2022. Diakses pada 15 Februari 2022, https://nasional.kompas.com/read/2022/02/08/12111101/batal-menikah-karena-beda-agama-seorang-pria-gugat-uu-perkawinan-ke-mk?page=all