Tindakan memaksa karyawan untuk resign oleh pihak perusahaan tak jarang terjadi dalam dunia pekerjaan. Alasan karyawan dipaksa resign pun beragam, mulai dari efisiensi perusahaan sampai perusahaan dinyatakan pailit. Hal ini dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk menghindari pembayaran pesangon. Padahal dalam berdasarkan aturan yang berlaku, resign harus diajukan oleh karyawan secara sukarela. Oleh sebab itu, mari pahami bersama terkait ketentuan hukum terkait karyawan dipaksa resign dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Anda Terkena Demosi? Pahami Aturan Hukumnya!
Pengertian Dipaksa Resign
Dipaksa resign merupakan kondisi dimana karyawan diminta untuk mengundurkan diri oleh perusahaan, tanpa adanya keterangan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan. Sehingga, perusahaan tersebut terbebas dari kewajiban membayar pesangon untuk karyawan tersebut. Hal ini tentunya menyalahi aturan, karena pengunduran diri oleh karyawan harus dilakukan atas keinginan dari karyawan atau bersifat sukarela.
Ciri-Ciri Anda Dipaksa Resign
Kenali ciri-ciri seorang karyawan dipaksa resign berikut ini:
- Karyawan melakukan kesalahan sehingga merugikan perusahaan.
- Atasan selalu menyalahkan karyawan dengan alasan yang tidak umum.
- Suasana kantor dibuat tidak nyaman untuk karyawan tertentu.
- Diberhentikan secara lisan tanpa surat keterangan.
- Pihak perusahaan menyampaikan secara langsung kepada karyawan tertentu untuk mengundurkan diri atau resign.
Baca juga: Apakah Pekerja Resign Dapat Pesangon?
Ketentuan Hukum Soal Paksaan Resign
Pada dasarnya pengakhiran hubungan kerja dengan alasan pekerja mengundurkan diri atau resign hanya dapat dilakukan atas kemauan pekerja yang bersangkutan atau sifatnya sukarela, berdasarkan Pasal 81 angka 45 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU No. 6 Tahun 2023”), yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Merujuk pada pasal tersebut menjelaskan bahwa, karyawan mengundurkan diri atas kemauan diri sendiri dan memenuhi syarat sebagai berikut:
- Mengajukan surat pengunduran diri minimal 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri.
- Tidak sedang dalam ikatan dinas
- Telah menyelesaikan seluruh tugas dan tanggung jawabnya.
Namun, apabila karyawan akhirnya menyampaikan surat pengunduran diri, maka surat itu dianggap sah sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Oleh sebab itu, penting bagi karyawan untuk dapat membuktikan adanya “paksaan” dalam pembuatan dan penandatanganan surat pengunduran diri tersebut.
Sanksi Hukum Bagi Pemberi Kerja
Sanksi hukum bagi pemberi kerja yang memaksa karyawan resign tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang. Namun, jika terbukti secara hukum karyawan dipaksa resign, surat pengunduran diri tersebut dapat diminta pembatalan dan hak pekerja dapat menggugat tindakan PHK sepihak itu ke pengadilan hubungan industrial.
Selain itu, perlu diketahui bahwa jika salah satu pihak menghentikan kerja sama sebelum waktu perjanjian berakhir, maka pihak yang menghentikan kerjasama wajib melakukan penggantian kerugian kepada pihak yang lainnya sebesar sampai waktu perjanjian yang telah ditentukan berakhir, berdasarkan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan. Ketentuan ini berlaku bagi karyawan maupun pihak perusahaan.
Baca juga: Sanksi Perusahaan Cicil Gaji Karyawan
Langkah Hukum yang Dapat Diambil
Langkah pertama yang harus dilakukan ketika karyawan dipaksa resign oleh perusahaan yaitu membuktikan bahwa terdapat paksaan atau tekanan untuk melakukan resign, sebagai bukti dalam mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.
Namun, sebelum sampai ke pengadilan hubungan industrial, terlebih dahulu perlu diupayakan penyelesaian secara bipartit antara pihak perusahaan dan karyawan. Apabila perundingan itu tidak berhasil, perselisihan berlanjut ke dinas ketenagakerjaan setempat untuk diselesaikan antara lain melalui proses mediasi oleh petugas mediator. Petugas mediator akan menerbitkan rekomendasi untuk kedua pihak dalam menyelesaikan perkara.
Apabila rekomendasi itu juga tidak mampu menyelesaikan persoalan, karyawan dapat melakukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial. Karyawan harus menyiapkan segala bukti yang menunjukkan bahwa karyawan tersebut mendapatkan paksaan. Jika karyawan dapat membuktikan bahwa ada unsur tekanan dalam surat pengunduran diri, maka hak sebagai seorang karyawan dapat diperjuangkan melalui pengadilan hubungan industrial.
Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Ketenagakerjaan, Perqara telah menangani lebih dari 550 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Apakah Magang Digaji? Simak Aturan Hukum Magang
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Referensi
- M. Nurhadi. “Karyawan Dipaksa Resign Perusahaan, Jangan Takut Begini Cara Lapornya”. https://www.suara.com/news/2023/02/23/081717/karyawan-dipaksa-resign-perusahaan-jangan-takut-begini-cara-lapornya. Diakses pada 25 Maret 2024.