Kesejahteraan masyarakat masih menjadi isu yang perlu diperhatikan. Khususnya kesejahteraan ibu dan anak. Data-data terkini masih memperlihatkan tingginya kematian pada ibu hamil dan bayi, kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, hingga bayi yang lahir dan tumbuh dalam keadaan stunting. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam kesejahteraan masyarakat khususnya ibu dan anak adalah menyusun regulasi atau aturan, layaknya undang-undang. Sobat Perqara, di bawah ini kita akan membahas Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (“RUU KIA”).

Unsur-Unsur Pengaturan RUU KIA

Sejak diusulkan pada 2019, DPR menyusun naskah akademik dan rancangan undang-undang (“RUU”) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (“RUU KIA”). Pasalnya, RUU ini juga menjadi salah satu rancangan yang masuk ke dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas pada 2022. Hal ini muncul sebagai bukti upaya pemerintah dalam mewujudkan ibu dan anak yang sehat, cerdas, kreatif, produktif, dan baik. Dengan begitu, adapun 2 unsur utama yang diatur dalam RUU ini ialah mengenai ibu dan anak, terutama dalam menerima hak-haknya. 

Diaturnya 2 unsur tersebut secara bersamaan pun pada dasarnya disebabkan adanya korelasi yang mendalam antara ibu dan anak, yang mana ibu yang sehat dan sejahtera akan melahirkan anak dengan kondisi tumbuh kembang yang optimal pula. Dalam hal ini, ketika anak memiliki tumbuh kembang yang baik, maka akan melahirkan potensi sumber daya manusia yang unggul bagi Indonesia.

Urgensi Pengaturan RUU KIA

Adapun urgensi mendalam dari RUU KIA sendiri, dapat ditemukan dengan fakta-fakta empiris masyarakat, seperti: a) Tingginya angka kematian ibu dan bayi; b) Kurangnya koordinasi lintas sektoral terkait pemetaan, perencanaan, penganggaran, serta penyelenggaraan program kesejahteraan ibu dan anak antar kementerian/lembaga dan organisasi perangkat daerah; serta c) Minimnya perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi bagi ibu, dimana kerap kali terjadi di lingkungan kerja dan ruang publik. 

Pro dan Kontra Terhadap RUU KIA

Badan Legislasi (“Baleg”) DPR menyepakati bahwasanya RUU KIA perlu untuk dibahas lebih lanjut dalam pembicaraan bersama pemerintah. Hal ini berkaitan dengan tahapan harmonisasi yang dilakukan di DPR sendiri. Adapun hal tersebut didorong dengan adanya permintaan pendalaman oleh dua partai pada parlemen yang terkini, yaitu Golkar dan PAN. 

Pendalaman ini sejatinya telah menandakan perlunya RUU KIA di tengah masyarakat hukum Indonesia. Meskipun demikian, melalui peraturan yang telah disusun, tidak dapat dipungkiri bahwasanya ada saja pendapat berbeda terhadap urgensi dan pentingnya RUU ini. Dalam hal ini, timbul sejumlah argumentasi kontra terhadap RUU KIA, yang mana dapat diuraikan sebagai berikut: 

Pertama, argumen kontra yang pertama lahir dari pendefinisian kesejahteraan masyarakat dalam hal ini yaitu ibu dan anak yang sepatutnya ditekankan dalam RUU KIA. Pasalnya, muncul keraguan dari sejumlah pihak bahwa kesejahteraan ini akan menjadi begitu fluktuatif dan subyektif, sehingga hanya akan membebani negara dengan kewajiban baru yang patut ditanggung oleh anggaran negara. Hal ini ditekankan dengan melihat berbagai program kesejahteraan pemerintah yang kemudian tidak berjalan dengan maksimal, sebab dihalangi dengan persoalan pembiayaan, contohnya BPJS Kesehatan. 

Kedua, argumen kontra terkait indikasi pengulangan aturan yang mengatur hak cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja. Dalam hal ini, terdapat anggapan bahwa sejumlah pengaturan terkait cuti melahirkan justru kontraproduktif dengan kompensasi dan jangka waktu serupa yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang sebagaimana diatur pada Pasal 83 UU ini. Kontraproduktif ini lahir ketika Pasal 5 ayat (2) RUU KIA memberikan setidak-tidaknya 6 bulan untuk cuti melahirkan, sedangkan UU Ketenagakerjaan menuangkan bahwa pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan

Dari kedua argumen kontra di atas, maka sudah sepatutnya harmonisasi RUU KIA memang dilakukan badan legislatif secara menyeluruh dengan pendalaman yang terstruktur dan sinergis bersama pemerintah yang ada. 

Yuk Sobat Perqara dukung kesejahteraan ibu dan anak demi masa depan bangsa Indonesia yang cerdas dan berkualitas.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Ketenagakerjaan, Perqara telah menangani lebih dari 1.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami. 

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait kesejahteraan masyarakat khususnya kesejahteraan ibu dan ank, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ingin Adopsi Anak? Simak Syarat, Cara, dan Biayanya!

Dasar Hukum

  1. Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
  2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Reference

  1. Dpr.go.id, “RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.” https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/308. Diakses 13 Juni 2022.