Pernahkah Sobat Perqara mendengar kata gratifikasi? Seperti yang sedang ramai di berita, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2,2 miliar dari PT Adhi Karya, dengan tujuan agar perusahaan tersebut memenangkan lelang pekerjaan fisik dalam proyek Hambalang. Lalu, Anas juga menerima Rp 25,3 miliar dan 36.070 dollar AS dari Grup Permai yang dimiliki mantan Bendahara Umum Demokrat Nazaruddin, serta Rp 30 miliar dan 5,2 juta dollar AS dari Nazaruddin. Akibat dari perbuatannya, Anas dihukum 8 tahun penjara.

Berdasarkan contoh kasus di atas, mungkin Sobat Perqara sudah sedikit paham mengenai arti kata gratifikasi. Namun, mari kita bahas lebih lanjut mengenai berbagai macam gratifikasi karena faktanya, tidak semua gratifikasi sifatnya negatif. Ada jenis gratifikasi yang bukan suap sehingga tidak wajib untuk dilaporkan. Apa perbedaan suap dan gratifikasi? Simak penjelasannya!

Apa Itu Gratifikasi?

Gratifikasi adalah pemberian dalam berbagai bentuk yang berhubungan dengan jabatan dan kewajiban maupun tugas seorang Pegawai Negara atau Penyelenggara Negara karena ada tujuan dan manfaat yang ingin dicapai.

Pengertian Gratifikasi merujuk ke penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”).

Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut bisa diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Kategori Gratifikasi 

Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan (“PMK Nomor 7/PMK.09/2017”) diatur mengenai kategori gratifikasi yang terbagi menjadi 2 yaitu:

  1. Gratifikasi yang wajib dilaporkan; dan
  2. Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan

Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan

  1. Gratifikasi yang diterima dan/atau ditolak oleh Aparatur Sipil Negara Kementerian Keuangan (“ASN Kemenkeu”), yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang bersangkutan.
  2. Gratifikasi yang ditujukan kepada unit kerja dari pihak yang mempunyai benturan kepentingan.

Contoh gratifikasi yang tidak boleh diterima umumnya berkaitan dengan:

  1. Pemberian layanan pada masyarakat diluar penerimaan yang sah.
  2. Tugas dalam proses penyusunan anggaran diluar penerimaan yang sah.
  3. Tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi diluar penerimaan yang sah.
  4. Pelaksanaan perjalanan dinas diluar penerimaan yang sah/resmi dari instansi.
  5. Proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai.

Gratifikasi yang Tidak Wajib Dilaporkan

  1. Gratifikasi yang berkaitan dengan Kedinasan, yang terdiri atas:
    1. Segala sesuatu yang diperoleh dari seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis, di dalam negeri maupun di luar negeri, baik yang diperoleh dari panitia seminar, penyelenggara, atau penyedia layanan transportasi dan penginapan dalam rangka kepesertaan yang antara lain seperti yang sudah tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 7/PMK.09/2017.
    2. Kompensasi yang diterima dari pihak lain sepanjang tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan, tidak terdapat Pembiayaan Ganda, Benturan Kepentingan, atau pelanggaran atas ketentuan yang berlaku di instansi penerima yang antara lain seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 7/PMK.09/2017.
  2. Gratifikasi yang tidak berkaitan dengan Kedinasan, meliputi:
    1. Hadiah langsung/undian, rabat (discount), voucher, point rewards, atau souvenir yang Berlaku Umum;
    2. Prestasi akademis atau non (kejuaraan / perlombaan / kompetisi) biaya sendiri;
    3. Keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang Berlaku Umum;
    4. Kompensasi atas profesi di luar Kedinasan yang tidak terkait dengan tugas fungsi dari ASN Kemenkeu, dan tidak mempunyai Benturan Kepentingan serta tidak melanggar kode etik pegawai;
    5. Pemberian karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 2 (dua) derajat atau dalam garis keturunan ke samping 1 (satu) derajat sepanJang tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
    6. Pemberian karena hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus 1 (satu) derajat atau dalam garis keturunan kesamping 1 (satu) derajat sepanjang tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
    7. Pemberian yang berasal dari Pihak Lain sebagai hadiah pada perayaan perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan / adat / tradisi, dengan nilai keseluruhan paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dari masing-masing pemberi pada setiap kegiatan atau peristiwa yang bersangkutan dan bukan dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
    8. Pemberian dari Pihak Lain terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
    9. Pemberian dari sesama rekan kerja, baik dari atasan, rekan setingkat atau bawahan yang tidak dalam bentuk uang, dengan nilai maksimal Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per acara/ peristiwa dengan batasan nilai maksimal Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari masing masing pemberi, dalam rangka promosi jabatan; dan/atau pindah/mutasi kerja.

Apa Perbedaan Suap dan Gratifikasi?

Berdasarkan kategori gratifikasi di atas, gratifikasi yang dianggap suap adalah gratifikasi yang wajib dilaporkan. Gratifikasi dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan maupun kode etik atau ketentuan apa pun yang menyimpang dari kewajiban serta tugas seorang yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B UU Tipikor. Jika gratifikasi tidak mempengaruhi kedua belah pihak, maka hal itu bukanlah suap, melainkan gratifikasi atau pemberian dan penerimaan hadiah yang sah.

Apakah Gratifikasi Wajib Ditolak dan Dilaporkan?

Berlandaskan pengertian Pasal 12C Ayat (1) UU Tipikor yang berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.” Ini artinya, Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara wajib menolak dan melaporkan kepada KPK apabila menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban maupun tugasnya.

Jika Pegawai Negeri melaporkan penerimaan gratifikasi yang dilakukannya, Ia akan terbebas dari sanksi dan tidak dianggap menerima suap dari pemberi gratifikasi. Sebagaimana termaktub di dalam Pasal 12C ayat (2) UU Tipikor, laporan adanya gratifikasi kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Sanksi Bagi Penerima Gratifikasi

Jika Pegawai Negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkannya, Ia dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 (dua ratus) juta dan paling banyak Rp 1 (satu) miliar (Pasal 12B ayat (2) UU Tipikor).

Contoh Kasus Gratifikasi

Kasus Zumi Zola

Selain kasus Anas Urbaningrum yang telah dijelaskan di atas, ada juga mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola yang pernah terlibat kasus gratifikasi. Ia terbukti menerima gratifikasi melalui rekan dekatnya, Apif Firmansyah sebesar Rp34,6 miliar. Selain itu ia juga menerima uang dari Arfan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemprov Jambi sebesar Rp3 miliar, 30.000 dollar AS dan 100.000 dollar Singapura. Semua uang tersebut digunakan Zumi untuk keperluan pribadi dan keluarganya.

Selain gratifikasi, Zumi terbukti menyuap 53 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Jambi senilai total Rp 16,34 miliar dengan tujuan agar anggota DPRD Jambi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018 (Raperda APBD TA 2017-2018) menjadi Peraturan Daerah APBD TA 2017-2018. Akibat dari perbuatannya, Zumi dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Cara Melaporkan Gratifikasi 

Gratifikasi dapat dilaporkan kepada Unit Pengendali Gratifikasi (“UPG”). Mekanisme pelaporan gratifikasi melalui UPG adalah sebagai berikut:

  1. Pelapor harus menyampaikan laporan penerimaan atau penolakan Gratifikasi kepada UPG dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan atau penolakan Gratifikasi dengan menggunakan formulir laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A PMK 7/PMK.09/2017 atau melaporkan secara online melalui Aplikasi Pelaporan Gratifikasi Secara Online (GOL).
  2. Atas laporan yang disampaikan, UPG melakukan verifikasi kelengkapannya.
  3. Laporan Gratifikasi dianggap lengkap apabila memuat informasi paling kurang:
    1. nama dan alamat Pelapor dan pemberi Gratifikasi;
    2. jabatan Pelapor Gratifikasi;
    3. tempat dan waktu penerimaan dan/ atau penolakan Gratifikasi;
    4. uraian jenis Gratifikasi yang diterima dan/atau ditolak, dan melampirkan bukti dalam bentuk sampel atau foto apabila tersedia;
    5. nilai atau taksiran nilai Gratifikasi yang diterima dan/ atau ditolak; dan
    6. kronologis penerimaan dan/atau penolakan Gratifikasi.
  4. Dalam hal laporan Gratifikasi sebagaimana dimaksud dianggap belum lengkap, UPG menyampaikan permintaan agar Pelapor melengkapi laporan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permintaan kelengkapan data diterima. Apabila pelapor tidak menyampaikan laporan secara lengkap sebagaimana dimaksud, UPG dapat tidak menindaklanjuti penanganan laporan gratifikasi.
  5. Penyampaian laporan dinyatakan sah apabila Pelapor telah mendapat bukti tanda terima penyampaian laporan dari UPG sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B PMK 7/PMK.09/2019.

Setelah laporan diterima, UPG akan melakukan penanganan sebagai berikut:

  1. meminta keterangan kepada pihak terkait dalam hal memerlukan tambahan informasi yang dituangkan dalam berita acara sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran huruf C PMK 7/PMK.09/2017.
  2. melakukan analisis dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D dan Lampiran huruf E PMK 7/PMK.09/2017.
  3. Analisis laporan Gratifikasi sebagaimana dimaksud dilakukan oleh petugas UPG dengan mengacu pada laporan Gratifikasi, berita acara permintaan keterangan, dan/ atau informasi lain yang relevan.
  4. Ketua UPG merevisi dan memberikan persetujuan atas hasil analisis sebagaimana dimaksud.
  5. Persetujuan rekomendasi sebagaimana dimaksud selanjutnya disampaikan kepada KPK paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal laporan Gratifikasi diterima.

Kemudian, barang gratifikasi akan ditetapkan, dimana penerima wajib menyerahkan barang gratifikasi. Berikut adalah hal-hal terkait penyerahan barang gratifikasi:

  1. Dalam hal Gratifikasi ditetapkan menjadi milik Penerima, barang Gratifikasi menjadi hak milik Penerima terhitung sejak tanggal ditetapkan.
  2. Dalam hal Gratifikasi ditetapkan menjadi milik Negara, penerima Gratifikasi wajib menyerahkan barang Gratifikasi kepada KPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
  3. Penyerahan barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara sebagai berikut:
    1. apabila Gratifikasi dalam bentuk uang, maka penerima Gratifikasi menyetorkan ke rekening KPK dan menyampaikan bukti penyetoran kepada KPK dengan ditembuskan kepada UPG unit kerja.
    2. apabila Gratifikasi dalam bentuk selain uang, maka penerima Gratifikasi menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kantor Wilayah/ Perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan menyampaikan bukti penyerahan barang kepada KPK; atau KPK dengan menyampaikan bukti penyerahan kepada UPG unit kerja.
  4. Dalam hal Gratifikasi ditetapkan menjadi milik unit kerja, penerima Gratifikasi wajib menyerahkan barang Gratifikasi kepada UPG unit kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
  5. UPG memberikan tanda terima atas penyerahan barang Gratifikasi dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H PMK 7/PMK.09/2017.
  6. UPG menentukan pemanfaatan barang Gratifikasi tersebut dengan menggunakan lembar pengecekan (checklist) penentuan manfaat barang Gratifikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I PMK 7/PMK.09/2017.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: 7 Jenis Korupsi yang Perlu Kamu Ketahui!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  2. Pasal 12C Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Referensi

  1. KPK. Mengenal Gratifikasi. Desember 10, 2017. Diakses pada Februari 8, 2022. https://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/gratifikasi/mengenal-gratifikasi
  2. Putri, Arum Sustrisni. Gratifikasi: Pengertian, Kriteria, dan Sanksi. Januari 15, 2020. Diakses pada Februari 8, 2022. https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/15/180000269/gratifikasi-pengertian-kriteria-dan-sanksi?page=all 
  3. Ramadhan, Ardito. “Dari Anas Urbaningrum, Nazaruddin, hingga Nurhadi, Deretan Kasus Gratifikasi yang Jadi Sorotan. April 3, 2021. Diakses pada Februari 8, 2022. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/03/12490341/dari-anas-urbaningrum-nazaruddin-hin 
  4. Zulfikar, Fahri.  Apa itu Gratifikasi? Ini Pengertian dan Contohnya. Juli 7, 2021. Diakses pada Februari 8, 2022. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5634338/apa-itu-gratifikasi-ini-pengertian-dan-contohnya