Kamu pasti pernah dengar istilah kumpul kebo, kan? Ini istilah buat pasangan yang tinggal bareng tanpa menikah. Nah, banyak yang penasaran, apa sih hukumnya di Indonesia? Apakah bisa kumpul kebo bikin orang dipenjara? Yuk, kita bahas dengan bahasa yang simpel supaya makin jelas!
Baca juga: BAP Adalah: Pengertian, Fungsi, dan Contoh dalam Proses Hukum
Apa itu kumpul kebo?


Kumpul kebo adalah istilah yang digunakan masyarakat Indonesia untuk dua orang yaitu antara laki-laki dan perempuan yang hidup bersama, namun tidak terikat dalam pernikahan yang sah secara hukum maupun agama.
Sederhananya, mereka seperti suami istri, tinggal satu rumah, tapi belum menikah. Biasanya ini jadi bahan omongan masyarakat karena dianggap tidak sesuai norma dan adat di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kesusilaan.
Baca juga: Pasal Mengganggu Rumah Tangga Orang Lain
Aturan hukum di Indonesia tentang kumpul kebo
Selama bertahun-tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP lama”) tidak secara spesifik mengatur kumpul kebo sebagai tindak pidana. Perbuatan ini hanya dianggap sebagai pelanggaran hukum jika terjadi perzinaan (persetubuhan di luar nikah) dan dilaporkan oleh pihak yang berwenang untuk melakukan pengaduan tersebut (delik aduan), berdasarkan Pasal 284 KUHP Lama.
Namun, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP Baru”), ada perubahan signifikan. KUHP Baru secara eksplisit mengatur tentang kohabitasi atau kumpul kebo.
Pasal 412 ayat (1) KUHP Baru menyatakan bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dapat dipidana. Ini menjadi landasan hukum yang jelas untuk menjerat pelaku kumpul kebo.
Baca juga: Simak Cara Menghadapi Pemerasan VCS!
Apakah kumpul kebo bisa dipenjara?


Jawabannya adalah ya, bisa. Berdasarkan KUHP Baru, pelaku kumpul kebo bisa diancam dengan hukuman pidana, berdasarkan Pasal 412 ayat (1) jo. Pasal Pasal 79 ayat (1) huruf b KUHP Baru, yaitu pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 bulan atau denda paling banyak kategori II, yaitu maksimal sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Meskipun demikian, ada satu poin penting yang perlu digaris bawahi, tindak pidana ini merupakan delik aduan absolut. Ini berarti, penuntutan hanya bisa dilakukan jika ada pengaduan dari pihak-pihak tertentu, berdasarkan Pasal 412 ayat (2) KUHP Baru, yaitu:
- Suami atau istri bagi yang terikat perkawinan.
- Orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan.
Jika tidak ada pengaduan dari salah satu pihak tersebut, aparat penegak hukum tidak bisa memproses kasus kumpul kebo. Selain itu, pengaduan ini bisa ditarik kembali selama persidangan belum dimulai.
Pada ketentuan tersebut terdapat alternatif hukuman selain pidana penjara maksimal 6 bulan, yaitu pidana denda maksimal sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), tidak boleh melebihi jumlah tersebut. Sehingga hanya satu hukuman yang dapat dikenakan oleh pelaku seks di luar pernikahan atau perzinaan, antara pidana penjara atau pidana denda.
Baca juga: Tindak Pidana Pencabulan: Pengertian, Jenis, dan Saksinya di Indonesia
Pandangan hukum Islam dan agama lain
Di Indonesia, masalah kumpul kebo tidak hanya dipandang dari sisi hukum positif, tetapi juga dari nilai-nilai agama.
- Hukum Islam. Dalam ajaran Islam, hidup bersama di luar ikatan pernikahan yang sah adalah perbuatan zina dan sangat dilarang. Praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang mewajibkan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk membangun hubungan keluarga dan keturunan.
- Agama lain. Secara umum, ajaran agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan agama-agama lain di Indonesia juga menjunjung tinggi institusi pernikahan. Kumpul kebo dianggap sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran moral dan etika agama.
Baca juga: Proses Hukum Kejahatan Pemerkosaan
Dampak sosial kumpul kebo
Selain konsekuensi hukum dan pandangan agama, tindakan ini juga menimbulkan berbagai dampak sosial yang signifikan, antara lain:
- Hilangnya perlindungan hukum. Pasangan yang kumpul kebo tidak memiliki hak dan kewajiban hukum layaknya pasangan menikah, seperti hak waris, hak asuh anak, atau pembagian harta gono-gini.
- Stigma dan pengucilan. Di masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi norma, pelaku kumpul kebo sering kali menghadapi stigma negatif dan pengucilan dari lingkungan sosial.
- Masalah status anak. Anak yang lahir dari hubungan kumpul kebo sering kali menghadapi masalah status hukum, seperti kesulitan dalam mengurus akta kelahiran atau hak waris, yang dapat mempengaruhi masa depan mereka.
- Kerusakan nilai moral. Meluasnya praktik kumpul kebo dianggap dapat merusak institusi pernikahan dan mengikis nilai-nilai moral yang sudah tertanam dalam budaya bangsa.
Kumpul kebo merupakan isu kompleks yang melibatkan aspek hukum, agama, dan sosial. Dengan berlakunya KUHP Baru, perbuatan ini kini secara jelas diatur dan dapat diproses secara hukum, meskipun dengan mekanisme delik aduan yang terbatas. Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk menegakkan norma kesusilaan, sekaligus tetap melindungi privasi individu.
Baca juga: Hukum Tertinggi di Indonesia
Perqara telah melayani lebih dari 30.000 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 11.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Peran Advokat di PKPU dan Kepailitan
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Referensi
- R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996.
- Hendrik Khoirul Muhid. “Menkumham Jelaskan Soal Pasal Pidana Kumpul Kebo Dalam KUHP Baru, Begini Bunyinya”. https://www.tempo.co/politik/menkumham-jelaskan-soal-pasal-pidana-kumpul-kebo-dalam-kuhp-baru-begini-bunyinya-156911#google_vignette. Diakses pada 5 September 2025.