Pernikahan antara WNI (Warga Negara Indonesia) dengan WNA (Warga Negara Asing), dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan perubahannya dikenal dengan perkawinan campuran. Perlu diketahui bahwa seorang WNA tidak secara otomatis memiliki harta properti bersama walaupun sudah resmi menjalin pernikahan dengan WNI. Biasanya solusi dari hal tersebut adalah dengan membuat akta pisah harta. Namun, ketika menikah dengan WNA, apa bisa buat akta pisah harta? Yuk pahami bersama terkait ketentuan akta pisah harta ketika menikah dengan WNA.

Akta Pisah Harta yang Menikah dengan WNA

Ketentuan dalam UU Perkawinan menjelaskan bahwa pasangan suami istri yang sudah menikah secara otomatis akan memiliki harta bersama. Harta bersama tersebut biasanya berupa aset properti seperti tanah, rumah tapak, rumah susun, serta harta bergerak yakni alat transportasi. Jenis harta tersebut yang akan menjadi sumber harta gono-gini ketika pasangan tersebut bercerai. Nantinya, harta bersama ini akan dibagi dua. Namun, penting untuk diingat bahwa aturan kepemilikan harta bersama tersebut tidak dapat berlaku untuk seorang WNA.

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU PA) menyatakan bahwa orang asing tidak dapat memiliki tanah dengan hak milik di Indonesia. Sehingga, walaupun sudah menikah dengan orang Indonesia, seorang WNA tidak bisa mempunyai tanah dengan status hak milik di Indonesia.

Kemudian, merujuk pada Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing, disebutkan bahwa aset tanah dan bangunan yang dimiliki WNI selama menikah dengan WNA tidak tergolong dalam harta bersama. Hal tersebut harus dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.

Jadi, apabila seorang WNI menikah dengan WNA tanpa adanya perjanjian/akta pisah harta, maka seluruh harta yang dihasilkan dalam perkawinan menjadi harta bersama suami istri. Sedangkan, dalam UU Agraria melarang kepemilikan tanah dan gedung oleh WNA di Indonesia (dengan sertifikat Hak Milik), dimana ketika WNI dan WNA menikah maka baik si WNI maupun WNA tidak dapat memiliki hak atas tanah dan bangunan (dengan sertifikat Hak Milik) di Indonesia.

Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjamin hak WNI yang menikah dengan WNA dalam memperoleh hak atas tanah dan bangunan (dengan sertifikat Hak Milik) di Indonesia, maka dapat dibuat dengan perjanjian/akta pisah harta. Sebab, dengan adanya perjanjian pisah harta, maka harta WNI dan WNA tidak lagi menjadi harta bersama. Hal ini menjadikan WNI yang menikah dengan WNA dapat memiliki hak atas tanah dan bangunan (dengan sertifikat Hak Milik) di Indonesia tanpa melanggar UU Agraria.

Prosedur Pembuatan Akta Pisah Harta dengan WNA

Perjanjian/akta pisah harta dapat dibuat sebelum perkawinan maupun pada saat berlangsungnya perkawinan. Akta ini harus dibuat dengan Akta Notaris yang selanjutnya disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan untuk kemudian didaftarkan ke Pengadilan supaya mengikat pula ke pihak ketiga. Beberapa hal yang diatur dalam perjanjian pisah harta ini pada umumnya sebagai berikut, namun tidak terbatas pada:

  1. Deskripsi mengenai harta bawaan, yaitu harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan dan lain-lain yang diperoleh secara cuma-cuma dalam perkawinan, menjadi hak masing-masing penerima dan/atau pemilik harta bawaan (suami / istri);
  2. Segala hutang yang dihasilkan sebelum dan sesudah perkawinan akan ditanggung oleh masing-masing pihak (suami / istri), tidak ditanggung bersama-sama;
  3. Masing-masing pihak (suami / istri) berhak melakukan pengurusan terhadap harta dan hutangnya masing-masing. Dalam hal ini maksudnya jika suami / istri hendak menjual atau membeli harta, tidak memerlukan izin dan kuasa dari pasangannya (without spouse consent).

Dengan demikian, perjanjian/akta pisah harta dapat dilakukan selama  perkawinan berlangsung (bukan hanya saat sebelum perkawinan dilangsungkan) dan perjanjian/akta pisah harta tidak hanya mengatur terkait perceraian, namun lebih kepada proteksi harta benda dan kelangsungan hidup keluarga serta penjaminan terhadap hak atas kepemilikan tanah dan bangunan (dengan Sertifikat Hak Milik) oleh WNI yang menikah dengan WNA.

UU Pembuatan Akta Pisah Harta dengan WNA

Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait pembuatan akta pisah harta dengan WNA:

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PU-XIII/2015 

Sejak adanya Putusan MK No. 69/PU-XIII/2015 yang mengubah Pasal 29 UU Perkawinan, perjanjian pisah harta dapat dibuat setelah dan selama dilangsungkannya perkawinan, artinya tidak harus dibuat sebelum perkawinan dan tidak boleh dibuat setelah terjadi perceraian.

  1. Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing

Ketentuan ini mengatur terkait aset tanah dan bangunan yang dimiliki WNI selama menikah dengan WNA tidak tergolong dalam harta bersama. Hal tersebut harus dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris. Oleh sebab itu, bagi WNI yang menikah dengan WNA dianjurkan untuk membuat akta pisah harta.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Pahami Ketentuan Pajak Pisah Harta

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PU-XIII/2015
  4. Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing

Referensi

  1. Rima Gravianty Baskoro. “Perjanjian Pisah Harta Setelah Dilangsungkannya Perkawinan”. https://www.rimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2017/06/PERJANJIAN-PISAH-HARTA-SETELAH-DILANGSUNGKANNYA-PERKAWINAN-RBP.pdf. Diakses pada 03 Januari 2024.
  2. Masya Famely Ruhulessin. “Meski Menikah dengan Orang Indonesia, WNA Tak Bisa Punya Harta Properti Bersama”. https://www.kompas.com/properti/read/2023/06/30/150000321/meski-menikah-dengan-orang-indonesia-wna-tak-bisa-punya-harta-properti. Diakses pada 03 Januari 2024.