Pernikahan dibawah umur (pernikahan dini) cukup sering dijumpai di tengah masyarakat. Pernikahan ini adalah jenis pernikahan yang terjadi pada seseorang atau pasangan yang masih dibawah umur, yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan adalah individual di bawah umur 19 tahun. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, tercatat 9.23% perempuan sudah berstatus kawin sebelum umur 18 tahun.
Fenomena ini tentunya cukup memprihatinkan. Anak di bawah umur jelas belum ada kematangan atau kedewasaan secara mental. Bahkan, secara ekonomi pun mereka belum mampu memenuhi kebutuhan dan mengerjakan pekerjaan. Hal ini pasti akan mempengaruhi jumlah kepadatan penduduk (angka kelahiran yang tinggi), angka kematian ibu dan anak, angka perceraian, tingkat kemiskinan tinggi, dan tingginya angka pekerja yang membutuhkan lapangan pekerjaan tetapi berpendidikan rendah.
Lantas, apa pengaturan hukum pernikahan dini di Indonesia? Apakah pernikahan ini boleh dilakukan? Simak pada artikel berikut ini!
Baca juga: Konsekuensi Hukum Paksaan Menikah
Penyebab Pernikahan Dini
Faktor Ekonomi
Pernikahan dini sering terjadi pada keluarga pihak perempuan yang orang tuanya menganggap bahwa solusi dari perekonomian yang sulit adalah menikahi anaknya. Ketika menikahkan anak perempuannya, keluarga akan mendapatkan mas kawin dari pihak laki-laki. Mas kawin tersebut akan mengganti seluruh biaya hidup yang telah dikeluarkan orang tuanya untuk anak perempuannya.
Baca juga: Hukum Menikah Siri Tanpa Sepengetahuan Keluarga
Faktor Sosial
Dorongan masyarakat atau pergaulan juga menjadi salah satu pengaruh keinginan dari anak itu sendiri ingin melakukan pernikahan dini. Semisalnya melihat teman sebaya yang sudah menikah, tekanan dari orang tua untuk mendapatkan cucu, desakan dari saudara-saudara untuk menikah, perilaku berpacaran yang beresiko, desakan masyarakat sekitar, dan lainnya.
Baca juga: Bisakah Perjanjian Pra Nikah Dibuat Setelah Menikah?
Faktor Budaya
Pernikahan dini cukup sering terjadi pada masyarakat desa. Umumnya, lingkungan masyarakat desa menilai bahwa ketika perempuan sudah mencapai usia baligh atau usia remaja, ia sudah siap untuk menikah. Untuk itu, keluarga akan mendorong sang anak untuk harus menikah.
Baca juga: Hukum Menikahi Wanita Hamil
Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan menjadi penyebab meningkat resiko terjadi perkawinan anak. Tingkat ekonomi keluarga yang rendah memberikan pengaruh besar pada tingkat pendidikan dari anggota (anak) keluarga. Hal ini membuat anak terpaksa untuk tidak melanjutkan pendidikan yang tinggi, tidak mendapatkan pekerjaan akibat status pendidikan, dan berakhir pada pernikahan dini yang diingini oleh orang tua.
Tak hanya sebatas itu, rendahnya pendidikan orang tua juga menjadi pengaruh besar kepada pernikahan dini. Pengetahuan, informasi, serta edukasi mengenai dampak pernikahan dini yang dimiliki orang tua sangat rendah sehingga tidak memahami resiko yang akan terjadi pada anak.
Baca juga: Hukum Menikahi Sepupu Menurut Hukum Islam dan Negara
Faktor MBA (Marriage By Accident)
Pernikahan dini cukup sering terjadi akibat kehamilan diluar nikah. Pergaulan bebas dikalangan remaja dan berkembangnya media dan informasi di internet menjadi salah satu faktor mengapa anak usia muda sudah menikah. Hal ini juga diiringi dengan rendahnya edukasi kesehatan reproduksi yang membuat anak usia muda tidak mengetahui resiko terhadap hubungan intim yang dilakukan sebelum menikah. Umumnya, solusi yang diambil keluarga ketika kehamilan yang terjadi pada anak perempuannya adalah dengan menikahinya.
Baca juga: Cara Menikah Lagi Tanpa Akta Cerai
Dampak Pernikahan Dini
Dampak Sosiologis
Pernikahan dini memberikan dampak sosiologis, terutama bagi pihak perempuan. Pihak perempuan kerap dipandang rendah oleh masyarakat karena stigma/ label yang melekat.
Selain itu, hak untuk berinteraksi dengan teman sebaya pun juga menjadi berkurang akibat tanggung jawab yang harus dilakukan yakni memenuhi kebutuhan keluarga. Belum lagi keegoisan masing-masing individu yang diakibatkan oleh ketidaksiapan mental dalam berumah tangga. Semua dampak sosiologis ini dapat memunculkan kecenderungan buruk seperti kecenderungan untuk menelantarkan anak dan lain sebagainya.
Baca juga: 6 Hal Yang Wajib Diketahui Sebelum Menikah
Dampak Psikologis
Umumnya, pasangan di pernikahan dini belum siap dan mengerti mengenai hubungan intim, sehingga dapat menimbulkan trauma psikis berkepanjangan yang tumbuh dalam jiwa kedua pihak. Tidak memiliki pengetahuan dalam mengurus serta mendidik anak menjadi suatu tantangan besar bagi pasangan yang belum dewasa dan dapat memberikan tekanan psikis.
Selain itu, hak-hak yang melekat pada dirinya juga tidak bisa dinikmati, seperti hak untuk memperoleh pendidikan, hak bermain, serta hak-hak lainnya. Sebab, tanggung jawabnya sudah berbeda yakni menjalani rumah tangga.
Untuk pihak perempuan, kehamilan pada usia muda dapat berisiko terkena kanker rahim dikarenakan di usia remaja sel-sel leher rahim belum matang, bayi dapat lahir prematur, pendarahan persalinan, dan lainnya.
Baca juga : Konsekuensi Nikah Siri Bagi Istri dan Anak
Apakah Ada UU yang Mengatur Pernikahan Dini?
Di Indonesia, aturan hukum mengenai perkawinan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/ 1974) dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 16/ 2019).
Hakikatnya, Pasal 2 ayat (1) UU 1/ 1974 menegaskan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu“. Tak hanya berdasar pada hal tersebut, namun patut diperhatikan bahwa dalam aturan tersebut termuat batas usia minimal seseorang boleh menikah. Pasal 7 ayat (1) UU 16/ 2019 sudah secara tegas menyatakan “perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun“.
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (2) UU 1/ 1974 menerangkan bahwa pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan dan belum mencapai 21 tahun, maka harus mendapat izin kedua orang tua.
Sejatinya, pernikahan dini tidaklah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU 16/ 2019 mengenai batas usia minimal menikah. Meskipun begitu, patut diperhatikan bahwa adanya dispensasi umur perkawinan yang terletak pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU 16/ 2019. Pada aturan tersebut, bila terjadi penyimpangan batas minimal usia perkawinan (19 tahun), orang tua pihak pria dan/ atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai dengan bukti-bukti pendukung yang cukup. Pengadilan dalam memberikan dispensasi wajib mendengarkan pendapat calon pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
Bagi calon pasangan yang beragama islam, dapat mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama, sedangkan untuk calon pasangan non islam dapat mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Negeri.
Oleh karena itu, pernikahan dini dapat dimungkinkan untuk dilaksanakan oleh calon pasangan selama memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Patut diperhatikan ya, Sobat Perqara! Pengertian “alasan sangat mendesak” dalam undang-undang perkawinan adalah keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan.
Baca juga: Pentingnya Bimbingan Pra Nikah Bagi Pengantin
Hukum Pernikahan Dini Menurut Islam
Dalam syariat islam, tidak ada ketentuan mengenai batas usia pernikahan, melainkan mengatur usia baligh untuk siap menerima pembebanan hukum islam. Usia baligh adalah istilah dalam hukum islam yang menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan. Usia baligh bagi anak laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun. Berdasar pada syariat islam, usia kelayakan pernikahan adalah ketika seseorang sudah mencapai usia kecakapan berbuat dan menerima hak (ahliyatul ada’ wa al-wujub).
Namun, jika merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 4 KHI menerangkan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam” dan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU 1/ 1974. Untuk batas usia minimal menikah dalam KHI diatur dalam Pasal 15 KHI yang menyatakan “perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur” yang ditetapkan dalam Pasal 7 UU 1/ 1974 (sebagaimana telah diubah oleh UU 16/ 2019). Bila calon pasangan belum mencapai umur 21 tahun, maka harus mendapatkan izin sesuai dengan Pasal 6 UU 1/ 1974.
Oleh karena itu, pernikahan dini menurut hukum islam yakni KHI diperbolehkan selama mengikuti ketentuan yang tertuang dalam UU 1/ 1974 dan UU 16/ 2019.
Baca juga: Syarat dan Perjanjian Pra Nikah
Cara Mencegah Pernikahan Dini
Berikut beberapa tips untuk mencegah pernikahan dini yang terjadi di kalangan masyarakat.
Peran orang tua
Peran orang tua sangat penting untuk mencegah anak dari pernikahan dini. Orang tua harus berupaya untuk membekali pendidikan anaknya dengan mendukung wajib belajar 12 tahun sebagai bentuk pemenuhan anak, memberikan pendidikan berkarakter, budi pekerti, budaya, agama, kesehatan reproduksi kepada anak, memberikan pembinaan, pengawasan, serta bimbingan kepada anak agar tidak melakukan pernikahan dini. Terpenting adalah bekal pengetahuan orang tua terhadap dampak-dampak bahaya pernikahan dini dan menetapkan standar untuk tidak menikahkan dibawah umur 19 tahun.
Baca juga: Menikah Dengan WNA, Apa Bisa Buat Akta Pisah Harta?
Peran Pemerintah
Pencegahan pernikahan dini juga perlu didukung oleh pemerintah dengan mewujudkan kebijakan serta program untuk pencegahan pernikahan dini. Semisalnya, menyusun program dan kegiatan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan untuk pemenuhan wajib belajar 12 tahun, menyediakan skema perlindungan sosial berupa jaminan kesehatan dan beasiswa pendidikan untuk keluarga menengah kebawah, menyediakan skema pemberdayaan ekonomi orangtua menengah kebawah, menyelenggarakan program-program kesehatan, edukasi, informasi, konseling terhadap kesehatan reproduksi bagi anak remaja, serta memperkuat kelembagaan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A).
Baca juga: Undang – Undangan Perjanjian Pra Nikah
Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Baca juga: Hukum Akad Nikah Tanpa Wali
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait pernihakan dini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Ingin Menikah dengan WNA? Ini Syaratnya!
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Referensi
- Adhim, Muhammad Fauzil. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani, (2002).
- Balqis, Sintia Putri. “7 Daerah dengan Angka Pernikahan Dini Tertinggi di Indonesia, Wilayahmu Masuk Urutan?”. ntb.news, September 22, 2022. Diakses pada 15 Februari 2023,
- Naibaho, Hotnatalia. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang). Medianeliti, 2020.
- Prabantari, Intan. “Faktor Penyebab Pernikahan Dini dan Dampaknya Dalam Mengasuh Anak: Studi Kasus Di Desa Ngerdemak Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan”, skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga, 2016, hal. 8.