Sosial media baru saja digemparkan oleh berita tentang seroang wanita diusir dari desa karena poliandri. Wanita berinisial NN (28 tahun) diduga melakukan poliandri secara diam-diam yang mengakibatkan warga sekitar mengusir dirinya dari desa yang berlokasi di Sodong Hilir Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Kejadian bermula pada 10 Mei 2022, saat rekan suami pertama NN yang berinisial TS (49 tahun) mengikuti NN ke rumah suami kedua yang berinisial UA (32 tahun). Rekan TS memergoki NN bersama dengan UA.

Awalnya, NN tidak ingin mengakui hubungannya dengan UA. Namun, UA menjelaskan bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan siri selama 5 bulan. Mereka mengaku telah dinikahkan oleh Ustad di desa UA tinggal. Padahal, saat itu NN masih menjadi istri sah dari TS dan usia pernikahan mereka sudah memasuki tahun ke-13 dengan dua anak

Warga desa masih mengupayakan agar kedua belah pihak berdamai. Namun, TS yang terlanjur sakit hati dan kecewa akhirnya menceraikan NN dan menjatuhkan talak tiga. Mengetahui hal tersebut, warga desa berempati dan mengusir NN beserta keluarganya dari kampung tersebut.

Apa itu Poliandri?

Perkawinan poliandri adalah perkawinan di mana seorang istri menikah dengan beberapa suami. Berbeda dari definisi poligami yang di mana seorang laki-laki memiliki banyak istri.

Siapa yang Bersalah dalam Kasus ini?

Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, jika dilihat berdasarkan kronologi, NN sesungguhnya tidak dapat melakukan poliandri. Perkawinan poliandri harus didasari oleh beberapa syarat yang mana salah satunya perlu persetujuan oleh suami pertama.

Namun, dalam kasus ini, NN melangsungkan pernikahan siri dengan UA tanpa persetujuan dari TS selaku suami pertama, bahkan NN berbohong dan mengatakan kepada UA bahwa dirinya telah bercerai dengan TS agar UA semakin yakin untuk menikahinya.

Selain itu, NN juga bersalah karena melanggar ajaran Hukum Islam yang mengatakan bahwa poliandri dilarang dan tidak diperkenankan untuk dilakukan. Aturan ini secara tegas tertuang dalam Pasal 40 huruf a dan b Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa seorang pria dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita yang masih terikat satu perkawinan dengan pria lain maupun wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.

Tetapi, tindakan warga yang mengusir NN juga tidaklah benar secara hukum. Jika warga kesal dan mengecam perbuatan NN, upaya paling benar yang dapat dilakukan adalah menyerahkan kasus ini ke pihak berwajib. Dalam keterangan pihak yang bersangkutan memang dikatakan bahwa kasus ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian. Namun, seharusnya warga menunggu pihak berwajib dalam menindaklanjuti kasus ini.

Peraturan yang Mampu Melindungi Wanita (NN) dalam Kasus ini

1. Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Berdasarkan UU ini, NN sebagai juga berhak menerima perlindungan dari sikap diskriminatif yang dilakukan oleh warga.

2. Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)

Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) menyatakan:

Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain dapat diancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4.500.000,-.”

3. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Artinya, warga setempat tidak berhak mengusir NN dari desa karena NN memiliki kebebasan untuk memilih ingin tinggal dimana. Mengusir NN termasuk tindakan main hakim sendiri, dan main hakim sendiri adalah hal yang dilarang oleh UU sebab yang berwenang dan menentukan seseorang bersalah adalah pejabat penegak hukum bukan masyarakat setempat.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dimana termaktub dalam Pasal 49 menjelaskan bahwa apabila seseorang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) maka dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp15 juta rupiah.

Maksud ‘menelantarkan’ pada kasus ini adalah TS selaku suami pertama mengatakan ingin menceraikan NN dan menjatuhkan talak tiga kepadanya, namun sejatinya proses perceraian yang dimaksudkan belum dilakukan dan kala itu saat NN diusir oleh warga, status NN masih menjadi istri sah TS. Oleh karenanya, TS yang masih berstatus suami sah NN tetap memiliki tanggung jawab untuk melindungi NN sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:

Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Apabila dilihat pada kasus ini, maka yang dilakukan TS termasuk ke dalam tindakan penelantaran dimana TS membiarkan NN yang masih berstatus istrinya diusir dari tempat tinggalnya.

Suka pembahasan seru seperti ini dalam bentuk interaktif seperti video? Follow Instagram Perqara, ya!

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun. 

Baca juga: Aturan Pembagian Waris dalam Perkawinan Poligami

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 
  4. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam 
  5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 
  6. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 

Referensi

  1. CNN, Tim. Komnas Perempuan: Perempuan Bersuami Dua di Cianjur Bukan Poliandri. Mei 17, 2022. Diakses pada Mei 18, 2022. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220517094744-12-797445/komnas-perempuan-perempuan-bersuami-dua-di-cianjur-bukan-poliandri.
  2. Detik, Tim. Viral Wanita Poliandri Diusir Warga di Cianjur, Ini Duduk Perkaranya. Mei 17, 2022. Diakses pada Mei 18, 2022. https://news.detik.com/berita/d-6079735/viral-wanita-poliandri-diusir-warga-di-cianjur-ini-duduk-perkaranya.