Pernahkah Sobat mendengar seseorang dilaporkan ke polisi hanya karena dianggap melakukan “perbuatan tidak menyenangkan”? Istilah ini sempat begitu populer di kalangan Aparat Penegak Hukum karena dianggap sebagai pasal karet yang membuka peluang adanya kriminalisasi dalam proses penyelesaian perkara.
Hingga akhirnya melalui Putusan Nomor 1/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa frasa “perbuatan tidak menyenangkan” tidak lagi memiliki kekuatan sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan perbuatan tidak menyenangkan? Bagaimana pengaturannya dalam KUHP lama maupun KUHP baru, serta apa relevansinya setelah Putusan MK? Artikel ini akan membahas secara menyeluruh mengenai pasal perbuatan tidak menyenangkan, mulai dari pengertian, dasar hukum, perubahan dalam KUHP terbaru, contoh kasus, hingga langkah hukum yang dapat ditempuh jika seseorang menjadi korban.
Baca juga: Pakta Integritas Adalah: Pengertian, Tujuan, dan Contohnya
Apa itu perbuatan tidak menyenangkan?
Pengertian mengenai perbuatan tidak menyenangkan pada dasarnya merujuk pada suatu tindakan yang meskipun tidak sampai membahayakan jiwa, tetapi menimbulkan perasaan sangat tidak enak atau terganggu pada korban, sehingga korban merasa dirugikan dan berhak melaporkannya ke pihak kepolisian. Akan tetapi, pengertian ini seringkali disalah pahami oleh berbagai kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum.
Hal ini terbukti dari sering digunakannya pasal perbuatan tidak menyenangkan dalam berbagai perkara pidana, karena rumusannya dimaknai sangat luas, dengan tingkat subjektivitas yang tinggi dan objektivitas yang rendah. Padahal, dalam hukum pidana, pasal ini berasal dari istilah bahasa Belanda “onaangename bejegening” yang sesungguhnya berarti “memperlakukan orang secara tidak menyenangkan.” Sayangnya, dalam praktik sering dipahami hanya sebagai “perbuatan tidak menyenangkan,” sehingga terjadi penyederhanaan makna yang keliru.
Baca juga: Upaya Preventif: Pengertian, Tujuan, dan Contoh dalam Hukum
Pasal perbuatan tidak menyenangkan dalam KUHP


Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), pasal yang membahas mengenai perbuatan tidak menyenangkan tercantum dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4.500.000 barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”
Baca juga: Mens Rea Adalah: Pengertian, Jenis, dan Peran Penting dalam Hukum Pidana
Perubahan dan relevansi pasal dalam KUHP Baru (2023/2024)
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP Baru”) yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026 tentunya membawa sejumlah perubahan dan relevansi pasal yang cukup berbeda dibandingkan dengan KUHP Lama. Salah satunya yang berkaitan dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Sebagaimana dalam KUHP Baru, tidak tercantum frasa mengenai “perbuatan tidak menyenangkan” pada bab kejahatan terhadap kemerdekaan orang lain. Sehingga dalam hal ini KUHP Baru lebih mengarahkan pada tindak pidana yang sifatnya konkret dan mencegah ketidakpastian hukum serta potensi penyalahgunaan pasal.
Atau dengan kata lain, KUHP Baru secara tegas tidak lagi mengakui istilah “perbuatan tidak menyenangkan” sebagai salah satu unsur dari tindak pidana. Adapun pasal serupa yang mengandung unsur Pasal 335 KUHP dialihkan menjadi Pasal 448 KUHP Baru yang menekankan pada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan sebagai syarat pemidanaan dengan bunyi pasal sebagai berikut:
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”
Yang mana berdasarkan Pasal 79 KUHP Baru, pidana denda kategori II ditetapkan sebesar Rp10.000.000. Sehingga menunjukkan adanya kenaikan pidana denda yang cukup signifikan dari KUHP, yang sebelumnya hanya Rp4.500.000.
Baca juga: Sering Diganggu Orang Mabuk? Laporkan Saja, Bisa Dipidana Loh!
Contoh kasus perbuatan tidak menyenangkan di Indonesia
Salah satu contoh perkara perbuatan tidak menyenangkan di Indonesia adalah putusan Pengadilan Negeri Waingapu dengan Nomor 06/Pid.B/2011/PN.WNP yang memutus terdakwa Kanisius Diki Takanjanji alias Diki dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 ayat (1) KUHPidana.
Dimana dalam kasus ini, perbuatan yang dilakukan pelaku tidak hanya melewati rumah korban sambil berteriak dan mengolok-olok, tetapi juga mengejarnya dengan sebilah pisau, mengancam menggunakan kata-kata kasar, serta menunjukkan sikap yang menimbulkan ketakutan pada sisi korban kejahatan.
Baca juga: Melindungi Diri dari Penganiayaan: Ini Bunyi Pasal 354 Tentang Penganiayaan Berat
Batasan antara kritik, candaan dan perbuatan tidak menyenangkan
Secara umum terkait batasan antara kritik, candaan dan perbuatan tidak menyenangkan itu tergantung pada ada atau tidaknya unsur yang dilarang dalam suatu perbuatan yang dilakukan. Dimana ketika seseorang menyampaikan kritik dengan baik dan konstruktif tentunya akan berbeda makna dengan seseorang yang menyampaikan candaan untuk hiburan semata.
Kritik yang disampaikan secara proporsional, tanpa mengandung fitnah, penghinaan, atau ujaran kebencian, tidak dapat dianggap sebagai perbuatan tidak menyenangkan menurut Pasal 335 ayat (1) KUHP pasca Putusan MK. Demikian pula, candaan yang tidak disertai kekerasan, ancaman, maupun penghinaan, pada dasarnya masih dilindungi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Dengan demikian, batas antara kritik, candaan, dan perbuatan tidak menyenangkan dapat dilihat dari ada tidaknya unsur yang menimbulkan kerugian nyata bagi orang lain, baik secara fisik maupun psikis.
Baca juga: Pelaku Kejahatan Dapat Terbebas dari Hukuman? Kenali Istilah Penghapusan Pidana!
Alternatif pasal lain terkait perbuatan tidak menyenangkan


Meskipun istilah “perbuatan tidak menyenangkan” saat ini tidak lagi dapat digunakan sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri, terdapat beberapa pasal lain yang dapat dijadikan alternatif dalam menjerat perbuatan yang termasuk dalam kategori tersebut. Adapun alternatif pasal tersebut antara lain:
- Penghinaan atau pencemaran nama baik: Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP serta Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
- Pengancaman: Pasal 335 KUHP (dengan unsur pengancaman) dan Pasal 368 KUHP (pemerasan)
- Penganiayaan: Pasal 351 KUHP (penganiayaan fisik) dan Pasal 352 (penganiayaan ringan)
- Pelanggaran privasi dan data pribadi: Pasal 65 dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
Baca juga: Menghina Artis Bisa Terjerat Hukum? Simak Penjelasannya!
Apakah perbuatan tidak menyenangkan bisa dipidana?
Sebelum Putusan MK Nomor 1/PUU-XI/2013, suatu perbuatan tidak menyenangkan tentunya dapat dipidana jika memenuhi seluruh unsur dari Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Namun setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP karena dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, maka perbuatan yang sekadar menimbulkan rasa tidak senang tanpa adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan tidak lagi dapat dipidana.
Hal ini terjadi karena Pasal 335 ayat (1) KUHP hanya dapat diterapkan apabila terdapat unsur pemaksaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Baca juga: Perbedaan Putusan Bebas dan Lepas dalam Hukum Pidana
Langkah hukum jika menjadi korban perbuatan tidak menyenangkan
Jika Sobat menjadi korban perbuatan tidak menyenangkan yang memenuhi unsur pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP, Sobat dapat melaporkan perbuatan tersebut ke kepolisian untuk kemudian diproses secara pidana. Dimana laporan tersebut dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun dengan media elektronik ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (“SPKT”)
Adapun jika perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur kekerasan atau ancaman kekerasan, namun mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman atau lainnya, Sobat dapat melaporkan menggunakan pasal-pasal terkait sesuai dengan perbuatan pidana yang terjadi.
Baca juga: Cara Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi Serta Biayanya
Perqara telah melayani lebih dari 30.000 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 11.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Keadilan Restoratif dalam Hukum Pidana: Pengertian, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 1/PUUXI/ 2013 tentang Penghapusan Frasa Perbuatan yang Tidak Menyenangkan
- Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Undang-Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Referensi
- Rivaldy Billy Heskia Rampengan, Olga A. Pangkerego dan Marthin Doodoh, “Perbuatan Tidak Menyenangkan Ditinjau dari Pasal 335 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”, E-Journal Unsrat, (2022).
- Peter Jeremiah Setiawan, Xavier Nugraha, Vincentius Sutanto, dan Marchethy Riwani Diaz, “Konstitusionalitas Perbuatan Tidak Menyenangkan Sebagai Tindak Pidana Ujaran Kebencian: Analisis Surat Edaran Kapolri Nomor Se/6/X/2015”, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, Vol. 8, No. 1, (2021).
- Indriana Dwi Mutiara Sari, Handias Gitalistya, dan Anggita Doramia Lumbanraja, “Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 1, No. 2, (2019).