Kekerasan psikis sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, banyak yang tidak tahu bahwa kekerasan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Bentuk-bentuk kekerasan psikis umumnya terjadi dalam lingkup rumah tangga, masyarakat difabel, dan anak.

Berbeda dengan korban kekerasan fisik yang bisa terlihat lukanya ketika menjadi korban, korban kekerasan psikis tidak memiliki bukti fisik. Lalu, bagaimanakah aturan kekerasan psikis sebagai tindak pidana? Simak penjelasan berikut ini.

Apa Itu Kekerasan Psikis?

Sebenarnya, tindakan kekerasan psikis tidak diatur secara jelas dan tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Namun, jenis kekerasan ini dapat dikenakan Pasal 355 KUHP selama memenuhi unsur paksaan.

Ketentuan terkait kekerasan psikis diatur lebih jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU No. 23 Tahun 2004”). Dalam hal ini, kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat seseorang. Definisi tersebut terdapat dalam Pasal 7 UU No. 23 Tahun 2004.

Ciri-Ciri Kekerasan Psikis

Penting untuk diketahui bahwa suatu tindakan dapat dikatakan sebagai kekerasan psikis jika:

  1. Ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan bersifat negatif, dan sikap tubuh yang merendahkan.
  2. Tindakan tersebut sering kali menekan, menghina, merendahkan, membatasi, atau mengontrol korban untuk memenuhi tuntutan pelaku.
  3. Tindakan tersebut menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya, gangguan tidur, gangguan makan, ketergantungan obat hingga yang paling mengkhawatirkan adalah memunculkan rasa ingin bunuh diri terhadap korbannya.

Penyebab Terjadinya Kekerasan Psikis

Tidak dapat mengendalikan emosi

Apabila emosi yang ada di dalam diri sulit dikendalikan, maka emosi akan terus meningkat, sehingga akan mudah marah dengan permasalahan yang sepele.

Dendam

Munculnya rasa dendam, biasanya disebabkan karena seseorang tidak terima dengan perilaku yang pernah menimpa dirinya, sehingga memicu rasa amarah dalam diri. Dari perasaan marah itulah seseorang akan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis, supaya dapat membalas apa yang pernah diterimanya pada waktu itu.

Merasa hilangnya harga diri

Apabila seseorang sudah kehilangan harga diri dan sudah tidak dihargai lagi oleh lingkungan terdekatnya, maka ia dapat melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut biasanya akan dimulai dari sikap dan perilaku marah.

Permasalahan ekonomi

Kekerasan psikis karena permasalahan ekonomi sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga.  Kondisi ekonomi yang kurang baik dapat memicu pertengkaran, sehingga menimbulkan seseorang berkata kasar dan melakukan tindakan kekerasan psikis lainnya.

Telah menjadi tradisi

Kekerasan psikis dapat pula disebabkan karena sudah adanya tradisi kekerasan dalam suatu lingkungan. Kekerasan yang disebabkan karena tradisi sangat sulit untuk dihilangkan, sehingga akan terus berlanjut ke generasi selanjutnya.

Bentuk Kekerasan Psikis

Sebagian orang masih tidak menyadari tindakan yang dilakukannya atau yang dialaminya merupakan bentuk dari kekerasan psikis. Oleh sebab itu, penting untuk diketahui bentuk-bentuk dari kekerasan tersebut, sebagai berikut:

  1. Tindakan pengendalian
  2. Memanipulasi
  3. Eksploitasi
  4. Kesewenangan
  5. Pemaksaan
  6. Isolasi sosial
  7. Tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina
  8. Penguntitan
  9. Ancaman

Contoh Kekerasan Psikis 

Kekerasan psikis bukan hanya menimbulkan ketakutan, namun juga dapat menyebabkan seseorang mendapatkan trauma. Contoh dari kekerasan psikologis biasanya seperti ucapan yang menyakitkan hati, melakukan penghinaan terhadap seseorang atau kelompok, melakukan ancaman, dan sebagainya.

Contoh kasus yang pernah terjadi yaitu Putusan Nomor 14/Pid.Sus/2016/PN.Kng yang mengadili terdakwa yang terbukti secara sah bersalah dan melakukan tindak pidana “Kekerasan Psikis dalam Lingkup Rumah Tangga.”

Perbuatan yang dilakukan terdakwa (suami) awalnya terjadi pada tanggal 21 Mei 2006. Setelah terdakwa menikah dengan korban (istri) kurang lebih menikah selama 9 tahun, mereka tidak kunjung dikaruniai anak yang menyebabkan seringnya terjadi percekcokan. Selain itu, terdakwa juga tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan.

selama 6 bulan terdakwa tidak memberi nafkah lahir batin.

Pada bulan Desember 2014, terdakwa berkenalan dengan wanita lain dan mengaku sebagai duda. Akhirnya terdakwa menikahi wanita tersebut secara siri pada hari Jumat, 13 Februari 2015. Kabar pernikahan tersebut diketahui oleh istri sahnya.

Perbuatan tersebut mengakibatkan korban (istri) mengalami depresi sebagaimana tertera dalam Surat Keterangan Jiwa Nomor: 011/SKJ/10-2015/Kngn tanggal 18 Oktober 2015 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Luhurr Artosougroho Sp.Kj. Hasil pemeriksaan membuktikan bahwa klien menunjukkan gejala depresi derajat sedang yang disebabkan oleh perlakuan pasangannya (mantan suami) berupa perkataan yang menyakiti karena perselisihan yang sering terjadi. Untuk itu, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) bulan.

Kekerasan Psikis sebagai Tindak Pidana

Di Indonesia aturan mengenai kekerasan psikis sebagai tindak pidana terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2004. Tindakan kekerasan psikis sebagai tindak pidana dalam UU No. 23 Tahun 2004 dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum berdasarkan Pasal 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004. Sanksi dari tindakan kekerasan psikis tersebut tertuang di dalam Pasal 45 yang berbunyi:

  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000.
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000.

Kekerasan psikis yang disebutkan di dalam UU No. 23 Tahun 2004 merupakan sebuah perbuatan yang berdampak bahaya bagi korban. Dampaknya bisa berupa tidak mendapat pemulihan depresi, insomnia, stress, cemas, hingga gejala keinginan untuk bunuh diri.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan hukum ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Hati-hati! Pelaku Bullying Bisa Dijerat Hukum

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Referensi

  1. Resti Arini. “Kekerasan Psikis dalam Rumah Tangga sebagai Suatu Tindak Pidana”. Lex Crimen. Vol. II No. 5 (September 2013).
  2. Muhammad Jazil Rifqi.”Multitafsir Penyebab Kekerasan Psikis dalam Rumah Tangga: Perlukah Visum et Repertum Psikiatrikum dalam Pembuktian?”. Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam. Vol. 7 No. 1 (Juni 2022).
  3. Direktori Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 14/Pid.Sus/2016/PN.Kng.
  4. Restu. Pengertian Kekerasan: Jenis, Ciri, Penyebab, dan Contoh”.https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kekerasan/. Diakses pada tanggal 15 April 2023.