Pemerkosaan merupakan kejahatan serius yang meninggalkan trauma mendalam bagi korbannya. Kejahatan pemerkosaan ini tidak hanya merenggut kehormatan, namun juga melanggar hak asasi manusia dan berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental korban. Oleh sebab itu. memahami proses hukum pemerkosaan menjadi penting bagi korban dan masyarakat luas. Simak pembahasan terkait kejahatan pemerkosaan pada artikel ini.
Baca juga: Simak Cara Menghadapi Pemerasan VCS!
Pengertian pemerkosaan
Pemerkosaan merupakan perbuatan kriminal yang terjadi ketika seseorang memaksa orang lain atau tanpa persetujuan untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, secara paksa atau dengan cara kekerasan. Istilah perkosaan berasal dari bahasa latin, yaitu rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi.
Hak yang dilanggar pada kasus pemerkosaan
Korban pemerkosaan mengalami pelanggaran hak asasi manusia, termasuk:
- Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi
- Hak atas otonomi tubuh
- Hak atas privasi
- Hak atas martabat
- Hak atas kesehatan seksual dan reproduksi
Aturan hukum pemerkosaan
Di Indonesia, terdapat beberapa aturan hukum yang mengatur tentang pemerkosaan, di antaranya:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
- Pasal 285 KUHP
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”
- Pasal 286 KUHP
“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahui perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun”
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”)
- Pasal 76D UU Perlindungan Anak
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”
- Pasal 76E UU Perlindungan Anak
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
Sanksi hukum pelaku pemerkosaan
Hukuman bagi pelaku pemerkosaan bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti:
- Usia korban
- Kondisi korban (misalnya, hamil, cacat)
- Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan
- Keterlibatan orang lain
- Pengulangan perbuatan
Berikut sanksi hukum bagi pelaku pemerkosaan:
- KUHP
- Pasal 285 KUHP: diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
- Pasal 286 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
- UU Perlindungan Anak
Sanksi hukum dari kejahatan pemerkosaan terhadap anak dalam Pasal 76D dan Pasal 76E UU Perlindungan Anak diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu No. 1 Tahun 2016”) sebagai berikut:
- Pasal 81 Perpu No. 1 Tahun 2016:
- Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
- Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
- Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
- Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
- Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
- Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
- Pasal 82 Perpu No. 1 Tahun 2016
- Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
- Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
- Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
- Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Proses hukum pemerkosaan
Proses hukum pemerkosaan umumnya melalui tahapan berikut:
- Pelaporan: Korban atau pihak lain yang mengetahui kejadian dapat melaporkan kepada pihak kepolisian.
- Pemeriksaan awal: Petugas kepolisian akan melakukan pemeriksaan awal terhadap korban dan saksi-saksi.
- Visum et repertum: Korban akan menjalani pemeriksaan medis untuk mendapatkan bukti visum.
- Penyidikan: Penyidik akan mengumpulkan bukti dan mencari pelaku.
- Penangkapan dan penahanan: Jika pelaku terbukti, ia akan ditangkap dan ditahan.
- Pelimpahan perkara: Perkara dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses penuntutan.
- Sidang pengadilan: Di hadapan hakim, jaksa akan menuntut pelaku dan menghadirkan alat bukti. Korban dan saksi akan memberikan kesaksian.
- Putusan pengadilan: Hakim akan menjatuhkan putusan berdasarkan fakta persidangan.
- Upaya hukum: Baik jaksa maupun terdakwa dapat mengajukan banding atas putusan pengadilan.
Korban pemerkosaan dapat mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, seperti:
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
- Yayasan Pulih
- Hotline Pengaduan Kekerasan terhadap Perempuan (0800-1000-96)
Memahami proses hukum pemerkosaan dan hak-hak korban menjadi langkah penting dalam melawan kejahatan ini. Dengan berani melapor dan mencari bantuan, korban dapat memperoleh keadilan dan pemulihan.
Baca juga: Telah Sah, Apa Isi UU Perlindungan Kekerasan Seksual?
Perqara telah melayani lebih dari 11.500 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 4.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait kejahatan pemerkosaan, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.