Istilah hukum positif pasti terdengar asing di telinga. Istilah ini merupakan bahasa dalam bidang hukum. Menurut Bagir Manan, hukum positif atau dikenal juga dengan sebutan “ius constitutum” adalah kumpulan asas atau kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia.

Hukum positif sebaiknya harus dipahami oleh semua lapisan masyarakat agar dapat menjalankan hak dan kewajiban dengan baik. Yuk pahami lebih dalam mengenai hukum positif pada artikel berikut ini.

Baca juga: Mengenal Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata

Sumber Hukum Positif 

BLOG TEMPLATE 84
Apa Itu Hukum Positif? Yuk Kenalan dengan Istilah Hukum Ini!

Pasal 1 ayat (1) dan (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan (“TAP MPR III/MPR/2000”) menyebutkan bahwa sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

Pasal 1 ayat (3) TAP MPR III/MPR/2000 menyebutkan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”), yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  3. Persatuan Indonesia;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
  5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; dan
  6. Batang Tubuh UUD 1945.

Sumber hukum dapat diartikan suatu bahan yang digunakan sebagai dasar oleh Pengadilan dalam memutus suatu perkara. Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum membedakan sumber hukum dalam arti formil dan materiil. Sumber hukum formil adalah bersifat operasional yang berhubungan langsung dengan penerapan hukum. Sedangkan sumber hukum materiil adalah sumber yang berasal dari substansi hukum.

Sumber Hukum Formil

Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang menentukan bentuk dan sebab terjadinya suatu peraturan. Sumber hukum formil terdiri atas:

  1. Undang-Undang

Undang-Undang adalah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang ditaati oleh penguasa negara maupun masyarakat. Di Indonesia yang dapat membentuk Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan ersetujuan Presiden. Undang-undang dibentuk untuk menjadi dasar mengatur kehidupan rakyat Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Contohnya adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Perundang-Undangan dan sebagainya.

  1. Adat dan Kebiasaan

Kebiasaan adat merupakan sumber kaidah. Di Indonesia, kebiasaan dan adat adalah 2 hal yang berbeda. Utrecht membedakan hukum adat dan kebiasaan sebagai berikut:

  • Hukum adat asal usulnya bersifat sakral dan merupakan kehendak nenek moyang, ajaran agama, serta tradisi rakyat yang dipertahankan oleh para penguasa adat untuk diimplementasikan bagi para penganutnya. Sedangkan, kebiasaan adalah tingkah laku yang tetap, normal, dan terus dilakukan berulang-ulang. Namun hukum kebiasaan dapat dijadikan sebagai hukum nasional Indonesia yang asli selama kebiasaan tersebut terus diterapkan;
  • Hukum adat dapat terdiri atas kaidah yang tidak tertulis maupun tertulis. Sedangkan kebiasaan hanya menjadi kaidah hukum yang tidak tertulis namun tetap dipatuhi.

  1. Traktat

Traktat adalah perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Biasanya memuat peraturan hukum. Beberapa jenis traktat adalah sebagai berikut:

  • Traktat Bilateral, yaitu traktat yang terjadi antara 2 negara saja;
  • Traktat Multilateral, yaitu traktat yang dibuat oleh lebih dari 2 negara;
  • Traktat Kolektif, yaitu traktat multilateral yang membuka kesempatan bagi mereka yang tidak ikut dalam perjanjian itu untuk menjadi anggotanya.

  1. Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur dalam Undang-Undang. Yurisprudensi dijadikan sebagai suatu pedoman bagi para hakim lain untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama. Hal ini dilakukan para hakim karena terdapat kekosongan hukum yang berarti ada hal-hal yang belum diatur dalam UU atau masih belum jelas, sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan terhadap suatu perkara. 

Penggunaan keputusan hakim terdahulu juga bisa terjadi karena hakim yang bersangkutan memiliki pendapat yang sama dengan keputusan hakim yang dulu, terutama apabila isi dan tujuan Undang-undang sudah tidak sesuai dengan keadaan sosial yang nyata pada waktu kemudian. Sangatlah wajar apabila keputusan hakim lain dipergunakan.

  1. Doktrin 

Doktrin adalah suatu pernyataan atau pendapat ahli hukum yang terkenal. Hasil pernyataan ahli tersebut telah disepakati oleh seluruh pihak. Umumnya, memang penyelesaiaan perkara akan didasari oleh pengaturan Undang-Undang, Perjanjian Internasional maupun Yurisprudensi. Tetapi, apabila ketiga sumber tersebut tidak mampu memberi jawaban atas suatu perkara, pendapat para ahli hukum bisa digunakan untuk mempertimbangkannya. Nantinya, penggunaan doktrin akan berubah menjadi putusan hakim.

Baca juga: Pahami Peran dan Tanggung Jawab Notaris untuk Mencegah Penipuan Notaris

Sumber Hukum Materiil

Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang ditinjau dari aspek asal atau tempat di mana materi atau isi suatu hukum diambil. Sumber hukum materiil tidak mendapat pengakuan secara formal oleh sistem hukum, sehingga tidak dapat langsung membentuk hukum. Adapun sumber hukum materiil berasal dari perasaan atau pengalaman masyarakat, antara lain kondisi sosial-ekonomi, sejarah, sosiologi, hasil penelitian ilmiah, agama moral, akal budi, hubungan sosial, dan sebagainya.

Contoh sumber hukum materiil dapat dilihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)  dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). KUHP dari segi materiilnya adalah pidana umum, kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan KUHPerdata lebih mengatur masalah individu sebagai subjek hukum dan benda sebagai objek seperti perikatan, perjanjian, pembuktian, dan sebagainya.

Baca juga: Mengenal Pledoi: Hak Terdakwa di Sidang Pidana

Contoh Hukum Positif yang Berlaku di Indonesia 

BLOG TEMPLATE 85
Apa Itu Hukum Positif? Yuk Kenalan dengan Istilah Hukum Ini!

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) menyebutkan Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang terdiri sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”)

UUD 1945 adalah dasar hukum tertulis yang dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan lain karena UUD 1945 adalah sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia. Semenjak berlaku pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen (perubahan) yang dilakukan oleh MPR yaitu pada tahun 1999 untuk amandemen pertama, tahun 2000 untuk amandemen kedua, tahun 2001 untuk amandemen ketiga, dan tahun 2002 untuk amandemen keempat.

  1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“TAP MPR”)

TAP MPR adalah produk hukum MPR yang mengikat. Contohnya adalah TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-Undangan.

  1. Undang-Undang (“UU”)/Peraturan Pemerintah Pengganti UU (“PERPPU”)

Sesuai Pasal 1 angka 2 UU 12/2011, Perpu adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. 

Perpu akan dikeluarkan oleh Presiden karena kepentingan atau keadaan yang memaksa. Contohnya adalah PERPPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Sedangkan Pasal 1 angka 3 UU 12/2011 menyatakan bahwa UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan Presiden. UU memiliki kedudukan sebagai landasan bagi rakyat untuk mewujudkan tujuan negara sekaligus menjadi prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya. 

Contohnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

  1. Peraturan Pemerintah (“PP”)

Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. PP ditetapkan oleh Presiden sebagai pelaksana kepala Pemerintahan. Contohnya adalah PP Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Dari Pengenaan Bea Meterai.

  1. Peraturan Presiden (“PERPRES”)

Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Hal ini sesuai definisi dari Pasal 1 angka 6 UU 12/2011. Contohnya adalah PERPRES Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita Ibu Kota Nusantara.

  1. Peraturan Daerah (“PERDA”)

PERDA terbagi menjadi 2 yaitu PERDA Provinsi dan PERDA Kabupaten/Kota. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 12/2011, PERDA Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Contohnya adalah PERDA Provinsi Kalimantan Barat Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU 12/2011, PERDA Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Contohnya adalah PERDA Kabupaten Bantul Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Bantul.

Baca juga: Apa Kasus yang Bisa Dihukum Penjara Seumur Hidup?

Perbedaan Hukum Positif dan Negatif

Setelah membaca penjelasan di atas, Sobat Perqara dapat mengetahui bahwa hukum positif atau yang disebut sebagai “Ius Constitutum” adalah hukum yang sedang berlaku dan mengikat pada saat ini dan dijadikan landasan bagi setiap orang untuk berperilaku. Misalnya seperti Undang-Undang, KUHP, KUHPerdata.

Sedangkan hukum negatif atau yang juga disebut sebagai “Ius constituendum” adalah hukum yang dicita-citakan di masa depan atau hukum yang akan berlaku di masa yang mendatang misalnya seperti Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas oleh DPR.

Baca juga: Laporan Polisi Tidak Diproses? Pahami Cara Mengatasinya

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun. 

Baca juga: Pelajari 3 Manfaat MoU beserta Cara Membuatnya

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan.
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Referensi

  1. Manan, Bagir. Hukum Positif Indonesia (Satu Kajian Teoritik). Yogyakarta: FH Universitas Islam Indonesia Press, 2004.
  2. Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi). Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. 
  3. Utrecht, E. Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Cetakan 11). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989. 
  4. Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
  5. Fasawwa, Syaima Sabine. “Sumber Hukum Tata Negara Indonesia: Materiil dan Formil”, Desember 16, 2021. Diakses pada 22 Agustus 2022. Tirto Id