Ketika seseorang ingin memenuhi keinginan atau kebutuhannya secara mendesak, kehendak untuk melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum kerap timbul. Salah satu yang sering terjadi di masyarakat yaitu tindakan pemalsuan dokumen. Menurut KBBI, dokumen adalah surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan, seperti akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian, dan lainnya. Banyak orang yang sering mengabaikan fakta bahwa ada aturan mengikat dan tegas terhadap pemalsuan dokumen. Lantas, apa saja perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen? Simak artikel berikut ini.

Aturan KUHP dan RKUHP Pemalsuan Dokumen

Perbuatan pemalsuan dokumen merupakan sebuah tindak pidana yang aturannya berkaitan erat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Di KUHP, terdapat beberapa pasal pemalsuan dokumen yang dapat menjerat pelaku dengan sanksi yang berbeda-beda sesuai dengan tindakannya.

Selain dari sisi KUHP, kita juga bisa melihat pada sisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/ 2023”) untuk melihat perbandingan dari kedua aturan tersebut, mengingat UU 1/ 2023 akan berlaku nantinya di masyarakat 3 (tiga) tahun sejak diundangkan. Berikut perbandingan antara keduanya sebagai berikut:

Pasal-Pasal KUHP Tentang Pemalsuan Dokumen

Pasal 263: Pemalsuan Dokumen

  1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
  2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264: Bentuk-Bentuk Pemalsuan Dokumen

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap:

  1. akta-akta otentik;
  2. surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
  3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
  4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
  5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat (1), yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 266: Akta Autentik

  1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya, sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
  2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 267: Memberikan Surat Keterangan Dokter Palsu kepada Orang Lain

  1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
  2. 2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama 8 tahun 6 bulan.
  3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268: Membuat Surat Keterangan Dokter Palsu

(1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.

Pasal 269: Surat Keterangan Palsu Tanda Kelakuan Baik, Kecakapan, Kemiskinan, Kecacatan, atau Keadaan Lain

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan.

Pasal 270: Pemalsuan Pas Jalan atau Surat Penggantinya, Kartu Keamanan, Surat Perintah Jalan atau Surat Lainnya Menurut UU

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barang siapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 271: Memalsukan Surat Pengantar Bagi Kerbau atau Sapi

(1) Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah sejati dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 274: Surat Keterangan Palsu Seorang Pejabat

(1) Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan.

Pasal-Pasal di UU 1/ 2023 Tentang Pemalsuan Dokumen

Pasal 391: Pemalsuan Dokumen

1) Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan Surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yakni Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang di palsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1). 

Pasal 392: Bentuk-Bentuk Pemalsuan Dokumen

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap Orang yang melakukan pemalsuan Surat terhadap:

  1. Akta autentik;
  2. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;saham, Surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan;
  3. Talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti Surat tersebut;
  4. Surat kredit atau Surat dagang yang diperuntukkan guna diedarkan;
  5. Surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau
  6. Surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap Orang yang menggunakan Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 394: Pemalsuan Akta Autentik

Setiap orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI yakni Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).

Pasal 395: Surat Keterangan Dokter Palsu

  1. Dokter yang memberi surat keterangan tentang keadaan kesehatan atau kematian seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yakni Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
  2. Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan maksud untuk memasukkan atau menahan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI yakni Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
  3. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi setiap orang yang menggunakan surat keterangan palsu tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya.

Pasal 396 KUHP

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V yakni Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), Setiap Orang yang:membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan dokter tentang ada atau tidak ada penyakit, kelemahan, atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi; ataumempergunakan Surat keterangan dokter yang tidak benar atau dipalsu, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi.

Pasal 397: Surat Keterangan Palsu Terhadap Keterlibatan Pidana, Kecakapan, Tidak Mampu, Kecacatan atau Lainnya

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yakni Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), Setiap Orang yang:membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan tidak pernah terlibat Tindak Pidana, kecakapan, tidak mampu secara finansial, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk mempergunakan atau meminta orang lain menggunakannya supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan iba dan pertolongan; ataumenggunakan Surat keterangan yang tidak benar atau palsu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.

Pasal 398: Surat Keterangan Palsu Paspor

(1) Setiap Orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak kategori V yakni Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), jika:

  • membuat secara tidak benar atau memalsu paspor, Surat perjalanan laksana paspor, atau Surat yang diberikan menurut ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk Masuk dan menetap di Indonesia; atau
  • meminta untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakannya seolah-olah benar atau tidak palsu.

(2) Setiap Orang yang menggunakan Surat yang tidak benar atau yang dipalsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seolah-olah benar dan tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran dipidana dengan pidana yang sama.

Pasal 399: Surat Keterangan Palsu Pengantar Hewan

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yakni Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), Setiap Orang yang:

  • membuat secara tidak benar atau memalsu Surat pengantar bagi hewan atau Ternak, atau memerintahkan untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan Surat tersebut seolah-olah benar dan tidak palsu; atau
  • menggunakan Surat yang tidak benar atau dipalsu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.

Pasal 400: Surat Keterangan Palsu terhadap Pejabat yang Berwenang

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yakni Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), Setiap Orang yang:

  • membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan seorang Pejabat yang berwenang membuat keterangan tentang hak milik atau hak lainnya atas suatu benda, dengan maksud untuk memudahkan pengalihan atau penjaminan atau untuk menyesatkan Pejabat penegak hukum tentang asal benda tersebut; atau
  • menggunakan Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.

Unsur Pemalsuan Dokumen

Dari pasal-pasal yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik suatu unsur-unsur yang dapat memenuhi adanya tindak pemalsuan dokumen, yakni:

  1. dapat menimbulkan sesuatu hak, contohnya seperti ijazah. 
  2. dapat menerbitkan suatu perikatan/ perjanjian, contohnya seperti perjanjian jual beli atau perjanjian lainnya yang dapat mengikat kedua belah pihak.
  3. dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang,contohnya seperti kuitansi atau surat pernyataan mengenai hutang telah lunas.
  4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa, contohnya seperti surat tanda kelahiran, buku kas, dan lainnya. 

Selain daripada unsur-unsur diatas, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, memberikan rumusan unsur-unsur dari pemalsuan dokumen, yakni:

  1. Pemalsuan surat harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli atau tidak dipalsukan.
  2. Penggunaan pemalsuan dokumen harus dapat mendatangkan kerugian kepada orang lain. Maksud dari kata “dapat” disini adalah tidak perlu kerugian yang betul-betul ada, melainkan kemungkinan akan adanya kerugian juga dapat dikategorikan pemalsuan dokumen.
  3. Tidak hanya orang yang memalsukan, melainkan yang sengaja menggunakan surat palsu juga dihukum. Dalam hal ini, kata “sengaja” disini adalah orang yang menggunakan harus mengetahui benar-benar bahwa surat itu palsu dan tetap menggunakannya. Bilamana ia tidak mengetahui akan pemalsuan dokumen tersebut, maka tidak dihukum.
  4. Dianggap telah “mempergunakan”, seperti menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat palsu tersebut dimana surat tersebut harus dibutuhkan. 
  5. Penggunaan surat palsu harus diikuti dengan adanya bukti bahwa orang tersebut bertindak seakan-akan surat yang dipegang/ dimilikinya adalah asli dan tidak dipalsukan, demikian dibuktikan bahwa dokumen palsu tersebut dapat mendatangkan kerugian.

Cara Melakukan Pemalsuan Dokumen

Menurut R. Soesilo, adapun cara-cara yang dapat dilakukan oleh oknum untuk melakukan pemalsuan dokumen, yakni:

  1. Membuat surat palsu. Artinya, membuat isi dari surat tersebut yang bukan semestinya.
  2. Memalsukan surat. Artinya, mengubah isi surat menjadi lain dari yang aslinya, dimana surat itu diganti dengan yang lain atau melakukan pengurangan, penambahan, ataupun mengubah dari surat tersebut.
  3. Memalsukan tanda tangan.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Contohnya Kartu Tanda Penduduk, ijazah, atau surat lainnya.

Contoh Kasus Pemalsuan Dokumen 

Hadirnya berbagai aturan yang berlaku mengenai pemalsuan dokumen tidak menghilangkan sepenuhnya aksi yang dilakukan oknum-oknum tertentu dalam melakukan pemalsuan dokumen. Salah satu contoh kasus terhadap pemalsuan dokumen yakni dilakukan oleh Henry Surya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Dalam kasus ini, salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh Henry Surya adalah menempatkan keterangan yang seharusnya tidak berada di dalam akta autentik (pemalsuan dokumen) sebagaimana telah melanggar Pasal 263 dan/ atau Pasal 266 KUHP.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Jerat Hukum Pemalsuan Identitas, Jangan Main-Main!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Referensi

  1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana