Sebagian besar masyarakat mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah “mata elang”. Istilah tersebut digunakan untuk menyebut para debt collector atau penagih utang yang secara paksa mengambil kendaraan debitur yang telat membayar cicilan kendaraan tersebut. Aksi pengambilan paksa kendaraan oleh debt collector di tengah jalan ini masih sering terjadi. Tentunya hal ini membuat resah para debitur. Oleh sebab itu, penting untuk memahami cara menghadapi mata elang dengan membaca artikel berikut ini.

Baca juga: Jenis Pelanggaran ETLE yang Terdeteksi oleh Sistem Elektronik Lalu Lintas

Apa Itu Mata Elang?

Mata elang merupakan pihak ketiga yang ditugaskan oleh lembaga pembiayaan untuk memantau kendaraan yang berkeliaran di jalan dan mencari kendaraan yang menunggak bayar cicilan. Biasanya yang menjadi mata elang ini adalah para debt collector. Atas kemampuannya dalam mengamati kendaraan yang lewat tersebutlah mereka disebut sebagai mata elang, karena mata mereka yang sangat tajam saat melihat plat nomor setiap kendaraan yang lewat.

Mata elang memiliki citra yang buruk di mata masyarakat, sebab sering melakukan penarikan secara paksa, bahkan tidak segan untuk melakukan kekerasan serta ancaman yang tidak sesuai dengan standar operasional. Umumnya, mata elang merupakan pekerja outsourcing yang diupah oleh pihak lessor maupun bank untuk mengejar para debitur yang menunggak cicilan dan susah ditemui.

Baca juga: Pahami Rambu yang Sering Dilanggar untuk Keselamatan di Jalan

Tugas Dan Tanggung Jawab Mata Elang

Mata elang bertugas mengamati plat nomor kendaraan bermotor debitur yang menunggak cicilan berbulan-bulan di perusahaan pembiayaan atau pihak lessor. Biasanya, para mata elang ini akan berkumpul pada jam tertentu. Jumlahnya bisa berempat sampai berenam. Mereka akan diam di pinggir-pinggir jalan sambil memegang ponsel atau buku yang berisi data nomor polisi yang bermasalah. Apabila ditemui nomor polisi sesuai dengan yang tertera di buku, mereka langsung mengejar.

Tanggung jawab dari mata elang ini adalah mengambil kendaraan tertentu dengan kondisi seperti sebagai berikut

  1. Pemilik atau debitur sulit dicari;
  2. Kendaraan sudah berpindah tangan (dijual) dan tidak diketahui keberadaannya;
  3. Kendaraan dalam kondisi sedang digadaikan;
  4. Kendaraan sudah tidak terlacak;
  5. Jasa mata elang dipakai begitu pihak kreditur atau pemberi kredit juga sudah merasa putus asa untuk menagih secara prosedural, sedangkan pihak debitur tetap menghindar dan melarikan diri.

Baca juga: Pahami Ketentuan UU Menerobos Lampu Merah

Profesi Mata Elang di Mata Hukum

BLOG TEMPLATE 83
Cara Menghadapi Mata Elang yang Sita Motor Anda

Sebenarnya, pihak lessor atau pemberi kredit tidak perlu menggunakan jasa mata elang untuk menarik kendaraan debitur yang wanprestasi. Namun, tentunya setiap kendaraan yang dikredit tersebut harus dilengkapi jaminan fidusia seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia). Dalam Undang-Undang ini, menyatakan bahwa polisi dapat memberi bantuan kepada pemberi kredit untuk menarik kendaraan yang dijamin dengan fidusia.

Tetapi, banyak pihak lessor atau pemberi kredit yang tidak memberikan jaminan fidusia, sebab harus menanggung biaya yang cukup besar untuk setiap kendaraan. Oleh sebab itu, dengan tidak adanya jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tidak memiliki punya hak eksekusi terhadap objek yang dijaminkan dan perjanjian itu menjadi lemah karena dibuat di bawah tangan. Hal tersebutlah yang membuat pihak lessor menggunakan jasa mata elang untuk mengurus para debitur yang gagal bayar untuk menarik kendaraan.

Dalam peraturan terbaru yaitu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, menyatakan bahwa perusahaan leasing atau pemberi kredit tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak. Oleh sebab itu, penegak hukum tidak perlu pikir panjang untuk menindak para mata elang yang beraksi di tengah jalan mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak.

Putusan MK 18/PUU-XVII/2019 ini bersifat final dan mengikat. Dengan demikian, setiap perusahaan leasing atau kuasanya tak boleh bertindak melakukan aksi pengambilan paksa bagi debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran cicilan. Dalam putusan MK No.18/PUU-XVII/2019 diatur soal mekanisme eksekusi penarikan barang kreditur yang menjadi objek jaminan fidusia.

Contohnya, kreditur terlebih dahulu mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik objek jaminan fidusia. Namun, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya ingkar janji atau wanprestasi. Kewajiban debitur menyelesaikan piutangnya merupakan satu sisi yang tidak boleh dijadikan alasan melakukan teror disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap martabat debitur.

Baca juga: Cara Menagih Utang Sesuai Aturan Hukum

Hak Konsumen terhadap Tindakan Pihak Lessor

Proses eksekusi terhadap objek yang tidak dijamin fidusia pastinya tidak akan melalui badan penilai harga resmi atau pelelangan. Pemaksaan dalam mengambil kendaraan tersebut dianggap sebagai perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Dengan demikian, debitur dapat menggugat lessor jika kendaraannya dieksekusi secara paksa.

Selain itu, debitur yang gagal bayar tidak dapat dijerat dengan UU Jaminan Fidusia karena perjanjian yang dibuat dengan pihak lessor tidak sah. Namun, apabila debitur terbukti mengalihkan kendaraan ke orang lain, dia bisa dijerat KUHP pasal 372 terkait penggelapan. Oleh sebab itu, perjanjian fidusia sangatlah penting. Debitur berhak meminta perjanjian kredit kendaraan dijaminkan fidusia kepada pihak lessor. Apabila pihak lessor enggan mengurusnya, sebaiknya Anda tidak melakukan kredit di tempat tersebut, sebab pihak lessor tidak menghormati hak-hak konsumen.

Baca juga: Telat Perpanjang SIM? Jangan Panik! Ini Solusinya!

Cara Menghadapi Mata Elang

BLOG TEMPLATE 82
Cara Menghadapi Mata Elang yang Sita Motor Anda

Berikut beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk menghadapi mata elang:

  1. Usahakan jangan panik;
  2. Menepi di tempat ramai secara hati-hati, jika diberhentikan secara paksa di jalan;
  3. Cabut dan amankan kunci kontak kendaraan;
  4. Jangan panik dan bicaralah seperti biasa, tanyakan dan catat identitas mereka;
  5. Berikan mereka kesempatan untuk mengecek kendaraan dan jangan lupa difoto;
  6. Tanyakan identitas pemilik kendaraan yang tertera di buku mereka;
  7. Apapun yang terjadi, jangan berikan STNK kepada mereka;
  8. Jika memang ada masalah cicilan, bicarakan dengan baik-baik;
  9. Selain itu, jika memungkinkan, segera lunasi cicilan dengan mentransfer uang;
  10. Namun, apabila tidak dapat membayar cicilan, segera ke kantor cabang leasing untuk membicarakannya;
  11. Kemudian, jika tidak sanggup bayar, minta surat penarikan kendaraan (SPK) sebagai bukti legal.

Baca juga: Simak Hukum Tidak Membayar Utang dan Cara Mencegahnya!

Dapatkah Mata Elang Dikenakan Tindak Pidana?

Tindakan mata elang yang melakukan pemaksaan, kekerasan, dan ancaman dalam mengambil kendaraan debitur dapat dikenakan hukuman pidana. Pertama, perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.

Selain itu, tindakan mata elang atau debt collector yang menyita sepihak atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum dapat dilaporkan ke polisi, karena masuk kategori tindak pidana dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Sebab, mata elang sebenarnya tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa.

pihak lessor atau kreditur sebagai pihak yang memberi kuasa terhadap debt collector memiliki peran besar dalam menegakan etika penagihan. Misalnya, pelarangan mengeluarkan kata kasar atau memaki, larangan menggunakan ancaman maupun kekerasan dan mempermalukan. Kemudian tidak menagih kepada pihak yang tidak berhutang meskipun keluarga debitur. 

Baca juga: Risiko Membeli Kendaraan Bodong (Kendaraan Tanpa Surat)

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 4.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Resiko Membeli Kendaraan Bodong (Kendaraan Tanpa Surat)

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
  3.  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019

Referensi

  1. Tim Detik.com. “Polisi Beberkan Cara Hadapi Mata Elang yang Mau Sita Motor, Enggak Usah Takut!”. oto.detik.com. Diakses pada tanggal 01 Agustus 2023.