Dalam menjalin hubungan kerja, perjanjian atau kontrak kerja sangat penting untuk dipahami. Perjanjian ini akan dijadikan sebagai salah satu acuan ketika terjadinya sengketa antara pekerja dan perusahaan. Seperti jika perusahaan gagal membayarkan upah karyawan, perusahaan/karyawan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan lainnya.

Perjanjian kerja memberikan jaminan kepada kedua belah pihak untuk bekerja sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam kontrak. Lantas, apa konsekuensi jika salah satu melanggar kontrak kerja baik bagi perusahaan maupun pekerja? Bagaimana sanksinya jika melanggar kontrak kerja? Simak penjelasan di bawah ini.

Apa Itu Kontrak Kerja?

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) perjanjian kerja atau yang biasa kerap disebut juga dengan ‘kontrak kerja’ adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Kontrak kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Umumnya, kontrak kerja akan diberikan sebelum pekerjaan tersebut dimulai oleh calon karyawan. Di dalam kontrak ini akan tercantum dengan jelas dan terperinci mengenai hak dan kewajiban calon karyawan ketika bekerja. Selain itu, kontrak kerja juga akan berisikan serangkaian peraturan kerja yang wajib dipatuhi oleh calon karyawan.

Fungsi Kontrak Kerja Bagi Perusahaan Dan Karyawan 

Berikut ini fungsi adanya kontrak kerja bagi perusahaan dan karyawan, antara lain untuk:

  1. Menegaskan hak dan kewajiban para pihak secara individual. Segala perbuatan yang dilakukan karyawan maupun perusahaan tidak boleh bertentangan dengan kontrak kerja.
  2. Menjadi acuan ketika ingin menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan terjadi kedepannya antara karyawan dan perusahaan.
  3. Memberikan kepastian bagi kedua belah pihak, agar melakukan pekerjaan sesuai hak dan kewajiban yang tertera dalam kontrak kerja.
  4. Dengan adanya kontrak kerja, dapat menghindari perselisihan, baik dari sisi perusahaan maupun karyawan sebab terdapat kepastian aturan yang sudah disepakati sejak awal.

Terlebih jika merujuk pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.” 

Dengan demikian artinya kontrak kerja yang telah dibuat dan disepakati antara karyawan dan perusahaan akan berlaku seperti undang-undang antara kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan baik.

Dasar Hukum Kontrak Kerja Menurut Undang-Undang

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan:

Kontrak kerja dibuat atas dasar:

  1. Kesepakatan kedua belah pihak;
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum:
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
  4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila kontrak kerja huruf a dan b yang dibuat oleh para pihak, bertentangan dengan ketentuan, maka kontrak kerja dapat dibatalkan. Sedangkan, jika kontrak kerja huruf c dan d dibuat oleh para pihak dengan bertentangan pada ketentuan yang sudah ada maka kontrak kerja batal demi hukum.

Kontrak kerja yang sudah dibuat, tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 81 angka 16 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang memuat perubahan terhadap Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan:

Kontrak kerja dapat berakhir apabila:

  1. pekerja/buruh meninggal dunia
  2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
  3. selesainya suatu pekerjaan tertentu
  4. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  5. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang  dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Sanksi Melanggar Kontrak Kerja 

Perusahaan

Berdasarkan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa:

“Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/ atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.” 

Atas dasar ini, maka perusahaan tidak boleh memberikan pekerjaan diluar dari apa yang telah diperjanjikan atau mengubah hal-hal yang telah diatur sedari awal tanpa adanya persetujuan pekerja. 

Misalnya, pekerjaan yang diberikan pada pekerja tidak sesuai dengan apa yang dituangkan kedalam kontrak. Dalam hal ini, secara jelas bahwa perusahaan melanggar kontrak kerja dan melanggar Pasal 52 huruf c UU Ketenagakerjaan mengenai “adanya pekerjaan yang diperjanjikan”. Bilamana melanggar hal ini, maka kontrak kerja antara perusahaan dan pekerja batal demi hukum/ sedari awal dianggap tidak pernah ada kontrak itu. 

Selain itu, sanksi pidana juga dapat diberikan kepada perusahaan yang diduga melakukan beberapa pelanggaran dalam UU Ketenagakerjaan, khususnya yang diatur pada Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang memuat perubahan atas Pasal 185 sampai 188 UU Ketenagakerjaan.

Karyawan 

Karyawan yang melanggar kontrak kerja juga dapat diberikan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan karyawan, misalnya seperti:

  1. Karyawan yang berhenti kerja tanpa alasan yang jelas.

Dimana karyawan tersebut sudah tidak hadir bekerja secara berturut-turut dalam waktu yang cukup lama tanpa adanya pemberitahuan yang jelas kepada perusahaan. Jika hal ini terjadi, maka karyawan dapat dikenakan sanksi pemberian surat peringatan maksimal 3 kali sebagaimana diatur dalam Pasal 161 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

Apabila karyawan melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah karyawan yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan tersebut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (bulan), kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”

Selain itu, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, ketentuan pada ayat (1) tersebut tidak akan berlaku jika karyawan terbukti mengalami alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Karyawan yang berhenti kerja tanpa alasan yang jelas juga dapat terancam dikenakan sanksi lain berupa penurunan jabatan, namun hal ini kembali pada masing-masing kebijakan perusahaan.

  1. Karyawan yang terlambat bekerja

Pengaturan mengenai keterlambatan kehadiran karyawan pada jam masuk perusahaan akan diatur dan ditegaskan dalam kontrak kerja dan/atau peraturan perusahaan. Misalnya diberlakukan denda apabila karyawan terlambat bekerja, besaran denda yang diberikan akan sesuai kebijakan perusahaan dan sudah disepakati oleh karyawan.

Selain itu, karyawan yang terlambat dapat dikenakan pemotongan upah. Dimana berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dinyatakan pemotongan upah oleh perusahaan boleh dilakukan untuk pembayaran denda. Ini artinya upah karyawan dapat dipotong ketika karyawan mengalami keterlambatan. 

Konsekuensi Melanggar Kontrak Kerja Bagi Karyawan

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, penalti dapat diberikan oleh perusahaan kepada karyawan bilamana karyawan mengakhiri hubungan kerja sebelum waktu yang telah disepakati dalam kontrak kerja. Penalti dalam ketentuan ini adalah denda yang dikeluarkan oleh karyawan karena telah mengundurkan diri sebelum jangka waktu yang telah disepakati oleh para pihak (pengusaha dan pekerja) atau sebelum jangka waktu kontrak kerja habis. 

Hal ini secara tegas tertuang dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”

Secara sederhana, pekerja yang mengundurkan diri yang mana jangka waktu kontrak kerjanya masih tersisa 2 bulan, maka harus membayar denda sebesar jumlah gaji x 2 bulan.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Ketenagakerjaan, Perqara telah menangani lebih dari 550 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: 9 Hal yang Harus Ada Pada Isi Kontrak Kerja

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan