Dalam beberapa tahun terakhir, konsep keadilan restoratif semakin banyak diperbincangkan sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Pendekatan ini menawarkan paradigma yang berbeda dari keadilan retributif yang cenderung fokus pada hukuman. Keadilan restoratif menekankan pada pemulihan kerugian korban, pertanggungjawaban pelaku, dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat. Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai keadilan restoratif, mulai dari pengertian, prinsip, dasar hukum.
Baca juga: Pidana Tambahan dalam Kasus Pidana: Pengertian, Jenis, dan Contoh Kasus
Pengertian keadilan restoratif
Keadilan restoratif adalah pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada perbaikan kerugian yang dialami korban dan pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat. Proses ini melibatkan semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi yang adil dan memuaskan bagi semua pihak, alih-alih hanya fokus pada penghukuman pelaku. Inti dari keadilan restoratif adalah dialog dan musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
Baca juga: Perbedaan Putusan Bebas dan Lepas dalam Hukum Pidana
Prinsip-prinsip keadilan restoratif


Keadilan restoratif didasarkan pada beberapa prinsip utama, antara lain:
- Pemulihan kerugian korban. Prioritas utama adalah memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kerugian yang dialami korban akibat tindak pidana.
- Pertanggungjawaban pelaku. Pelaku didorong untuk mengakui perbuatannya, memahami dampak dari tindakannya terhadap korban dan masyarakat, serta bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian tersebut.
- Keterlibatan semua pihak. Proses keadilan restoratif melibatkan korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, perwakilan masyarakat, dan fasilitator.
- Dialog dan musyawarah. Keputusan dan solusi dicapai melalui dialog terbuka dan musyawarah mufakat antara semua pihak yang terlibat.
- Reintegrasi pelaku. Tujuan akhir dari proses ini adalah reintegrasi pelaku kembali ke dalam masyarakat sebagai individu yang bertanggung jawab dan produktif.
Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata
Dasar hukum keadilan restoratif di Indonesia
Konsep keadilan restoratif mulai mendapatkan pengakuan dan landasan hukum yang lebih kuat di Indonesia. Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keadilan restoratif antara lain:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). UU ini secara eksplisit mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara anak.
- Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Perpol ini menjadi pedoman bagi penyidik dalam menerapkan keadilan restoratif pada tingkat penyidikan untuk tindak pidana tertentu.
- Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif: Perja ini mengatur mekanisme penghentian penuntutan di tingkat kejaksaan berdasarkan prinsip keadilan restoratif.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, dan Pasal 482, KUHP konsep keadilan restoratif dapat diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama tiga (3) bulan dan denda Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
- Berbagai peraturan daerah dan kebijakan di tingkat instansi penegak hukum juga mulai mengadopsi prinsip-prinsip keadilan restoratif.
Baca juga: Kenali Istilah Poging dalam Hukum Pidana
Proses pelaksanaan keadilan restoratif


Proses pelaksanaan keadilan restoratif dapat bervariasi tergantung pada jenis tindak pidana dan peraturan yang berlaku. Namun, umumnya melibatkan tahapan-tahapan berikut:
- Setelah menerima permohonan perdamaian kedua belah pihak yang ditandatangani di atas materai, dilakukan penelitian administrasi syarat formil penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif.
- Kemudian, setelah persyaratan formil terpenuhi, permohonan perdamaian diajukan kepada atasan penyidik untuk mendapatkan persetujuan.
- Jika permohonan disetujui oleh atasan penyidik seperti Kabareskrim, Kapolda, Kapolres, selanjutnya menunggu ditetapkan waktu pelaksanaan penandatanganan pernyataan perdamaian.
- Pelaksanaan konferensi yang menghasilkan perjanjian kesepakatan yang ditandatangani semua pihak yang terlibat.
- Pembuatan nota dinas kepada pengawas penyidik atau Kasatker terkait permohonan dilaksanakannya gelar perkara khusus untuk tujuan penghentian perkara.
- Lalu, gelar perkara khusus dilaksanakan dengan peserta pelapor dan atau keluarga pelapor, terlapor dan atau keluarga terlapor, dan perwakilan masyarakat yang ditunjuk penyidik, penyidik yang menangani dan perwakilan dari fungsi pengawas internal dan fungsi hukum dan unsur pemerintahan bila diperlukan.
- Setelah itu, dilakukan penyusunan kelengkapan administrasi dan dokumen gelar perkara khusus serta laporan hasil gelar perkara.
- Kemudian, surat perintah penghentian penyelidikan/penyidikan dan surat ketetapan penghentian penyelidikan/penyidikan dengan alasan keadilan restoratif akan diterbitkan.
- Dalam tahap penyelidikan, penyelidik menerbitkan surat perintah yang diterbitkan oleh Direktur Reserse Kriminal Mabes Polri, tingkat Polda, dan tingkat Polres atau Polsek.
- Terakhir, dilakukan pencatatan dalam buku register baru B-19 sebagai perkara keadilan restoratif dihitung sebagai penyelesaian perkara.
Baca juga: Kenali Istilah Samenloop dalam Hukum Pidana
Manfaat keadilan restoratif
Penerapan keadilan restoratif menawarkan berbagai manfaat, di antaranya:
- Memenuhi kebutuhan korban. Korban mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan kerugiannya dan terlibat dalam proses pemulihan.
- Meningkatkan pertanggungjawaban pelaku. Pelaku secara langsung berhadapan dengan dampak perbuatannya dan bertanggung jawab untuk memperbaikinya.
- Memperbaiki hubungan sosial. Proses ini berpotensi memulihkan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat yang sempat rusak akibat tindak pidana.
- Mengurangi beban sistem peradilan. Dengan menyelesaikan perkara di luar jalur formal, keadilan restoratif dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
- Menciptakan keadilan yang lebih bermakna. Keadilan restoratif menawarkan solusi yang lebih holistik dan berorientasi pada pemulihan, bukan hanya penghukuman.
Baca juga: Mengenal Pledoi: Hak Terdakwa di Sidang Pidana
Contoh penerapan keadilan restoratif di Indonesia
Salah satu contoh keadilan restoratif di Indonesia yaitu seorang suami bernama Muhammad Arham yang nekat mencuri motor demi bisa membiayai persalinan istrinya. Dikutip dari Kompas.com (20/2/2022) pria tersebut sudah ditahan selama 2 bulan karena mencuri motor untuk membiayai persalinan sang istri. Motor yang dicuri adalah milik seorang pedagang sayur. Oleh pelaku, motor tersebut digadaikan seharga Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Kasus tersebut berakhir damai melalui pendekatan restorative justice. Sang pedagang sayur memaafkan pelaku dan Muhammad Arham pun dibebaskan.
Baca juga: Pahami Istilah Uitlokker dalam Penjatuhan Tindak Pidana
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 11.00 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Pembelaan Terpaksa (Noodweer) Dalam Hukum Pidana
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
- Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif;
- Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Referensi
- Muhammad Rif’an Baihaky, dan Muridah Isnawati. “Restorative Justice: Pemaknaan, Problematika, dan Penerapan yang Seyogianya”. UNES Journal of Swara Justisia. Volume 8, Issue 2, (Juli 2024). Hlm. 276-298.
- Dwiarso Budi Santiarto. Mengenal Pembaruan Keadilan Restoratif Di Pengadilan. https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/6494/mengenal-pembaruan-keadilan-restoratif-di-pengadilan. Diakses pada 19 Maret 2025.
- Rachmawati. Restorative Justice, Pria yang Curi Motor untuk Biaya Persalinan Istri Dibebaskan. https://regional.kompas.com/read/2022/02/20/110100878/restorative-justice-pria-yang-curi-motor-untuk-biaya-persalinan-istri?page=all. Diakses pada 19 Maret 2025.