Tahukah Sobat Perqara, ketika pelaku usaha ingin mengedarkan produk yang dimilikinya, maka ada 1 (satu) syarat yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha agar seluruh masyarakat tanpa terkecuali dapat membeli dan menggunakan produk tersebut, yakni sertifikat halal MUI. Mayoritas masyarakat Indonesia yang memeluk agama islam memberikan aturan bagi pelaku usaha untuk memiliki sertifikat halal MUI yang ditandai dengan adanya label halal di produk tersebut.

Sertifikat halal bertujuan agar umat beragama Islam dapat mempercayai bahwa produk telah teruji kehalalannya sesuai dengan syariat Islam. Hal ini juga menjadi keuntungan bagi pemilik usaha agar ia bisa mengedarkan produknya lebih luas lagi. Untuk mengetahui lebih jelas apa itu sertifikat halal MUI, yuk simak penjelasan dibawah ini!

Dasar hukum sertifikat halal:

Aturan hukum mengenai penyelenggaraan sertifikat halal MUI tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu 2/ 2022) yang mengubah beberapa pasal yang terdapat dalam UU 33/ 2014. 

Baca juga: Kategori Produk Yang Wajib Punya Sertifikat Halal

Apa itu Sertifikat Halal MUI 

BLOG TEMPLATE 2024 05 14T181233.412
Memahami Lebih Dalam Sertifikat Halal MUI

Sebelum membahas lebih jauh sertifikat halal MUI, perlu diketahui terlebih dahulu produk yang menggunakan sertifikat halal MUI adalah barang dan/ atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Selanjutnya, pada Pasal 48 angka 1 Perppu 2/ 2022 yang mengubah Pasal 1 angka 10 UU 33/ 2014 memberikan definisi “sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang diterbitkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) berdasarkan fatwa halal tertulis atau penetapan kehalalan produk oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), MUI Provinsi, MUI Kabupaten/ Kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal“. 

Dari pengertian diatas, maka secara sederhana dapat diartikan bahwa sertifikat halal MUI adalah pengakuan kehalalan produk yang diterbitkan oleh BPJPH atau mendapatkan penetapan halal produk oleh MUI sehingga suatu produk akan mendapatkan jaminan produk halal yang dibuktikan dengan sertifikat halal tersebut. 

Baca juga: Cara Mengurus Izin PIRT Offline dan Online dengan Mudah

Tujuan Sertifikat Halal MUI 

Penyelenggaraan sertifikat halal MUI tentu memiliki tujuan. Berdasarkan dari UU 33/ 2014, tujuan dari adanya sertifikat halal MUI yakni:

  1. Memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk;
  2. Meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal;
  3. Menjamin semua produk yang beredar di masyarakat terjaminan kehalalannya;
  4. Menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, dimana sertifikat halal MUI ini memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat; dan
  5. Kepastian hukum terhadap suatu produk yang dibuktikan melalui sertifikat halal. 

Baca juga: Cara Mengurus Izin BPOM dengan Mudah

Badan yang Mengeluarkan Sertifikat Halal MUI 

BLOG TEMPLATE 2024 05 14T181510.749
Memahami Lebih Dalam Sertifikat Halal MUI

Berdasarkan pasal 48 angka 3 Perppu 2/ 22 yang mengubah Pasal 5 UU 33/ 2014, penyelenggaraan jaminan produk halal dilaksanakan oleh Menteri Agama. Untuk melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal ini, maka dibentuk BPJPH yang kedudukannya dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Berdasarkan kewenangannya, Pada pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/ 2021), BPJPH memiliki kewenangan yang salah satunya adalah menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk. 

Dengan demikian, BPJPH merupakan badan yang akan menerbitkan sertifikat halal. Namun, sebelum diterbitkan oleh BPJPH, keputusan mengenai kehalalan produk yang sudah sesuai dengan standar dan kriteria jaminan produk halal akan ditetapkan oleh MUI melalui sidang Komisi Fatwa MUI. Dari hasil tersebut, maka akan disampaikan kepada BPJPH untuk diterbitkan sertifikat halal.

Baca juga: Cara Mudah Urus Surat Izin Usaha untuk Bisnis Baru

Sanksi Hukum Tidak Mencantumkan Label Halal

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, sesuai dengan Pasal 4 UU 33/ 2014. Berdasarkan aturan hukum dalam PP 39/ 2021, pelaku usaha wajib melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal. Bilamana melanggar ketentuan itu, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Denda administratif (paling banyak Rp2.000.000.000,00);
  3. Pencabutan sertifikat halal; dan/ atau
  4. Penarikan barang dari peredaran.

Sanksi administratif diberikan oleh BPJPH bilamana pelaku usaha melanggar penyelenggaraan jaminan produk halal atas dasar Pasal 150 ayat (1) PP 39/ 2021, yaitu:

  1. Tidak mengikuti kewajiban pengajuan sertifikat halal (Pasal 49);
  2. Pelaku usaha tidak menerapkan sistem jaminan produk halal (Pasal 65);
  3. Pelaku usaha tidak mengajukan perpanjangan sertifikat halal (Pasal 82 ayat (2);
  4. Pelaku usaha tidak melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH (Pasal 84 ayat (1);
  5. Pelaku usaha tidak mencantumkan label halal pada produk yang telah mendapatkan sertifikat halal (Pasal 87 ayat (1);
  6. Pelaku usaha tidak mencantumkan keterangan tidak halal bagi produk yang menggunakan bahan yang diharamkan (Pasal 92 ayat (1));
  7. Pelaku usaha tidak mencantumkan keterangan halal berupa gambar, tulisan, dan/ atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan (Pasal 93);
  8. Produk pelaku usaha yang telah diterbitkan oleh lembaga halal luar negeri yang bekerja sama saling pengakuan sertifikat halal dengan BPJPH wajib diregistrasi sebelum diedarkan di Indonesia (Pasal 127 ayat (2);
  9. Pelaku usaha tidak mencantumkan nomor registrasi (Pasal 132 ayat (4);
  10. Pelaku usaha tidak memperpanjang registrasi sertifikat halal luar negeri (Pasal 134 ayat (2);
  11. Pelaku usaha tidak mengajukan sertifikat halal pada barang dan/ atau jasa (Pasal 135 ayat (1).

Baca juga: Ingin Memiliki Bisnis? Kenali Istilah Hukum Dagang!

Contoh Sertifikat Halal MUI 

pasted image 0 2
Sumber: Ayam Betutu Ibu Nia

Baca juga: Ide Bisnis Dicuri, Simak Cara Melaporkannya

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait sertifikasi halal, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Simak Syarat Dan Cara Mendapatkan Sertifikat Halal

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
  3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.