Amicus curiae adalah salah satu istilah dalam pengadilan yang mulai ramai diperbincangkan saat terjadi perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK). Sebenarnya, amicus curiae kerap digunakan dalam proses pengadilan, hanya saja saat kehidupan sehari-hari istilah ini masih asing bagi masyarakat. Oleh sebab itu, yuk pahami bersama terkait amicus curiae, dasar hukum, tujuan, fungsi, hingga contohnya dalam artikel ini.

Baca juga: Apa Itu Vicarious Liability? Simak Pembahasan Ini!

Amicus curiae adalah

Istilah amicus curiae berasal dari bahasa Latin yang diartikan sebagai sahabat/teman pengadilan. Dalam sistem hukum, amicus curiae adalah pihak yang tidak terlibat langsung dalam suatu perselisihan hukum, namun memiliki kepentingan, kepedulian, atau pengetahuan tertentu dalam suatu perkara, dan secara sukarela atau karena diminta oleh pihak pengadilan untuk memberikan informasi, argumen, atau keterangan secara baik lisan maupun tertulis (amicus brief) kepada pengadilan yang memeriksa dan memutus suatu perkara.

Namun, perlu diketahui bahwa keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam sebuah kasus hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan. Istilah ini biasanya digunakan untuk kasus-kasus yang putusan hakimnya berdampak luas terhadap masyarakat. Amicus curiae dapat digunakan oleh hakim sebagai bahan untuk memeriksa, mempertimbangkan serta memutus perkara. Namun, bukan termasuk alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca juga: Pahami Alat Bukti Cerai Dalam Proses Perceraian

Dasar hukum amicus curiae

Amicus curiae tidak secara tegas diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, saat ini amicus curiae merujuk pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) sebagai berikut:

Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Selain itu, dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan supaya putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Perlu diketahui pula bahwa amicus curiae juga diatur secara tersirat dalam Pasal 180 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):

Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.”

Ketentuan dalam pasal tersebut secara sempit dapat diartikan bahwa KUHAP memberikan pengakuan terbatas pada keterlibatan masyarakat. Namun, Pasal 180 ayat (1) KUHAP bukan merupakan landasan yuridis amicus curiae di Indonesia. Selain itu, amicus curiae juga bukan merupakan keterangan saksi maupun ahli sebagaimana alat bukti sah menurut Pasal 184 KUHAP.

Dasar hukum ini juga didukung dengan adanya Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 menyatakan bahwa pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah:

  1. Pihak yang karena kedudukannya, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya; atau
  2. Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan yang dimaksud.

Baca juga: Memahami Apa Itu Parate Eksekusi dan Ketentuannya

Pihak yang dapat menjadi amicus curiae

Sebenarnya, tidak ada aturan khusus tentang siapa saja yang boleh menjadi amicus curiae. Seorang amicus curiae pun tidak harus pengacara, melainkan bisa siapa aja yang memiliki pengetahuan terkait suatu perkara dan keterangannya berharga bagi pengadilan. 

Biasanya, amicus curiae adalah pihak ketiga, seperti organisasi nirlaba, kelompok advokasi, atau ahli yang memiliki keahlian khusus dalam bidang yang relevan dengan kasus tersebut. Mereka mengajukan pendapat atau argumen tertulis kepada pengadilan yang memberikan wawasan tambahan atau sudut pandang yang mungkin belum dipertimbangkan oleh pihak yang terlibat langsung dalam perselisihan tersebut.

Baca juga: Kedudukan Obstruction of Justice Dalam Proses Hukum

Tahapan amicus curiae dalam sebuah persidangan

  1. Pengajuan permohonan izin untuk menjadi pihak yang berkepentingan dalam persidangan. Hal ini mencakup penjelasan tentang kepentingan atau pengetahuan khusus yang dimiliki oleh pihak tersebut yang tentunya relevan dengan kasus.
  2. Persetujuan dari pihak pengadilan. Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan tersebut dan memutuskan apakah akan mengizinkan pihak tersebut untuk menjadi amicus curiae dalam suatu perkara.
  3. Penyampaian informasi atau pendapat. Hal ini dapat berupa penyampaian tertulis dalam bentuk pendapat hukum (amicus brief) atau melalui argumen lisan dalam sidang pengadilan.
  4. Pengaruh pada keputusan. pengaruhnya mungkin akan bervariasi tergantung pada faktor-faktor, seperti kualitas argumen yang disajikan dan reputasi pihak yang bersangkutan.

Baca juga: Pembelaan Terpaksa (Noodweer) Dalam Hukum Pidana

Tujuan amicus curiae

Amicus curiae bertujuan untuk membantu hakim dalam melakukan penemuan hukum atau membuat keputusan terhadap suatu perkara. Namun, kekuatan hukum dari amicus curiae terhadap pengambilan keputusan hakim di pengadilan, tidak akan mempengaruhi putusan pengadilan karena sifatnya berisi pertimbangan-pertimbangan saja.

Oleh sebab itu, amicus curiae tidak memiliki wewenang untuk campur tangan dalam proses hukum atau mempengaruhi penyelesaian akhir suatu kasus dalam hal hakim mengambil suatu keputusan. Sehingga, hakim bebas untuk mempertimbangkan atau tidak mempertimbangkan pendapat yang diajukan.

Lalu, amicus curiae juga diakui sebagai nilai yang hidup pada masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk membantu hakim agar dapat adil dan bijaksana dalam memutus sebuah perkara.

Baca juga: Pahami Apa Itu Surat Dakwaan Hingga Contohnya

Contoh Amicus Curiae

Berikut beberapa contoh kasus-kasus yang terdapat amicus curiae:

  1. Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (PHPU Tahun 2024)

Mahkamah Konstitusi (MK) menerima 23 pengajuan permohonan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan. Hal ini menjadi kedatangan amicus curiae terbanyak sepanjang MK menangani Perkara PHPU Presiden. MK mencatat telah menerima 23 pengajuan Amicus Curiae terhadap perkara PHPU Presiden Tahun 2024 dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari akademisi, budayawan, seniman, advokat, hingga mahasiswa baik secara kelembagaan, kelompok, maupun perseorangan.

  1. Kasus UU ITE Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti

Ada 20 kelompok yang mengirimkan amicus curiae ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar dijadikan pertimbangan majelis hakim pengadilan. Menurut kelompok itu, kedua aktivis tersebut harus dibebaskan untuk kepentingan kebebasan berekspresi.

  1. Kasasi AG, dalam kasus Mario Dandy

Dua amicus curiae dikirimkan Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 23 Mei 2023. Pengajuan amicus curiae diajukan oleh kedua pihak itu karena putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis terhadap AGH.

  1. Vonis Richard Eliezer, dalam kasus Ferdy Sambo

Aliansi akademisi Indonesia serta beberapa Lembaga Bantuan Hukum mengirimkan amicus curiae untuk membela Richard Eliezer. Amicus curiae dikirimkan karena tuntutan 12 tahun penjara yang dijatuhkan untuk Bharada E pada 18 Januari 2023.

Baca juga: Apa Itu Akta Otentik? Simak Pembahasan Ini!

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 4.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Baca juga: Mengungkap Peran Penting Saksi Perceraian dalam Proses Hukum

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
  2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
  3. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005. Diakses pada 4 Juli 2024.

Referensi

  1. Mimi Kartika/L.A.P. “Amicus Curiae” PHPU Presiden Tahun 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah MK”. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
  2. Dewa Gede Edi Praditha. Posisi Amicus Curiae Dalam Tata Peradilan Indonesia. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, Vol. 1, No. 5, 2023.