Pengangkatan anak atau yang biasa disebut adopsi anak, mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat. Biasanya, sepasang suami istri yang ingin mengadopsi anak akan mendatangi panti asuhan. Panti asuhan tentunya akan memperbolehkan anak untuk diadopsi kepada sepasang suami istri yang mampu untuk memberikan pemenuhan hak kepada anak tersebut dan memberikan kasih sayang secara penuh. Namun, bagaimana cara mengadopsi? Apakah benar diperbolehkan? Apakah hanya panti asuhan yang diperbolehkan melakukan adopsi anak? Yuk kita ulas secara menyeluruh terhadap adopsi anak di Indonesia. 

Hukum Adopsi Anak Di Indonesia

Merujuk pada peraturan perundang-undangan, adopsi anak dilindungi oleh Indonesia melalui Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, lebih tepatnya yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dengan memberikan definisi mengenai perlindungan anak yakni segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Peraturan turunan (lex specialis) UU Perlindungan Anak yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP No. 54 Tahun 2007”) yang memberikan pengertian mengenai anak angkat yakni anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. 

Jika melihat jenisnya, pengangkatan anak terdiri dari:

  1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (“WNI”), meliputi pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan; dan
  2. Pengangkatan anak antar WNI dengan Warga Negara Asing (“WNA”), meliputi pengangkatan anak WNI oleh WNA dan pengangkatan anak WNA di Indonesia oleh WNI.

Syarat Adopsi Anak Di Indonesia 

Merujuk pada Pasal 12 ayat (1) PP No. 54 Tahun 2007,  syarat anak yang dapat diadopsi adalah:

  1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
  2. Anak terlantar atau ditelantarkan;
  3. Dalam asuhan keluarga atau Lembaga Pengasuhan Anak; dan
  4. Memerlukan perlindungan khusus.

Lebih lanjut, Pasal 12 ayat (2) PP No. 54 Tahun 2007 menjabarkan usia anak yang dapat dilakukan adopsi adalah:

  1. Anak berusia 6 (enam) tahun prioritas utama;
  2. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai 12 (dua belas) tahun dapat diadopsi sepanjang memiliki alasan mendesak; dan
  3. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat diadopsi sepanjang anak membutuhkan perlindungan khusus.

Selain syarat-syarat yang diperlukan dari sisi sang anak, maka adapun syarat-syarat bagi calon orang tua yang ingin melakukan adopsi yang dituangkan kedalam Pasal 13 PP No. 54 Tahun 2007 sebagai berikut:

  1. Sehat jasmani dan rohani;
  2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun
  3. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;
  4. Berkelakukan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
  5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
  6. Tidak merupakan pasangan sejenis;
  7. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
  8. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
  9. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
  10. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan, kesejahteraan dan perlindungan anak;
  11. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
  12. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
  13. Memperoleh izin Menteri dan/ atau kepala instansi sosial.

Untuk pengangkatan  anak WNI oleh WNA, maka harus memenuhi syarat yakni:

  1. Memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
  2. Memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan
  3. Melalui lembaga pengasuhan anak.

Untuk pengangkatan anak WNA oleh WNI, maka harus memenuhi syarat yakni:

  1. Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia; dan
  2. Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak. 

Cara Adopsi Anak di Indonesia 

Prosedur adopsi anak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan anak. Berdasarkan peraturan hukum positif, ditegaskan bahwa adopsi yang dapat dilakukan, yakni:

  1. Permohonan pengangkatan anak telah memenuhi persyaratan dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan;
  2. Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.

Merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979, mencantumkan mengenai permohonan adopsi anak oleh WNI yakni didasari atas surat permohonan yang telah dibubuhi materai secukupnya dan dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis. Permohonan dapat diajukan dan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya.

Dalam hal ini, pemohon dapat didampingi/ dibantu seseorang tetapi pemohon (orang tua angkat) tetap harus hadir dalam pemeriksaan di persidangan. Surat permohonan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri daerah hukum yang meliputi tempat tinggal/ domisili anak tersebut. 

Dilansir dari Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, adapun prosedur umum pengangkatan anak melalui lembaga yakni:

  1. Calon orang tua angkat (“COTA”) datang ke Instansi Sosial Provinsi untuk menyampaikan ingin melakukan adopsi anak;
  2. COTA diarahkan untuk melakukan konsultasi ke Panti/ Yayasan yang diberikan izin oleh Gubernur;
  3. Setelah diberikan persetujuan oleh Instansi Sosial Provinsi, COTA melengkapi dokumen/ persyaratan yang diminta, seperti Surat Permohonan, Surat Nikah, Surat Akta Kelahiran Suami Istri, dan lainnya yang diserahkan kepada Instansi Sosial Provinsi;
  4. Setelah berkas lengkap, Instansi Sosial Provinsi dengan Panti/ Yayasan melakukan Home Visit I;
  5. Setelah Home Visit I, Instansi Sosial Provinsi dan Panti/ Yayasan membuat laporan sosial yang diketahui oleh Pejabat Instansi Sosial;
  6. Instansi Sosial Provinsi menerbitkan Surat Keputusan Izin Asuhan;
  7. Setelah penerbitan izin, Panti/ Yayasan akan melakukan Foster Care dan Penyerahan Anak;
  8. Pengasuhan anak dilakukan oleh COTA dalam kurun waktu kurang lebih 6 (enam) bulan. Bilamana COTA melalaikan kewajiban, maka Izin Asuhan dicabut dan dikembalikan ke Panti/ Yayasan;
  9. Setelah pengasuhan anak COTA kurang lebih 6 (enam) bulan, Instansi Sosial Provinsi dan Panti/ Yayasan melakukan kunjungan Home Visit II;
  10. Setelah Home Visit II, pihak petugas sosial membuat laporan perkembangan;
  11. Instansi Sosial Provinsi mengadakan sidang TIM PIPA untuk meneliti dan memeriksa berkas COTA;
  12. Setelah sidang TIM PIPA, Kepala Instansi Sosial Provinsi mengeluarkan Surat Keputusan Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak dan Surat Rekomendasi Kepala Instansi Sosial Provinsi untuk menindak-lanjuti proses pengangkatan anak ke pengadilan; 
  13. Setelah penerbitan Surat Rekomendasi Pengangkatan, COTA mengajukan proses pengangkatan anak ke Pengadilan untuk memperoleh penetapan sebagai anak angkat sah.
  14. Setelah penetapan pengadilan, COTA datang ke Instansi Sosial Provinsi dan Panti/ Yayasan untuk pencatatan data;
  15. COTA melakukan pencatatan Surat Penetapan Pengangkatan Anak (Catatan Pinggir) di Dinas Kependudukan Catatan Sipil;
  16. COTA harus melaporkan perkembangan anak setiap tahun sampai anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau dilaksanakan monitoring dan evaluasi oleh Instansi Sosial setempat.

Subjek yang Diperbolehkan Untuk Melakukan Adopsi Anak

Pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 telah ditegaskan subjek yang diperbolehkan untuk memberikan kuasa adopsi anak yakni:

  1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua kandung dengan orang tua angkat (private adoption) diperbolehkan.
  2. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/ belum menikah (single parent adoption) diperbolehkan.
  3. Calon anak angkat berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa Yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak. Yayasan Sosial ini harus mempunyai izin tertulis terlebih dahulu dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat.

Lebih lanjut, hal ini pun telah diatur pula dalam Pasal 13 PP 54/ 2007 bahwa pengangkatan anak diperbolehkan untuk diangkat oleh pasangan yang menikah dengan minimal memiliki usia pernikahan 5 (lima) tahun dan pada Pasal 14 pun telah ditegaskan pengangkatan oleh orang tua tunggal yakni seseorang yang tidak menikah atau janda/ duda dapat dilakukan bilamana mendapatkan izin dari Menteri. 

Biaya Adopsi Anak Di Indonesia 

Berdasarkan UU Perlindungan Anak yang bersinggungan dengan pengangkatan anak, tidak ada pengaturan secara signifikan mengenai pengenaan biaya bagi calon orang tua yang ingin melakukan adopsi anak. Sehingga dapat disimpulkan biaya adopsi pada penetapan di pengadilan tidak dipungut biaya apapun alias gratis. Meskipun gratis, namun pada faktanya tetap ada yang harus dikeluarkan oleh para calon orang tua yakni pada saat proses pengurusan adopsi anak yang diperkirakan dokumen-dokumen pendukungnya memerlukan biaya.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 3.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Apakah Hak Perwalian dan Hak Asuh Berbeda? Berikut Penjelasannya

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
  3. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979.

Referensi

  1.  Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, “Adopsi Anak”, dinsos.jogjaprov, diakses pada 12 Juli 2022, https://dinsos.jogjaprov.go.id/pelayanan-masyarakat-2/