Perjalanan suatu bisnis pasti tidak akan selalu berjalan lancar sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu hal yang kerap terjadi adalah gagalnya kerja sama atau partnership karena banyaknya alasan hingga akhirnya terjadi pembatalan perjanjian bisnis. Oleh sebab itu, penting bagi pengusaha untuk tahu bagaimana cara menghadapi pembatalan perjanjian bisnis. Simak penjelasannya berikut ini.

Apakah Perjanjian Bisnis Dapat Dibatalkan?

Suatu perjanjian bisnis dapat dibatalkan, namun harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Merujuk pada ketentuan Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula seolah-olah tidak ada suatu perjanjian. Sedangkan, syarat untuk terjadinya pembatalan suatu perjanjian adalah dengan adanya wanprestasi.

Wanprestasi merupakan keadaan dimana salah satu pihak (biasanya perjanjian) tidak memenuhi prestasi (janji yang sudah ditetapkan). Penuntutan pembatalan perjanjian harus dilakukan melalui pengadilan sehingga pembatalan perjanjian harus melalui putusan hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata.

Syarat Pembatalan Perjanjian Bisnis 

Suatu perjanjian dapat dibatalkan jika perjanjian tersebut bersifat timbal-balik, yakni perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Syarat tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi terhadap perjanjian yang dapat dibatalkan.

Pembatalan perjanjian bisnis dapat diminta oleh salah satu pihak dalam perjanjian yang merasa dirugikan. Suatu perjanjian dapat dimintakan pembatalan apabila:

  1. Perjanjian yang dibuat melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, yaitu perjanjian tersebut lahir karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) antara lain karena kekhilafan, paksaan atau penipuan, atau karena ketidakcakapan pihak dalam perjanjian (onbekwaamheid), sehingga berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar).
  2. Perjanjian yang dibuat melanggar syarat objektif sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 ayat (3) dan (4) KUH Perdata, perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat objek tertentu atau mempunyai penyebab yang tidak diperbolehkan seperti bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan, sehingga berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum (nietig)

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, perjanjian bisnis dapat dibatalkan apabila syarat subjektif tidak terpenuhi karena salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.

Pembatalan Perjanjian Bisnis Secara Sepihak 

Pada dasarnya perjanjian dapat dibatalkan sepihak, namun harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 1266 KUH Perdata yang intinya menyatakan bahwa perjanjian antara pihak harus memuat klausul “apabila salah satu pihak/pihak tertentu lalai melakukan kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam perjanjian, maka perjanjian dapat dibatalkan”.

Namun, keadaan tersebut juga tetap harus meminta penetapan pada pengadilan dan secara nyata ada salah satu pihak yang wanprestasi (ingkar janji). Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menyatakan ”Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Dari ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jika terjadi permintaan ganti rugi atas pembatalan perjanjian bisnis secara sepihak, harus memenuhi adanya pelanggaran hukum dan kerugian yang nyata. Suatu perjanjian bisnis yang dibuat secara tidak tertulis/lisan tidak mengurangi keabsahan perjanjian dan perjanjian itu tetap sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak.

Pada dasarnya, pembatalan perjanjian harus dimintakan ke pengadilan. Kemudian, karena adanya pembatalan perjanjian bisnis tersebut, pihak yang dirugikan berhak menerima penggantian biaya, kerugian dan bunga. Kemudian, pembatalan perjanjian bisnis secara sepihak dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Hukum Pembatalan Perjanjian Bisnis Secara Sepihak 

Hukum pembatalan perjanjian bisnis secara sepihak tanpa ada memenuhi syarat yang ditentukan merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018 yang menyatakan: “Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum”. Oleh sebab itu, atas perbuatan melawan hukum tersebut, seseorang dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk meminta ganti rugi atas tindakan salah satu pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa permintaan ganti rugi atas pembatalan perjanjian secara sepihak harus memenuhi adanya pelanggaran hukum dan kerugian yang nyata.

Cara Menghadapi Pembatalan Perjanjian Bisnis

Menurut Subekti, pembatalan perjanjian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

  1. Cara aktif, yaitu langsung dengan menuntut pembatalan di muka hakim
  2. Cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan alasan mengenai kekurangan perjanjian itu.

Merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018 yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Ketentuan terkait perbuatan melawan hukum tercantum dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Dalam gugatan perbuatan melawan hukum si penggugat harus dapat membuktikan semua unsur-unsur kesalahan pada si tergugat. Selain itu, dalam gugatan perbuatan melawan hukum dapat melakukan tuntutan pengembalian pada keadaan semula (reestitutio in integrum).

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait pembatalan perjanjian bisnis, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: 3 Tahap dan Unsur Dalam Perjanjian Bisnis

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018.

Referensi

  1. Rosa Agustina. Perbuatan Melawan Hukum. Depok: Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003.
  2. Ashinta Sekar Bidari. “Kajian Hukum Pembatalan suatu Akta Otentik sebagai Legal Cover Para Pihak terkait dengan Syarat-Syarat Sahnya suatu Perjanjian”. Ragam Penelitian Mesin. Vol. 8 No. 2 (2014).
  3. Prita Anindya. “Pembatalan Perjanjian sebagai Perbuatan Melawan Hukum”. Skripsi Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2009.