Istilah kreditur sudah tidak asing lagi, namun terkait kreditur separatis masih asing bagi sebagian masyarakat. Kreditur separatis memiliki keistimewaan yaitu kedudukannya yang lebih aman jika dibandingkan dengan kreditur konkuren dalam pelunasan utang debitur. Mengapa kedudukan kreditur separatis bisa lebih aman? Lalu, apa keistimewaan kreditur separatis berdasarkan undang-undang? Yuk simak ulasan lengkapnya dalam pembahasan berikut ini.

Baca juga: Memahami Apa Itu Parate Eksekusi dan Ketentuannya

Pengertian Kreditur Separatis 

Kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang dapat bertindak sendiri. Selain itu, kreditur separatis menjadi kreditur pemegang jaminan kebendaan berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yaitu gadai dan Hipotik. Saat ini jaminan-jaminan kebendaan yang diatur di Indonesia adalah:

  • Gadai, diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata;
  • Fidusia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
  • Hak Tanggungan, diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
  • Hipotik Kapal, diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata;
  • Resi Gudang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011.

Baca juga: Tak Lunasi Kredit Dipidana? Simak Pembahasan Ini

Hak dan Keistimewaan Kreditur Separatis 

BLOG TEMPLATE 2024 05 13T111510.472
Kreditur Separatis dalam Konteks Hukum

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kreditor separatis menjadi kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang dapat bertindak sendiri. Namun, tetap memperhatikan batasan-batasan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU No. 37 Tahun 2004”), serta dengan memperhatikan aspek keadilan bagi kreditor-kreditor lain.

Kreditor separatis memiliki kedudukan yang aman sebab memiliki hak-hak yang berbeda dari kreditur lainnya. Hak tersebut diantaranya kreditor separatis dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri hasil penjualan dari benda agunan yang menjadi jaminan, yang terpisah dengan harta pailit umumnya.

Hak separatis berlaku ketika debitur dinyatakan pailit berdasarkan suatu putusan pengadilan. Adanya hak jaminan dan pengakuan hak separatis dalam proses kepailitan, merupakan hal yang penting dalam sistem perkreditan di suatu negara khususnya sistem kredit perbankan. Umumnya, kreditur separatis juga akan mendapat jaminan piutang terselesaikan, jika ada kelebihan penjualan, maka akan dikembalikan.

Hasil dari penjualan aset debitur pailit disesuaikan dengan besarnya nilai piutang kreditor separatis. Hasil penjualan yang melebihi besarnya piutang, kelebihannya harus dikembalikan kepada kurator. Namun, jika hasil penjualan kurang dari besarnya nilai piutang, kreditor separatis dapat mengajukan kekurangan tersebut dengan kedudukan sebagai kreditur konkuren.

Baca juga: AYDA Solusi Kredit Macet

Kreditur Separatis dalam Konteks Hukum Perdata 

Ketentuan terkait kreditur separatis terdapat dalam Pasal 1133 KUHPerdata dan Pasal 1134 KUHPerdata, sebagai berikut:

Pasal 1133 KUHPerdata

Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotek.”

Pasal 1134 KUH Perdata

Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya”.

Baca juga: Membersihkan Nama BI Checking, Apa Bisa?

Kreditur Separatis dalam Konteks Hukum Kepailitan 

BLOG TEMPLATE 2024 05 13T111527.451
Kreditur Separatis dalam Konteks Hukum

Dalam konteks hukum kepailitan, kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya seolah-olah tanpa terjadinya kepailitan, berdasarkan Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004 dan mendapatkan pembayaran piutang terlebih dahulu daripada kreditur konkuren.

Berikut isi dari Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004:

Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap Kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

Pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas dimana kreditor yang kedudukannya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah, dan antara kreditur yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas prorata (pari passu prorata parte).

Baca juga: Cara Mempidanakan Orang yang Susah Ditagih Utang

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 3.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Perbedaan Leasing dan Sewa

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
  4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011;
  5. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Referensi

  1. BPK RI. “Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”. https://peraturan.bpk.go.id/Details/40784. Diakses pada 23 April 2024.