Sekalipun terdengar asing, parate eksekusi sering terjadi di sekitar kita. Misalnya, pada kredit motor yang bermasalah, biasanya akan ada orang yang mengambil motor tersebut, kemudian langsung melelangnya tanpa perlu meminta izin ke pengadilan. Parate eksekusi memberikan kemudahan bagi kreditor dalam langsung melelang benda jaminan apabila debitor tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya. Jadi, agar lebih mengenal apa itu parate eksekusi, simak artikel ini sampai selesai ya!

Apa itu Parate Eksekusi: Pengertian dan Konsep

Parate eksekusi (parate executie) memiliki istilah “paraat” yang berarti siap di tangan (untuk langsung dilaksanakan). Menurut Mariam Darus Badrulzaman, parate eksekusi merupakan wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur tanpa memiliki eksekutorial titel

Konsep parate eksekusi adalah adanya hak bagi kreditur (si berpiutang) untuk melakukan eksekusi seperti melelang barang yang menjadi jaminan dalam suatu perjanjian dengan debitur (si berutang), atas kekuasaan sendiri secara langsung tanpa perlu meminta fiat ke pengadilan. Unsur berupa langsung, dengan kekuasaannya sendiri tanpa melibatkan debitur, dan tanpa melibatkan pengadilan menjadi pembeda antara parate eksekusi dengan eksekusi lainnya.

Ketentuan Parate Eksekusi

Untuk mengetahui apa itu parate eksekusi, kita harus melihat ketentuan yang diatur dalam masing-masing bentuk jaminan. Bentuk jaminan yang mengenal adanya parate eksekusi yaitu gadai, jaminan fidusia, hipotek, dan hak tanggungan. Berikut ini ketentuannya masing-masing:

  1. Gadai

Parate eksekusi dalam gadai diatur dalam Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:

Apabila oleh para pihak tidak diperjanjikan lain, maka berpiutang berhak jika si berutang (debitor) cidera janji, setelah waktu yang ditentukan telah lampau, atau jika tidak ditentukan tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”

Penjualan barang gadai berdasarkan parate eksekusi tersebut tidak memerlukan bantuan atau perantara pengadilan. Pemegang gadai menjual barang gadai seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri, sehingga ia memiliki sarana pengambilan pelunasan yang sederhana.

  1. Jaminan Fidusia

Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) juncto Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan FIdusia (“UU Jaminan Fidusia”). memberikan hak atau wewenang kepada kreditor (penerima fidusia) atas kekuasaannya sendiri untuk menjual barang yang menjadi objek jaminan fidusia dalam mendapatkan pelunasan piutangnya.

Meskipun demikian, terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang memutuskan bahwa kekuatan eksekutorial pada sertifikat jaminan fidusia yang diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU Jaminan Fidusia harus mendapat persetujuan debitur atau terdapat upaya hukum terlebih dahulu agar dapat dilaksanakan.

  1. Hipotek

Di dalam hipotek para pihak dapat memperjanjikan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hipotek berhak untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek, dan janji tersebut harus termuat di dalam Akta Hipotek. Syarat lainnya dari parate eksekusi dalam Hipotek yaitu:

  1. janji diberikan saat pemberian hipotek
  2. janji tersebut harus didaftarkan agar mengikat pihak ketiga
  3. dipersyaratkan bahwa objek jaminan harus dijual melalui pelelangan umum
  4. terdapat ketentuan bahwa kreditor baru mempunyai kewenangan eksekusi apabila debitor wanprestasi
  5. pelaksanaan penjualan objek jaminan memperhatikan Pasal 1210 dan 1211 KUH Perdata.
  6. Hak Tanggungan

Terakhir, dalam Hak Tanggungan ketentuan parate eksekusi diberikan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) yang berbunyi:

Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”

Kewenangan tersebut lahir demi hukum tanpa perlu diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak.

Perbedaan Parate Eksekusi dengan Eksekusi di Bawah Tangan

Lalu, apa itu parate eksekusi dan perbedaannya dengan eksekusi bawah tangan? Eksekusi di bawah tangan merupakan eksekusi atas objek jaminan yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kreditor dengan debitor tanpa melalui pelelangan umum. Pada umumnya eksekusi bawah tangan merupakan alternatif apabila parate eksekusi ternyata tidak berhasil atau penjualan melalui lelang kurang memuaskan. 

Secara umum parate eksekusi dengan eksekusi di bawah tangan memiliki perbedaan berikut:

  1. Pada parate eksekusi, penjualan objek jaminan dilakukan dengan pelelangan umum atau di hadapan umum, sedangkan eksekusi di bawah tangan tidak, melainkan sesuai kesepakatan para pihak;
  2. Parate eksekusi merupakan hak yang lahir secara otomatis oleh undang-undang tanpa harus diperjanjikan terlebih dahulu (kecuali pada jaminan fidusia yang harus dilakukan di muka umum sesuai Pasal 1211 KUH Perdata). Sedangkan, eksekusi bawah tangan harus berdasarkan atas kesepakatan para pihak serta memenuhi persyaratan tertentu pada Jaminan Fidusia (Pasal 29 UU Jaminan Fidusia) serta Hak Tanggungan (Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU Hak Tanggungan).

Proses Hukum Parate Eksekusi

Proses hukum parate eksekusi tergantung pada lembaga apa yang menjadi pemohon lelang. Lembaga keuangan seperti Bank dengan Hak Tanggungan, tentunya memiliki ketentuan yang berbeda dengan perusahaan otomotif dengan Jaminan Fidusia. Berikut ini contoh proses hukum pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan:

  1. Mengajukan permohonan parate eksekusi Hak Tanggungan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayananan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”) di wilayah tempat tanah/bangunan tersebut terletak;
  2. Kepala KPNKL mengeluarkan jadwal lelang
  3. Pelaksanaan pengumuman lelang melalui surat kabar harian atau media lainnya
  4. Kreditor memberitahukan jadwal lelang kepada debitor
  5. pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang yang ditunjuk oleh Kepala KPKNL.
  6. Pejabat Lelang menunjuk dan menetapkan penawar tertinggi sebagai pemenang lelang
  7. Paling lambat 3 (tiga) hari setelah lelang, pemenang lelang harus menyetorkan pelunasan dana lelang (pada saat lelang sudah membayar uang jaminan lelang)
  8. Setelah menerima pelunasan, bendahara KPKNL menyerahkan uang hasil lelang kepada pemohon lelang (kreditor) setelah dikurangi Pajak Penjual Lelang (5%) dan Bea Lelang Penjual (1%) dari nilai lelang;
  9. Pemohon lelang menghitung hasil penjualan untuk pelunasan piutang. Apabila masih terdapat sisa, maka akan dikembalikan kepada debitor.

Permasalahan Parate Eksekusi

Berikut ini beberapa permasalahan parate eksekusi:

  1. Terkadang parate eksekusi tidak berjalan sesuai namanya yang seakan-akan eksekusi sudah siap di tangan. Tidak jarang dalam beberapa jaminan seperti jaminan fidusia yang objek jaminannya dikuasai oleh debitor, kreditor kesulitan untuk melaksanakan parate eksekusi;
  2. Kurangnya minat pembeli objek lelang pada lelang umum;
  3. Terkadang tawarannya terlalu rendah atau kurang dari nilai piutang;
  4. Adanya perlawanan dari debitur untuk mempertahankan jaminannya dengan menggugat ke Pengadilan maupun cara di luar hukum misalnya debitor tidak mau mengosongkan tanah atau membawa kabur objek jaminan.

Contoh Parate Eksekusi

Contoh parate eksekusi misalnya kasus antara Kreditor PT Bank Rakyat Indonesia (“Bank BRI”) dengan Debitor H. Ali Togu/Nur Halima Pulungan, dengan agunan berupa 4 (empat) bidang tanah, yaitu:

  1. Sebidang tanah dan bangunan seluas 7.658 Meter persegi
  2. Sebidang tanah seluas 560 meter persegi
  3. sebidang tanah kebun seluas 19.855 meter persegi
  4. sebidang tanah kebun seluas 19.302 meter persegi.

Para pihak melakukan perjanjian kredit modal kerja sebesar Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah). Kemudian, pada November 2012 Debitor mendapat fasilitas kredit lagi sebesar Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah). Disebabkan kredit yang tidak lancar, Kreditor melaksanakan parate eksekusi dengan melelang eksekusi Hak Tanggungan atas dasar Pasal 6 UU Hak Tanggungan. 

Sebelumnya kreditor telah melakukan peringatan kepada debitor untuk melaksanakan kewajibannya sebanyak (3) tiga kali. Kreditor telah melakukan proses parate eksekusi sebagaimana mestinya sesuai yang digariskan Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dengan mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL dengan Surat Permohonan Eksekusi Nomor B.1556-KC.II/ADK/09/2013 tertanggal 20 September 2013.

Sebelumnya, kreditor juga telah meminta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelum pelaksanaan lelang, kreditur juga telah mengumumkannya pada surat kabar harian Metro Tabagsel sebanyak 2 (dua) kali dan mengirim Perincian Utang Debitur kepada debitor.

Namun, sekalipun sudah melaksanakan sesuai prosedur, debitor melakukan perlawanan dengan menggugatnya ke Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan. Sayangnya, PN mengabulkan gugatan tersebut. Hal ini menjadi salah satu contoh bahwa terkadang parate eksekusi yang idealnya dapat langsung dilaksanakan, kehilangan maknanya dengan adanya perlawanan hukum dari debitor. 

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 1.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait apa itu parate eksekusi, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Roya adalah Setifikat Penting Setelah KPR Lunas, Ini Manfaatnya!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan FIdusia;
  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
  4. Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
  5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019;
  6. Putusan Mahkamah Agung Nomor 26/Pdt.G/2013/Pn.Psp.Sbh.

Referensi

  1. Usman, Rachmadi. 2016. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: SInar Grafika;
  2. Demesky, Yordan. 2011. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di Bank Permata TBK. Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia;
  3. Afifah, Diana. “ Konsep Parate Executie dan Fiat Executie dalam Pelaksanaan Lelang Pasal 6 UU Hak Tnggungan di KPKNL.” https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lampung/baca-artikel/14751/Konsep-Parate-Executie-dan-Fiat-Executie-dalam-Pelaksanaan-Lelang-Pasal-6-UU-Hak-Tanggungan-di-KPKNL.html. Diakses pada 17 Januari 2024.