Sengketa atau perselisihan yang terjadi dalam ruang lingkup Hukum Perdata dapat diselesaikan melalui 2 (dua) cara, yaitu non-litigasi (di luar pengadilan) dan litigasi (di dalam pengadilan). Penyelesaian secara non-litigasi dapat dilakukan jika kedua belah pihak tidak puas dengan aturan atau hukum suatu negara. Beberapa contoh penyelesaian non-litigasi adalah arbitrase, konsiliasi, dan mediasi. Artikel ini akan berfokus pada penyelesaian konflik dengan cara konsiliasi dengan memberikan perbandingan antara konsiliasi dan mediasi.

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Penyelesaian sengketa secara non-litigasi (di luar pengadilan) biasa disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“APS”) atau dalam bahasa Inggris Alternative Dispute Resolution (“ADR”) adalah proses penyelesaian sengketa yang dianggap lebih memberikan rasa keadilan menurut para praktisi mau pun akademis hukum.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”) dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa:

“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.”

Dari bunyi pasal tersebut, ada lima alternatif penyelesaian yang bisa dipilih oleh pihak yang sedang bersengketa. Alternatif ini mengutamakan musyawarah berlandaskan itikad baik para pihak untuk mencapai kesepakatan. Sekarang kita akan membahas salah satu alternatif yaitu konsiliasi, dan mediasi sebagai perbandingan.

Apa Itu Konsiliasi?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsiliasi yaitu adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Para pihak yang berselisih menggunakan konsiliator untuk bertemu secara terpisah maupun bersama-sama dalam upaya menyelesaikan perbedaan mereka.

Biasanya, setelah mendengar kedua belah pihak, konsiliator akan membuat usulan-usulan penyelesaian masalah agar kesepekatan tercapai. Namun, keputusan ini tidak mengikat.

Contoh Konsiliasi di Indonesia

Beberapa contoh kasus yang bisa diselesaikan dengan konsiliasi, yaitu:

Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan

Misalnya kasus perselisihan pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dialami karyawan bernama Poster Sijintak dengan PT. Jarsindo Karya Utama di Kabupaten Siak. Penyelesaiannya dilakukan melalui konsiliasi perselisihan tenaga kerja.

Penyelesaian Perselisihan dalam Lingkup Layanan Publik

Misalnya pada kasus permasalahan penerbitan Sertifikat Hak Milik (“SHM”) yang tidak dilayani oleh Kepala Desa di Kabupaten Bondowoso. Kepala Desa tidak menandatangani surat-surat yang dibutuhkan Pelapor dalam pengurusan sertifikat tanah. Kemudian diadakanlah konsiliasi untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak yang berselisih.

Definisi Mediasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Berdasarkan definisi, konsiliasi dan mediasi tidak beda jauh. Kedua cara ini melibatkan pihak ketiga yang akan ikut dalam proses penyelesaian masalah.

Orang ketiga dalam proses mediasi disebut sebagai mediator. Berbeda dengan konsiliator, seorang mediator tidak dapat memberikan usulan. Ia hadir hanya sebagai moderator dalam diskusi penyelesaian masalah. Selain itu, seseorang harus memiliki lisensi jika ingin menjadi mediator, berbeda dengan konsiliator yang posisinya bisa diisi oleh siapa saja.

Perbedaan Konsiliasi dan Mediasi 

PerbedaanKonsiliasiMediasi
Pihak KetigaKonsiliatorMediator
Lisensi Pihak KetigaTidak ada lisensi, Konsiliator biasanya adalah orang yang berkeahlian dan berpengalaman dalam subjek yang disengketakan.Memerlukan lisensi, yaitu Sertifikat Mediator yang diterbitkan oleh Lembaga Sertfikasi Mediator.
Peran Pihak KetigaKonsiliator aktif memberikan intervensi pada substansi, opsi-opsi, memberikan rekomendasi, mempengaruhi pihak, mempengaruhi hasil.Hanya sebagai fasilitator sehingga memberikan kesempatan bagi para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
Pencapaian KeputusanKonsiliator hanya membantu dan tidak berwenang untuk memberikan keputusan selama perundingan berlangsung. Pendapat Konsiliator juga tidak mengikat para pihak. Konsiliator lebih bersifat formal dengan memberikan pendapat berdasarkan prosedur atau aturan yang berlaku.Apabila keputusan di antara para pihak telah mencapai titik temu, hasilnya dituangkan dalam kesepakatan bersama dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan Mediator. Perjanjian ini mengikat dan wajib didaftarkan untuk mendapat pengesahan di Pengadilan Negeri. 

Sengketa yang Menjadi Lingkup Konsiliasi 

Sengketa yang secara umum berada dalam lingkup konsiliasi adalah sebagai berikut:

  • Konsiliasi pada Hubungan Industrial/Ketenagakerjaan mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan yang ditengahi Konsiliator, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
  • Konsiliasi pada perselisihan antara konsumen dengan penyedia produk konsumen (barang dan/atau jasa konsumen) yang dilakukan di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
  • Konsiliasi pada perselisihan dalam lingkup pelayanan publik, misalnya dengan adanya maladministrasi yang dilakukan di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Ombudsman RI (PO) 26 Tahun 2017 j.o PO Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan, dengan memperhatikan karakteristik laporan yang masuk kategori pengawasan Ombudsman RI yaitu ruang lingkup pelayanan publik.

Penyelesaian Konflik Dengan Konsiliasi 

Proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dilakukan melalui:

  • Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi memerlukan andil Konsiliator, sehingga perlu mencari Konsiliator;
  • Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilaksanakan setelah para pihak sama-sama mengajukan permintaan penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi sesuai dengan lingkupnya;
  • Setelah menemukan Konsiliator yang sesuai dengan lingkup permasalahan sengketa, proses selanjutnya adalah klarifikasi, investigasi, konsiliasi, serta pemberian rekomendasi dari Konsiliator kepada para pihak yang bersengketa.

Resiko Melakukan Konsiliasi 

Tujuan melakukan konsiliasi adalah menyelesaikan sengketa dan mencapai persetujuan di antara para pihak yang berkonflik. Namun, perlu diingat bahwa walaupun konsiliasi telah terjadi, mungkin saja ada salah satu pihak yang tidak setuju dengan hasil konsiliasi. Walaupun telah ditengahi oleh Konsiliator, hasil dari konsiliasi bukanlah sebuah putusan yang mengikat. Bisa saja pasca konsiliasi, fokus utama ataupun pokok yang disengketakan tidak dapat dicapai oleh masing-masing pihak.  

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 1.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
  4. Peraturan Ombudsman RI (PO) 26 Tahun 2017 j.o. PO Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan

Referensi

  1. Debby Novalita, dan Riska Fitriani, “Penyelesaian Perselisihan Tenaga Kerja Melalui Konsiliasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pada PT. Jarsindo Karya Utama di Kabupaten Siak”, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Hukum Unri, Vol.3 No. 2 Oktober 2016. 
  2. Ombudsman RI, “Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi”. modul pelatihan mediasi/konsiliasi – Ombudsman RIhttps://ombudsman.go.id › produk › unduh, diakses pada 29 Mei 2022.
  3. Syafrida, “Alternatif Penyelesaian Sengketa Sebagai Solusi Mewujudkan Asas Pemeriksaan Perkara Sederhana, Waktu Singkat, dan Biaya Murah“ Jurnal Sosial & Budaya, Vol. 7, No. 4, (2020): 362-365. DOI: 10.15408/sjsbs.v7i4.15167