Setelah beberapa tahun menunda pengesahan RKUHP atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana untuk membahasnya kembali. Pembahasan RKUHP ditunda selama beberapa tahun dikarenakan beberapa deretan Pasal dalam rancangan yang menimbulkan banyak perdebatan di masyarakat.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa DPR akan menggunakan metode carryover (operan), artinya DPR tidak akan membahas secara keseluruhan draft RKUHP lagi. Pembahasan kali ini akan beralih langsung ke persoalan yang mengganjal yaitu 14 pasal RKUHP yang dianggap kontroversial tersebut. Lantas, apa saja deretan pasal kontroversial di RKUHP? Simak artikel berikut ini.

Hukum yang Hidup 

Ketentuan hukum yang hidup dalam masyarakat termaktub dalam Pasal 2 yang dapat dijadikan acuan untuk mempidanakan seseorang jika perbuatan itu tidak diatur dalam RKUHP. Maksud ‘hukum yang hidup’ dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat. Jadi pada dasarnya, ketentuan ini mengartikan seseorang dapat dipidana ketika ia melakukan suatu perbuatan yang pengaturannya belum ada dalam RKUHP dan tidak sesuai nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sehingga apabila pemenuhan kewajiban adat setempat tidak dijalani, maka dapat dijerat hukuman pidana denda kategori II (Rp10 juta) dan dapat dikenakan pidana pengganti untuk pidana denda. Pidana pengganti dapat juga berupa pidana ganti kerugian (Pasal 96 RUU KUHP).

Pidana Mati Berubah Menjadi Pidana Seumur Hidup

Pengaturan pidana mati dapat Sobat Perqara temui dalam Pasal 100 RKUHP. Pidana mati yang dimaksudkan dalam RKUHP berbeda dengan pengaturan pidana mati di KUHP, apabila dalam KUHP pidana mati merupakan pidana pokok namun jika di RKUHP, pidana mati dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup apabila terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) RKUHP. Sehingga masih ada kesempatan bagi terpidana untuk tidak dipidana mati meskipun kesalahannya sudah mengharuskan dirinya untuk dipidana mati misalnya seperti bandar narkoba dan terorisme.

Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Berdasarkan Pasal 218 RKUHP, pidana atas hal ini berlaku jika terdapat pernyataan tertulis oleh Presiden dan Wakil Presiden (delik aduan) yang merasa harkat dan martabatnya sedang diserang, serta terdapat pengecualian jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Namun, pasal ini juga memungkinkan terjadinya salah tafsir oleh aparat penegak hukum guna membungkam kritik terhadap penguasa. Sehingga pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi siapapun yang bertujuan mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah, seolah-olah Presiden dan Wakil Presiden anti kritik. Oleh karena itu, masyarakat tetap perlu berhati-hati dalam menyampaikan kritiknya kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Jual Jasa Kekuatan Gaib

Berdasarkan Pasal 252 RKUHP, seseorang dapat dipidana jika memiliki kekuatan gaib dan menawarkan bantuan kepada orang lain dimana perbuatannya itu dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik. Pasal ini termasuk pengaturan yang baru di Indonesia dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang mampu menyebabkan terjadinya tindak pidana lain lagi.

Hewan Ternak atau Unggas yang Merusak Kebun Orang lain dapat dipidana

Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 278-279 RKUHP. Pasal ini awalnya menimbulkan kontroversial karena dikatakan ketika orang membiarkan hewan ternaknya atau unggasnya berjalan di kebun orang lain maupun tanah yang sudah ditaburi benih maka dapat dipidana denda. Namun akhirnya setelah dipertimbangkan, pasal ini akan ditambahkan frasa “yang mengalami kerugian” agar menjadi lebih jelas.

Penghinaan Terhadap Pengadilan

Hal ini diatur dalam Pasal 281 RKUHP. Pasal ini dinilai kontroversial karena dianggap membatasi jurnalis dalam mengemban tugasnya untuk meliput jalannya persidangan, sebab mereka dapat dipidana jika tanpa izin merekam dan mempublikasi langsung proses persidangan. Pasal ini tetap direncanakan untuk dimasukkan ke RKUHP. Namun, karena dianggap kontroversial, ada penambahan frasa pada Pasal 281 huruf c yaitu “dipublikasikan secara langsung”. Artinya jurnalis tetap dapat mempublikasi atau menulis berita tentang persidangan asalkan tidak melakukan live streaming atau merekam audio secara live dan dipublikasikan secara langsung.

Penodaan Agama

Penodaaan agama diatur dalam Pasal 304 RKUHP. Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyatakan telah mempertimbangkan usulan masyarakat terkait bunyi Pasal 304 dan hasilnya telah mengemukakan adanya 3 perbuatan yang diatur dengan menggantikan kata “penodaan” dalam pasal tersebut, antara lain yakni perbuatan yang bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.

Penganiayaan Terhadap Hewan

Pasal 342 RKUHP mengatur mengenai penganiayaan terhadap hewan. Pasal ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat karena tidak menjelaskan frasa “kemampuan kodratnya”. Maksudnya pengertian kemampuan kodratnya mungkin bisa menimbulkan arti yang berbeda-beda. Sehingga dibuat menjadi lebih jelas maksud dari kemampuan kodratnya adalah kemampuan hewan secara alamiah.

Mempertunjukkan dan Menawarkan Penggunaan Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan

Pengaturan ini diatur dalam Pasal 414-416 RKUHP. Pasal ini menimbulkan kontroversi bagi relawan Keluarga Berencana (KB), karena tentunya mereka akan mempertanyakan aturan yang bertentangan dengan program KB dari pemerintah. Maka dari itu, pasal tersebut menyebutkan bahwa peraturan ini hanya ditujukan bagi anak sebagaimana diatur Pasal 414. Dalam 416 juga dinyatakan ketentuan pasal 414 tidak berlaku bagi petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.

Gelandang di Tempat Umum dapat Dipidana

Di Indonesia sangat banyak ditemukan orang yang bergelandang di jalan atau tempat umum. Untuk menjaga ketertiban umum, pemerintah mengusulkan Pasal 431 yang mengatur tentang hal ini. Orang yang melanggar peraturan ini tidak akan dikenakan pidana penjara, namun akan diberikan pidana denda. Meskipun begitu, masyarakat menganggap hal ini tidak masuk akal dan tidak adil karena orang yang bergelandang sudah jelas tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sudah pasti mereka juga tidak akan bisa membayar denda.

Tenaga Medis Melakukan Aborsi dapat Dipidana

Ketentuan mengenai aborsi terdapat dalam Pasal 469-471 RKUHP.  Pemerintah mengusulkan adanya penambahan 1 ayat baru pada Pasal 471 yang menyebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak melebihi 12 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis. Sehingga dokter, bidan, paramedis, atau apoteker tidak akan dipidana jika membantu korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak lebih dari 12 minggu.

Melakukan Hubungan Suami Istri di Luar Pernikahan Bisa Dipidana

RKUHP mengatur mengenai perzinaan pada Pasal 417. Dinyatakan apabila seseorang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana karena perzinaan. Namun, penuntutan terhadap ketentuan dalam pasal tersebut hanya dapat diajukan oleh orang-orang terkait saja yaitu suami, istri, orang tua atau anaknya saja (delik aduan). Diluar pihak-pihak tersebut, ketentuan pasal ini tidak akan berlaku.

Kumpul Kebo dapat Dipidana

Pengaturan ini diatur dalam Pasal 418 RKUHP. Dinyatakan jika seseorang melakukan hidup bersama sebagai suami istri diluar perkawinan maka dapat dipidana penjara. Namun, penuntutan hanya dapat dilakukan oleh suami, istri, orang tua atau anaknya, serta kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya. Diluar pihak-pihak tersebut, ketentuan pasal ini tidak akan berlaku.

Memaksa Suami/Istri Melakukan Persetubuhan Termasuk Sebagai Pemerkosaan

Pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) diatur dalam Pasal 479 ayat (2) huruf a RKUHP, hal ini agar terdapat konsistensi dengan Pasal 53 UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Artinya, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan baik suami maupun istri juga akan bersifat delik aduan. 

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum yang disebutkan di atas, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Menghina Pemerintah Bisa Dipidana? Simak Penjelasannya!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Referensi

  1. Draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana https://reformasikuhp.org/data/wp-content/uploads/2015/02/RKUHP-FULLL.pdf 
  2. Kiswondari. Kemenkumham Buka Kemungkinan Perubahan 14 Isu Krusial Pada Draf RUU KUHP. Juli 14, 2022. Diakses pada Juli 15, 2022. https://nasional.sindonews.com/read/826499/13/kemenkumham-buka-kemungkinan-perubahan-14-isu-krusial-pada-draf-ruu-kuhp-1657789669.