Peristiwa seseorang memiliki ketertarikan pada sepupu sendiri sering terjadi di Indonesia. Tak jarang hubungan percintaan antara sepupu ini ingin dilanjutkan ke tahap pernikahan. Dari kejadian tersebut, muncul banyak pertanyaan dari masyarakat, apakah menikahi sepupu sendiri diperbolehkan? Bagaimana aturan hukum menikahi sepupu sendiri dalam hukum Islam dan negara? Penjelasan dalam artikel berikut akan mengupas tuntas mengenai hukum menikahi sepupu.

Alasan Menikahi Sepupu

Umumnya, peristiwa menikahi sepupu sendiri didasari oleh beberapa alasan tertentu. Berikut beberapa alasan yang mendasari pernikahan antar sepupu:

  1. Rasa ketertarikan antar sepupu itu sendiri. Dari rasa cinta dan ketertarikan tersebut, pasangan antar sepupu memutuskan untuk menikah.
  2. Berkaitan dengan harta warisan. Umumnya, hal ini terjadi di kalangan keluarga menengah ke atas yang menjodohkan anak-anak mereka (antar sepupu) supaya semua harta berupa tanah, bisnis, dan properti tetap dikelola dan menjadi milik keluarga sendiri. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga harta tersebut, sebab mereka biasanya tidak ingin orang luar bergabung ke keluarganya.
  3. Hubungan pernikahan antar sepupu dianggap akan lebih mudah dibantu mencarikan solusi, ketika kedepannya terjadi masalah rumah tangga.
  4. Menikah dengan saudara sendiri juga dianggap lebih baik karena kedua keluarga sudah sama-sama tahu asal usul mereka dengan jelas.

Hukum Menikahi Sepupu Dalam Hukum Islam

Islam telah mengatur semua kehidupan umatnya termasuk pernikahan. Dikutip dari buku Fiqih Perempuan Kontemporer yang ditulis oleh Farid Nu’man Hasan (hlm. 208), sepupu bukanlah mahram dan termasuk sebagai orang yang boleh dinikahi. Jadi, hukum menikahi sepupu sendiri dalam Islam adalah diperbolehkan.

Diperbolehkannya menikahi sepupu sendiri dalam Islam juga diperkuat dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 50 yang artinya:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Selain itu, disebutkan bahwa diperbolehkan menikahi anak dari paman dan bibi atau sepupu, baik itu dari saudara ayah maupun ibu. Hal ini karena sepupu bukanlah termasuk mahram. Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat Islam. Pernikahan antar sepupu diperbolehkan asalkan ia terlepas dari kategori mahram yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, yang dikategorikan sebagai mahram atau orang yang tidak boleh dinikahi adalah ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi atau saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, keponakan, ibu sepersusuan, anak tiri, dan menantu. Hal ini sebagaimana didasarkan pada Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 23.

Selain itu, dalam hukum positif di Indonesia, aturan terkait pernikahan dalam islam terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (”KHI”). Pernikahan antar sepupu ini tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 39 KHI yang mengatur mengenai larangan menikah antara seorang pria dengan wanita sebagaimana dijelaskan berikut ini.

  1. Karena pertalian nasab dengan seorang perempuan yang:
    • Melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
    • Merupakan keturunan ayah atau ibu;
    • Merupakan saudara yang melahirkannya.
    • Karena pertalian kerabat semenda dengan seorang perempuan yang:
  2. Melahirkan istrinya atau bekas isterinya;
  3. Merupakan mantan istri orang yang menurunkannya;
  4. Merupakan keturunan istri atau mantan istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan mantan istrinya itu qobla al dukhul (belum berhubungan seksual);
  5. Merupakan mantan istri keturunannya.
  6. Karena pertalian sesusuan dengan:
    • Perempuan yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
    • Perempuan sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
    • Perempuan saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah;
    • Perempuan bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
    • Anak yang disusui oleh istri dan keturunannya.

Hukum Menikahi Sepupu Apakah Sah Secara Negara

Merujuk pada hukum positif di Indonesia, pernikahan antar sepupu tidaklah dilarang. Hal tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).

Menurut Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menjelaskan bahwa, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Artinya, sepanjang hukum agama masing-masing memperbolehkan kawin dengan sepupu maka perkawinan tersebut sah menurut hukum.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya tidak mengatur mengenai pilihan pasangan masing-masing. UU Perkawinan hanya mengatur sejumlah perkawinan yang dilarang. Pasal 8 UU Perkawinan menegaskan bahwa “Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

  1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
  2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seseorang dengan saudara neneknya;
  3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
  4. Berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
  5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau keponakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;

yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.”

Jadi, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hukum menikahi sepupu diperbolehkan dan tidak dilarang.

Syarat Menikahi Sepupu

Syarat menikahi sepupu sama saja seperti syarat menikah pada umumnya. Merujuk pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan (“Permenag No. 20 Tahun 2019”), pendaftaran nikah dilakukan secara tertulis dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen atau berkas persyaratan nikah berikut:

  1. Surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal calon pengantin.
  2. Foto kopi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran yang dikeluarkan oleh desa/kelurahan setempat.
  3. Foto kopi kartu tanda penduduk/resi surat keterangan telah melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (“KTP-el”) bagi yang sudah berusia 17 tahun atau sudah pernah melangsungkan nikah.
  4. Foto kopi kartu keluarga (“KK”).
  5. Surat rekomendasi nikah dari KUA Kecamatan setempat bagi calon pengantin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya.
  6. Persetujuan kedua calon pengantin.
  7. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon pengantin yang belum mencapai usia 21 tahun.
  8. Izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya.
  9. Izin dari pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan pengampu tidak ada.
  10. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai usia sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan.
  11. Surat izin dari atasan atau kesatuan jika calon mempelai berstatus anggota tentara nasional Indonesia atau kepolisian Republik Indonesia.
  12. Penetapan izin poligami dari pengadilan agama bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang.
  13. Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak atau buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum UU 7/1989.
  14. Akta kematian atau surat keterangan kematian suami atau istri dibuat oleh lurah atau kepala desa atau pejabat setingkat bagi janda atau duda ditinggal mati.

Setelah itu, Kepala KUA kecamatan/penghulu melakukan pemeriksaan terhadap dokumen nikah di atas, yang dilakukan di wilayah kecamatan tempat dilangsungkannya akad nikah, dengan menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali untuk memastikan ada atau tidak adanya halangan untuk menikah.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait hukum menikahi sepupu, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Bagaimana Hukum Menikahi Wanita Hamil?

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Al-Qur’an
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;
  3. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
  4. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.

Referensi

  1. Natasya Humaira. “Dalil Hukum Menikahi Sepupu dalam Islam, Begini Penjelasannya”. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6790348/dalil-hukum-menikahi-sepupu-dalam-islam-begini-penjelasannya. Diakses pada tanggal 11 September 2023.