Perceraian merupakan proses hukum yang sudah tidak asing lagi di masyarakat. Seluruh rangkaian dalam perceraian harus dipahami dengan baik dari mempersiapkan perceraian sampai pasca perceraian. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan setelah perceraian adalah mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Bagi suami, terdapat sejumlah kewajiban yang harus ditunaikan meskipun pernikahan telah berakhir. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai kewajiban suami setelah cerai, termasuk nafkah, harta bersama, dan aspek hukum lainnya.
Baca juga: Pengasuhan Bersama Pasca Cerai
Pentingnya memahami kewajiban suami pasca perceraian
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Pentingnya memahami kewajiban suami pasca perceraian](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203401.542-1024x576.webp)
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Pentingnya memahami kewajiban suami pasca perceraian](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203401.542-1024x576.webp)
Memahami kewajiban suami setelah cerai adalah langkah penting untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat. Selain itu, memahami kewajiban suami setelah cerai juga sebagai bentuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan memahami tanggung jawab ini, suami dapat menjalani proses perceraian dengan lebih baik dan menghindari konflik di masa depan.
Baca juga: Kewajiban Istri Setelah Cerai
Nafkah setelah perceraian
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Nafkah setelah perceraian](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203424.453-1024x576.webp)
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Nafkah setelah perceraian](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203424.453-1024x576.webp)
Salah satu kewajiban suami setelah cerai adalah memberikan nafkah kepada mantan istri dan anak-anak. Nafkah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mantan istri dan anak-anak selama masa tertentu. Besaran dan jenis nafkah yang harus diberikan akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing pihak dan ketentuan hukum yang berlaku.
Jenis-jenis nafkah
Jenis nafkah menurut hukum Islam
Jika merujuk pada hukum Islam, terdapat beberapa nafkah yang perlu dipenuhi, sebagai berikut:
- Nafkah madhiyah (nafkah masa lampau) – Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 (“SEMA No. 3 Tahun 2018”)
Nafkah madhiyah merupakan nafkah terdahulu yang dilalaikan atau sengaja tidak diberikan oleh mantan suami pada mantan istri ketika keduanya masih terikat dengan pernikahan atau sebelum bercerai. Dalam hal ini, istri berhak untuk mengajukan tuntutan nafkah madhiyah ketika proses persidangan.
- Nafkah iddah – Pasal 149 huruf b Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
Nafkah iddah merupakan nafkah istri yang wajib diberikan oleh mantan suaminya ketika terjadi perceraian karena talak. Dalam hal ini, talak berarti yang mengajukan gugatan cerai adalah dari pihak suami pada istrinya ke pengadilan agama.
Nafkah ini diberikan selama jangka waktu 3 bulan 10 hari dan mulai diberikan ketika mantan suami melakukan ikrar talak di depan majelis hakim. Kemudian untuk jumlah banyaknya nafkah yang diberikan akan ditentukan oleh hakim yang mana disesuaikan juga dengan kemampuan mantan suami.
- Nafkah mut’ah – Pasal 149 huruf a KHI dan Pasal 158 KHI
Nafkah mut’ah atau nafkah penghibur merupakan pemberian nafkah istri dari mantan suami yang menjatuhkan talak baik dalam bentuk uang ataupun benda. Nafkah ini wajib diberikan ketika perkawinan putus karena talak dari suami.
- Nafkah anak – Pasal 149 huruf d KHI
Apabila setelah perceraian, ada anak yang berusia dibawah 21 tahun sedangkan yang memegang hak asuh anak adalah mantan istri, maka mantan suami wajib untuk memberikan nafkah anak pada mantan istri.
Besaran jumlah nafkah yang diberikan biasanya adalah ⅓ dari jumlah penghasilan suami ketika proses perceraian. Namun, hakim juga bisa menentukan lebih dari jumlah tersebut tergantung dokumen bukti mengenai penghasilan yang ditunjukkan oleh istri ketika proses perceraian.
Baca juga: Kewajiban Nafkah dalam Hukum Keluarga: Hak, Tanggung Jawab, dan Aturan Hukumnya
Menurut hukum perdata secara umum
Jika merujuk pada hukum perdata secara umum di Indonesia, ketentuan terkait kewajiban suami setelah cerai dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), sebagai berikut:
- Pasal 41 UU Perkawinan
Pasal ini menyatakan bahwa mantan suami wajib memberikan biaya hidup kepada mantan istri jika ia tidak bekerja atau memiliki penghasilan yang cukup. dan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak.
- Pasal 149 huruf (d) KUHPerdata
Ketentuan dalam pasal ini menyebutkan bahwa mantan suami bertanggung jawab atas nafkah mantan istri selama periode tertentu, tergantung situasi dan kesepakatan.
Dasar hukum dan besaran nafkah
Dasar hukum kewajiban suami untuk memberikan nafkah setelah perceraian diatur dalam SEMA No. 3 Tahun 2018, KHI, UU Perkawinan, dan KUHPerdata. Hal ini seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Ketentuan terkait besaran nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami pasca perceraian tidak diatur secara rinci dalam undang-undang. Besaran nafkah biasanya ditentukan berdasarkan kemampuan finansial suami dan kebutuhan mantan istri serta anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi suami untuk melakukan perhitungan yang adil dan transparan.
Mekanisme pembayaran nafkah
Mekanisme pembayaran nafkah tidak diatur secara rinci dalam undang-undang. Biasanya, mekanisme pembayaran nafkah pasca perceraian ini ditentukan sesuai kesepakatan antara para pihak. Berikut beberapa mekanisme pembayaran nafkah yang dapat dilakukan:
- Transfer bank. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank untuk memastikan bahwa mantan istri dan anak-anak menerima nafkah secara tepat waktu.
- Tunai. Dalam beberapa kasus, suami dapat memberikan nafkah secara tunai, tetapi harus ada bukti penerimaan untuk menghindari sengketa di kemudian hari.
Baca juga: Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Hukum Keluarga
Hak besuk untuk orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh
Orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak tetap memiliki hak untuk bertemu dan berkomunikasi dengan anak. Hak besuk ini diatur dalam undang-undang dan dapat diatur lebih lanjut dalam perjanjian perceraian.
Apabila mantan suami tidak mendapatkan hak asuh atas anak-anak, ia tetap memiliki hak untuk mengunjungi dan berinteraksi dengan anak-anak. Hak besuk ini penting untuk menjaga hubungan antara orang tua dan anak, serta memberikan dukungan emosional bagi anak-anak setelah perceraian.
Baca juga: Mediasi Perceraian: Proses, Manfaat, dan Panduan Lengkap di Indonesia
Harta bersama dan pembagiannya
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Harta bersama dan pembagiannya](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203325.733-1024x576.webp)
![Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai Harta bersama dan pembagiannya](https://perqara.com/blog/wp-content/uploads/BLOG-PICT-2025-01-30T203325.733-1024x576.webp)
Setelah perceraian, harta bersama yang diperoleh selama pernikahan harus dibagi secara adil. Suami memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pembagian harta ini dengan baik, sesuai dengan kesepakatan atau hukum yang berlaku. Pembagian harta bersama dapat mencakup properti, kendaraan, dan aset lainnya.
Pembagian harta bersama dapat dilakukan secara musyawarah mufakat atau melalui putusan pengadilan. Jika merujuk pada Pasal 37 UU Perkawinan, ketika terjadi perceraian, harta bersama yang diperoleh selama perkawinan dapat diatur menurut aturan hukum yang berbeda-beda tergantung adat atau hukum agamanya masing-masing.
Baca juga: Perjanjian Pra Nikah Pisah Harta: Keuntungan, Syarat, dan Prosedur
Mahar yang belum dibayar lunas
Jika ada mahar yang belum dibayar lunas, suami juga memiliki kewajiban untuk menyelesaikannya. Namun, jika pihak mantan istri sudah mengikhlaskan mahar tersebut, mahar dianggap lunas. Jadi, terkait hal ini tergantung situasi, kondisi, dan kesepakatan para pihak.
Baca juga: Pengaturan Harta Bersama dalam Perkawinan
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 5.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan kewajiban suami setelah cerai, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Menikah Dengan WNA, Apa Bisa Buat Akta Pisah Harta?
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Kompilasi Hukum Islam
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018;