Perdagangan organ tubuh manusia merupakan salah satu tindakan kriminal yang sampai sekarang masih belum bisa diberantas oleh aparat hukum. Sistem jual beli organ tubuh memiliki banyak macamnya, ada oknum yang menjual/menawarkan organ tubuh dirinya sendiri, ada juga yang menjual organ orang lain dengan cara paksa atau melalui tindakan kriminal lainnya.

Permintaan atau kebutuhan organ tubuh yang cukup tinggi membuat bisnis jual beli organ tubuh manusia di pasar gelap tumbuh subur. Lantas, sebenarnya bagaimana hukum jual beli organ yang berlaku di Indonesia? Apakah ada pasal jual beli organ tubuh dalam Undang-Undang?

Mengapa Jual Beli Organ Tubuh Terjadi?

Kebutuhan terhadap pengobatan penyakit tidak hanya sebatas obat-obatan, teknik dan alat-alat kesehatan yang canggih. Pada penyakit tertentu, organ tubuh tertentu dari seorang pendonor juga dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup pasien.

Pemberian organ tubuh dari orang lain kepada seorang pasien yang membutuhkannya sebenarnya adalah hal yang lazim dengan prosedur yang legal. Biasanya, dokter akan menyarankan pasien untuk mencari kerabat yang memenuhi syarat medis untuk mendonorkan organnya secara sukarela. Namun, cara ini tidak selalu berhasil sehingga pasien harus menunggu donor organ dari prosedur lain yang memakan waktu lama.

Kebutuhan yang banyak akan organ tubuh dan terbatasnya donor organ yang tersedia atau pendonor yang sedikit, menjadikan jual beli organ tubuh marak terjadi. Bisnis jual beli organ tubuh bukanlah usaha gelap dengan keuntungan yang sedikit. Satu organ tubuh bisa dibanderol dengan harga mulai dari puluhan, ratusan, hingga milyaran rupiah. Itulah mengapa banyak oknum yang tertarik untuk menjalani bisnis jual beli organ tubuh manusia.

Pelaku bisnis jual beli organ tubuh manusia biasanya mendapatkan organ dengan upaya kejahatan, seperti penculikan dan penjualan manusia untuk diambil organnya. Hal ini tentu saja merupakan tindakan terlarang yang tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang karena merampas hak hidup seseorang. Selain itu, ada juga individu yang memperjualbelikan organnya sendiri secara langsung kepada orang yang membutuhkannya atau kepada pelaku bisnis.

Hukum Jual Beli Organ Tubuh

Di Indonesia, larangan penjualan organ tubuh manusia tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), namun terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU No. 36 Tahun 2009”). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 64 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.

Pelaku penjualan organ dan/atau jaringan tubuh dapat diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 192 UU No. 36 Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 345 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU No. 1 Tahun 2023”) yang menyatakan bahwa, “setiap orang yang dengan alasan apapun memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI”. Pidana denda kategori VI yaitu sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), berdasarkan Pasal 79 ayat (1) huruf f UU No. 1 Tahun 2023. 

Syarat Jual Beli Organ Tubuh Legal

Sebenarnya, tidak ada kegiatan jual beli organ tubuh yang dianggap legal. Namun, terdapat legalitas bagi upaya donor atau transplantasi organ di Indonesia asal dilakukan sesuai dengan peraturan dan hukum yang ada. Namun, transplantasi organ ini pun tidak boleh ada unsur ‘komersil’. Transplantasi organ tubuh telah diatur dalam Pasal 64 UU No. 36 Tahun 2009, bahwa transplantasi organ hanya dilakukan dengan tujuan kemanusiaan, dan organ/jaringan tubuh dilarang untuk diperjualbelikan.

Larangan terhadap penjualan organ juga terdapat pada peraturan turunan dari UU No. 36 Tahun 2009, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ (“PermenKes No. 38 Tahun 2016”), yakni dalam Pasal 13 ayat (1), bahwa pemberian organ tubuh harus dilakukan dengan tanpa meminta imbalan, artinya pendonoran organ tidak boleh dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan/komersil. 

Selain itu, dalam Pasal 16 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh (“PP No. 53 tahun 2021”), calon resipien (penerima donor) bersedia tidak melakukan pembelian organ maupun melakukan perjanjian dengan calon pendonor yang bermakna jual beli atau pemberian imbalan. Penjualan organ tubuh yang dilakukan secara ilegal merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Untuk itu, jika ada seseorang yang memperjualbelikan organnya dan tidak menerima pembayaran sesuai dengan yang disepakati meskipun telah memberikan organnya, penjual organ tersebut tidak dapat menuntut pembeli organ secara hukum. Hal tersebut karena hukum di Indonesia melarang jual beli organ manusia dan tidak ada aturan yang melindungi penjual organ yang tidak menerima bayaran.

Cara dan Syarat Transplantasi Organ

Pelaksanaan transplantasi supaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencegah terjadinya praktik jual beli organ, serta jaringan tubuh, diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 22 PP No. 53 tahun 2021, yang pada pokoknya transplantasi organ dilaksanakan melalui kegiatan berikut:

  1. Pendaftaran (harus memenuhi syarat administratif dan medis);
  2. Pemeriksaan kecocokan antara resipien dan pendonor;
  3. Operasi transplantasi organ dan penatalaksanaan pasca operasi transplantasi organ;

Persyaratan administratif calon pendonor diatur dalam Pasal 11 PP No. 53 tahun 2021, yang meliputi:

  1. berbadan sehat dibuktikan dengan surat keterangan sehat;
  2. berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
  3. membuat pernyataan tertulis tentang kesediaan menyumbangkan organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan;
  4. mendapat persetujuan keluarga terdekat (meliputi suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, dan/atau saudara kandung pendonor). Namun, apabila keluarga terdekat tersebut  tidak diketahui keberadaannya, tidak cakap secara hukum, meninggal dunia, atau tidak ada, maka persetujuan tersebut tidak diperlukan;
  5. memahami indikasi, kontraindikasi, risiko, prosedur transplantasi organ, panduan hidup pascaoperasi transplantasi organ, dan pernyataan persetujuannya; dan
  6. membuat pernyataan tidak melakukan penjualan organ maupun melakukan perjanjian dengan resipien yang bermakna jual beli atau pemberian imbalan.

Sedangkan, persyaratan medis calon pendonor diatur dalam Pasal 14 PP No. 53 tahun 2021, yanki berupa pemeriksaan medis awal dan skrining di rumah sakit yang ditetapkan sebagai penyelenggara transplantasi organ dalam rangka memastikan kelayakan sebagai pendonor dilihat dari segi kesehatan pendonor.

Transplantasi organ hanya dapat diselenggarakan di rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri. Donor dapat berasal dari yang memiliki hubungan darah dan tidak memiliki hubungan darah dengan resipien. Jika organ berasal dari calon donor mati batang otak/mati otak, operasi transplantasi organ tersebut harus didahului dengan penandatanganan surat persetujuan oleh keluarga terdekat.

Imbalan Legal Bagi Pendonor Organ

Setiap pendonor pada transplantasi organ dapat memperoleh penghargaan. Penghargaan tersebut diberikan karena pendonor tidak dapat melakukan kegiatan atau pekerjaan secara optimal selama proses transplantasi dan pemulihan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP No. 53 Tahun 2021.

Namun, berdasarkan Pasal 26 ayat (4) PP No. 53 Tahun 2021, apabila pihak resipien/ penerima organ tidak mampu, penghargaan tersebut dapat diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, yang termasuk resipien tidak mampu menurut ayat (5) pasal ini merupakan resipien yang memenuhi kriteria sebagai peserta jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran.

Kemudian, berdasarkan ayat (6), bentuk dan/atau nilai dari penghargaan tersebut ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Penghargaan tersebut bukan imbalan, bukan jual-beli, dan hanya untuk tujuan kemanusiaan, serta tidak dikomersialkan. Penghargaan tersebut diberikan oleh resipien, demikian bunyi Pasal 26 ayat (2) dan (3) PP No. 53 tahun 2021.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait jual beli organ tubuh atau memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai hukum transplantasi organ, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapanpun dan dimanapun.

Baca juga: Cara Lapor Orang Hilang ke Polisi

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh
  4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ

Referensi

  1. M. Zen Abdullah dan Fatriansyah. “Analisis Yuridis Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh”. Jurnal Hukum, 14 (1). (Juni 2022). Hlm. 156-165.
  2. Ida Ayu Trisila Dewi dan I Gusti Ngurah Parwata. “Tinjauan Yuridis terhadap Penjualan Organ Tubuh Milik Pribadi”. Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 11 (2021). Hlm. 984-994.
  3. Detik.com. “Jokowi Teken PP Atur Transplantasi-Larang Jual Beli Organ Tubuh”. https://news.detik.com/berita/d-5516361/jokowi-teken-pp-atur-transplantasi-larang-jual-beli-organ-tubuh. Diakses pada tanggal 15 Mei 2023.