Banyaknya kasus penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Pegawai Negara atau Penyelenggara Negara di Indonesia membuat usaha pengendalian gratifikasi menjadi sangat penting. Seperti salah satunya kasus mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin yang ketahuan menerima gratifikasi dari SKPD Kabupaten Bogor berupa uang sekitar Rp 8,9 miliar serta tanah seluas 170.442 hektar di Desa Singasari. Dana tersebut dipakai Rachmat untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada tahun 2013 dan Pemilu 2014. Lantas, bagaimana pemerintah melakukan pengendalian gratifikasi? Simak pada artikel berikut ini.

Definisi Pengendalian Gratifikasi 

Sebelum membahas mengenai pengendalian gratifikasi, perlu diketahui pengertian dari gratifikasi terlebih dahulu. Gratifikasi atau yang dikenal juga dengan “suap terselubung” adalah pemberian dalam berbagai bentuk (uang, komisi, tiket, fasilitas penginapan, dan lain-lain) yang berhubungan dengan jabatan dan kewajiban maupun tugas seorang Pegawai Negara atau Penyelenggara Negara karena ada tujuan dan manfaat yang ingin dicapai.

Jika merujuk pada definisi diatas, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengendalian gratifikasi adalah bagian dari upaya pembangunan suatu sistem pencegahan korupsi, dimana bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat untuk membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi.

Tujuan Pengendalian Gratifikasi

  1. Membuat penerimaan gratifikasi menjadi transparan dan akuntabel;
  2. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi;
  3. Membentuk lingkungan instansi/organisasi yang sadar dan terkendali dalam penanganan gratifikasi;
  4. Mempermudah pelaporan atas penerimaan gratifikasi;
  5. Sebagai unit pengendali gratifikasi dan anti korupsi di instansi masing-masing.

Manfaat Pengendalian Gratifikasi 

Manfaat pengendalian gratifikasi terbagi kepada 3 pihak, yaitu:

Manfaat bagi Individu

  1. Membentuk pegawai yang berintegritas dan profesional
  2. Meningkatkan kesadaran pegawai untuk menolak gratifikasi

Manfaat bagi Instansi

  1. Membentuk citra positif dan kredibilitas bagi instansi
  2. Mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang kondusif 

Manfaat bagi Masyarakat

  1. Memperoleh layanan dengan baik tanpa memberikan gratifikasi maupun uang pelicin, suap dan pemerasan.

Prinsip Utama Pengendalian Gratifikasi 

  1. Transparansi (Keterbukaan)

Prinsip keterbukaan ini tercermin dari adanya mekanisme pelaporan atas penerimaan gratifikasi kepada KPK. Namun, prinsip tersebut tidak serta merta melekat pada setiap tahapan dalam pelaporan penerimaan gratifikasi oleh Pegawai Negara/Penyelenggara Negara. Sebab, ketika terdapat laporan masuk mengenai adanya dugaan gratifikasi, maka prinsip keterbukaan ini dapat dikesampingkan demi melindungi identitas bagi pelapor gratifikasi.

  1. Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas mengacu pada pelapor gratifikasi dan KPK sebagai lembaga Negara yang diberikan tugas dan wewenang oleh undang-undang untuk menerima laporan gratifikasi. Dimana, prinsip akuntabilitas ini bertujuan untuk mengingatkan bahwa Pegawai Negara/Penyelenggara Negara mempunyai kewajiban untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun terkait dengan jabatannya. Selain itu, KPK berperan sebagai pihak yang dapat menentukan status kepemilikan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja.

  1. Kepastian Hukum

Prinsip ini berarti, sesuai dengan konsepsi Indonesia sebagai Negara hukum maka KPK dalam menjalankan tugasnya mengutamakan landasan peraturan perundang undangan, kepatutan dan aspek keadilan. Proses penerimaan laporan, pencarian informasi, telaah/analisis dan penetapan status kepemilikan gratifikasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepada pihak pelapor gratifikasi, penetapan status kepemilikan gratifikasi yang disampaikan oleh KPK memberikan kepastian hukum terkait hak dan kewajiban pelapor terhadap gratifikasi yang diterima.

  1. Kemanfaatan

Prinsip ini mengacu pada barang gratifikasi yang telah ditetapkan menjadi milik Negara maka akan digunakan untuk kepentingan negara saja. Namun, bagi gratifikasi yang tidak dianggap suap maka dapat dimanfaatkan untuk disumbangkan pada panti asuhan atau lembaga sosial lainnya yang membutuhkan saja.

  1. Kepentingan umum

Dalam konteks pengendalian gratifikasi, prinsip kepentingan umum terwujud dari tidak meminta dan menerima pemberian-pemberian dari masyarakat terkait dengan pelayanan atau pekerjaan yang dilakukan. Apabila hal ini terjadi, maka segeralah laporkan pada KPK. Pelaporan ini menjadi bentuk nyata bahwa Pegawai Negara/Penyelenggara Negara mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

  1. Independensi

Bagi pelapor gratifikasi, prinsip independensi ini ditunjukkan dengan sikap menolak setiap pemberian dalam bentuk apapun yang terkait dengan jabatannya atau melaporkan penerimaan gratifikasi yang dianggap suap kepada KPK. Pelaporan tersebut akan memutus potensi pengaruh pada independensi penerimaan gratifikasi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

  1. Perlindungan bagi Pelapor

Berdasarkan Pasal 15 huruf (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka KPK wajib untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Korupsi.

Cara Melaporkan Gratifikasi

Mekanisme Pelaporan Gratifikasi. Cara melaporkan gratifikasi
(Sumber: Pedoman Pengendalian Gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi)

Berikut langkah-langkah untuk menjelaskan gambar diatas:

  1. Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK dengan mengisi formulir secara lengkap sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima oleh penerima gratifikasi, atau kepada KPK melalui Unit Pengendali Gratifikasi (“UPG”) sebelum 7 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kelengkapan data perlu dicantumkan kontak pelapor berupa nomor telepon, nomor telepon kantor, alamat email dan nomor komunikasi lain yang bisa dihubungi mengingat adanya proses klarifikasi dan keterbatasan waktu pemrosesan laporan yang ditentukan oleh undang-undang. Penyampaian formulir dapat disampaikan secara langsung kepada KPK atau melalui UPG melalui pos, e-mail, atau website KPK.
  2. UPG yang ditunjuk wajib meneruskan laporan gratifikasi kepada KPK dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan gratifikasi diterima oleh UPG.
  3. KPK menetapkan status penerimaan gratifikasi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak laporan gratifikasi diterima oleh KPK secara lengkap.
  4. KPK melakukan penanganan laporan gratifikasi yang meliputi: (1) verifikasi atas kelengkapan laporan gratifikasi; (2) permintaan data dan keterangan kepada pihak terkait; (3) analisis atas penerimaan gratifikasi; dan (4) penetapan status kepemilikan gratifikasi.
  5. Dalam hal KPK menetapkan gratifikasi menjadi milik penerima gratifikasi, KPK menyampaikan Surat Keputusan kepada penerima gratifikasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan, yang dapat disampaikan melalui sarana elektronik atau non-elektronik.
  6. Dalam hal KPK menetapkan gratifikasi menjadi milik negara, penerima gratifikasi menyerahkan gratifikasi yang diterimanya paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
  7. Penyerahan gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  8. apabila gratifikasi dalam bentuk uang maka penerima gratifikasi menyetorkan kepada:
    • rekening kas negara yang untuk selanjutnya menyampaikan bukti penyetoran kepada KPK; atau 
    • rekening KPK yang untuk selanjutnya KPK akan menyetorkan ke rekening kas negara dan menyampaikan bukti penyetoran kepada penerima gratifikasi;
  9. apabila gratifikasi dalam bentuk barang maka penerima gratifikasi menyerahkan kepada:
    • Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kantor Wilayah/Perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di tempat barang berada dan menyampaikan bukti penyerahan barang kepada KPK; atau 
    • KPK yang untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan menyampaikan bukti penyerahan barang kepada Penerima gratifikasi.
  10. KPK akan menyerahkan piutang tidak tertagih kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
  11. Kementerian Keuangan menerbitkan Surat Tagihan kepada penerima gratifikasi.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Apa Perbedaan Suap dan Gratifikasi? Simak Penjelasannya!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Referensi

  1. KPK, “Pedoman Pengendalian Gratifikasi”. Diakses pada 20 September 2022, https://inspektorat.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2021/10/Pedoman-Pengendalian-Gratifikasi.pdf 
  2. KPK, “Pengendalian Gratifikasi, Membangun Budaya Anti Gratifikasi”. Diakses pada 20 September 2022, https://anggaran.kemenkeu.go.id/api/Medias/a6087b0f-d97c-4ef6-bff2-1e0e41566474
  3. KPK, “Sistem Pengendalian Gratifikasi”. Diakses pada 20 September 2022, http://berkas.dpr.go.id/setjen/dokumen/ittama-Knowledge-Sharing-Sosialisasi-Gratifikasi-Irtama-DPR-RI-1461146177.pdf
  4. M Rosseno Aji, “Kasus Gratifikasi: KPK Jebloskan Mantan Bupati Bogor ke Lapas Sukamiskin”, April 8, 2021. Diakses pada 20 September 2022, https://nasional.tempo.co/read/1450349/kasus-gratifikasi-kpk-jebloskan-mantan-bupati-bogor-ke-lapas-sukamiskin