Seiring perkembangan zaman, semakin mudah bagi kita untuk berinteraksi dengan individu dari negara lain. Hal ini membuat semakin banyak masyarakat Indonesia yang memilih pasangan untuk dinikahinya dari warga negara lain. Namun, bagaimana status anak dalam perkawinan campuran antar negara tersebut? Simak lebih lanjut artikel di bawah ini untuk mengetahui bagaimana status anak dalam perkawinan campuran.

Baca juga: Perwalian Anak Yatim Piatu: Proses Hukum, Hak, dan Tanggung Jawab Wali

Apa itu perkawinan campuran?

Definisi perkawinan campuran
Definisi perkawinan campuran (Sumber: Shutterstock)

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua individu yang berasal dari kewarganegaraan yang berbeda. Dalam konteks hukum Indonesia, perkawinan campuran merujuk pada perkawinan antara seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan seseorang yang berasal dari negara lain atau warga negara asing (WNA).

Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) berbunyi: 

Yang dimaksud perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena berbeda kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Berdasarkan Pasal 59 ayat 2 UU Perkawinan, menyatakan bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU Perkawinan. Namun, apabila perkawinan dilangsungkan di luar Indonesia, perkawinan tersebut harus sesuai dengan hukum yang berlaku pada negara tempat perkawinan tersebut dilangsungkan.

Walaupun perkawinan dilangsungkan di luar Indonesia, perkawinan tersebut tetap harus dipastikan turut mematuhi ketentuan hukum perkawinan di Indonesia.

Baca juga: Pengakuan Anak di Luar Nikah: Hak-Hak dan Proses Hukum di Indonesia

Dasar hukum status anak dalam perkawinan campuran

Dasar hukum status anak dalam perkawinan campuran diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam pasal-pasal di bawah ini:

  1. Pasal 4 ayat (c) dan (d): Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing atau anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
  2. Pasal 6 ayat (1): Anak yang lahir dari perkawinan campuran berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

Baca juga: Ancaman Hukum Memukul Anak Orang Lain

Status kewarganegaraan anak dalam perkawinan campuran

Status kewarganegaraan dari anak yang lahir dalam perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan warga negara asing secara hukum dianggap memiliki kewarganegaraan ganda. Namun, setelah usia anak tersebut menginjak 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah, anak tersebut harus memilih salah satu kewarganegaraan. Pernyataan dalam memilih kewarganegaraan tersebut harus dilakukan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak tersebut menginjak usia 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah.

Baca juga: Cara Mencegah dan Solusi Eksploitasi Anak

Hak-hak anak dalam perkawinan campuran

Di Indonesia, hak-hak anak hasil perkawinan campuran hampir sama pengaturannya dengan hak anak hasil perkawinan biasa. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB (ratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990), mengakui bahwa hak-hak anak harus dilindungi tanpa diskriminasi, termasuk anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran. Konvensi ini menetapkan beberapa hak anak yang relevan, seperti:

  • Hak untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang (Pasal 6).
  • Hak untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi (Pasal 19 dan Pasal 2).
  • Hak untuk diperlakukan tanpa diskriminasi terkait kewarganegaraan atau latar belakang keluarga (Pasal 2).
  • Hak untuk tetap berhubungan dengan kedua orang tua setelah perceraian (Pasal 9).

Baca juga: Ingin Adopsi Anak? Simak Syarat, Cara, dan Biayanya!

Tantangan dan kendala anak dalam perkawinan campuran

Tantangan dan kendala anak dalam perkawinan campuran
Tantangan dan kendala anak dalam perkawinan campuran (Sumber: Shutterstock)

Salah satu contoh tantangan anak dalam perkawinan campuran adalah ketika orang tua berpisah atau bercerai, hal tersebut berpengaruh pada masalah hak asuh anak yang menjadi lebih rumit. Hukum negara yang berbeda bisa mempengaruhi keputusan pengadilan mengenai hak asuh anak. Misalnya, Indonesia memberikan prioritas kepada ibu dalam hak asuh anak yang masih kecil, sementara hukum negara asing bisa berbeda. Selain itu, jika salah satu orang tua membawa anak ke luar negeri, bisa timbul isu hukum internasional seperti penculikan anak internasional (child abduction). 

Kendala dalam penyelesaian masalah diatas terdapat pada perbedaan sistem hukum yang dapat memperumit masalah hak asuh dan yurisdiksi internasional sekaligus prosedur hukum yang panjang dalam pengadilan internasional dapat menyebabkan anak berada dalam situasi yang tidak pasti.

Baca juga: Cara Mengurus Akta Kelahiran Anak dari Pernikahan Nikah Siri

Solusi untuk melindungi status anak dalam perkawinan campuran

Melindungi status anak dalam perkawinan campuran sangatlah penting, terutama terkait dengan hak-hak anak, kewarganegaraan, status hukum, dan perlindungan lainnya. Berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan guna melindungi status anak dalam perkawinan campuran:

  1. Pendaftaran perkawinan di negara yang relevan, pastikan perkawinan terdaftar baik di Indonesia maupun di negara asal pasangan asing. Hal ini untuk meminimalisir potensi sengketa status anak kelak.
  2. Penentuan kewarganegaraan yang jelas, orang tua perlu mengurus dokumen kewarganegaraan anak dengan segera setelah kelahiran, baik kewarganegaraan Indonesia maupun kewarganegaraan asing. Saat sudah menginjak usia tertentu dimana anak harus memilih salah satu kewarganegaraan, pastikan orang tua memberikan pemahaman kepada anak tentang hak dan kewajiban mereka.
  3. Pembuatan perjanjian pra-nikah atau pasca nikah, pembuatan perjanjian ini guna menghindari konflik hukum di kemudian hari. Perjanjian ini juga dapat mengatur perihal hak-hak anak, kewarganegaraan, hak asuh, nafkah, dan pembagian warisan. Adanya perjanjian ini akan memberikan kejelasan dan melindungi hak-hak anak apabila terjadi permasalahan di masa depan, seperti perceraian atau sengketa kewarganegaraan. 

Baca juga: Konsekuensi Nikah Siri Bagi Istri dan Anak: Dampak Hukum dan Sosial

Perqara telah melayani lebih dari 11.500 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 2.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Cara Mengurus Hak Anak dari Pernikahan Nikah Siri

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
  3. Convention on the Rights of the Child by United Nations