Meskipun jarang terjadi, suatu perusahaan dapat mengubah namanya kapan pun mereka mau dengan syarat tertentu. Contohnya seperti Elon Musk yang berencana untuk mengubah nama Twitter menjadi X Corp. Berdasarkan peraturan yang ada, sebuah perusahaan diperbolehkan untuk mengubah beberapa hal seperti data diri perusahaan yang tercantum dalam Akta Pendirian dan lain sebagainya. Lantas, bagaimana aturan ganti nama perusahan? Mari kupas tuntas pembahasan dibawah ini.
Baca juga: Syarat Prosedur dan Biaya Pendirian CV
Aturan Hukum Mengubah Nama Perusahaan
Aturan ganti nama perusahaan berhubungan erat dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/ 2007”). Perusahaan yang telah berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas (PT), tentunya memiliki Akta Pendirian yang isinya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU 40/ 2007, salah satu yang dimuat dalam Anggaran Dasar adalah nama dan tempat kedudukan perseroan.
Prinsipnya, perubahan terhadap nama perusahaan diperbolehkan oleh Undang-Undang dan akan mengubah anggaran dasar, sehingga akan muncul akta berupa perubahan anggaran dasar yang ditetapkan berdasarkan dari hasil Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) dan dituangkan ke dalam Akta Notaris. Ketentuan terhadap perubahan anggaran dasar yang terletak pada nama perusahaan harus dilakukan oleh notaris, sesuai dengan Pasal 21 ayat (4) UU 40/ 2007 yang menegaskan bahwa perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan menteri dan dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
Maksud dari “perubahan anggaran dasar tertentu” yakni meliputi:
- Nama perseroan dan/ atau tempat kedudukan perseroan;
- Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
- Jangka waktu berdirinya Perseroan;
- Besarnya modal dasar;
- Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/ atau
- Status perseroan yang tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
Baca juga: Perbedaan Perusahaan Berbadan Hukum dengan Tidak Berbadan Hukum
Syarat Mengubah Nama Perusahan Sesuai Aturan Hukum
Mengganti nama perusahaan harus memenuhi syarat dan prosedur yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika tidak sesuai, hal tersebut dapat ditolak oleh menteri yang bersangkutan yakni Kementerian Hukum dan HAM. Berikut syarat mengubah nama perusahaan yang wajib untuk diketahui dan dilaksanakan.
Melalui mekanisme RUPS
Perlu diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS umumnya dilakukan setiap 1 (satu) tahun. Isi atau tujuan dari rapat tersebut yaitu menghasilkan berbagai keputusan penting untuk perusahaan, salah satunya seperti perubahan nama perusahaan yang dituangkan dalam perubahan anggaran dasar. Menurut Pasal 19 ayat (1) UU 40/ 2007, perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS. Oleh sebab itu, RUPS berperan penting dalam hal pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perusahaan.
Pengambilan Keputusan Perubahan Harus Disetujui ⅔ Peserta Rapat
RUPS akan melibatkan seluruh direksi dan komisaris untuk mengambil keputusan bagi perusahaan. Dalam hal ini, RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ⅔ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika diwakili paling sedikit ⅔ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/ atau ketentuan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Aturan ini jelas telah tertuang dalam Pasal 88 ayat (1) UU 40/ 2007.
Jika kuorum kehadiran tidak tercapai, maka dapat diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua ini sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit ⅗ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ⅔ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/ atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Dibuat dalam Akta Notaris
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa akta perubahan anggaran dasar wajib dilakukan oleh notaris yang dituangkan dalam akta notaris dan mendapat persetujuan kementerian Hukum dan HAM.
Diajukan sebelum 30 Hari dari Tanggal Keputusan RUPS
Menurut Pasal 21 UU 40/ 2007, perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat oleh notaris, harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. Dalam hal ini, perubahan anggaran dasar tidak diperbolehkan jika telah melewati batas 30 (tiga puluh) hari.
Untuk permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar yang diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM, juga harus dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
Perubahan Berlaku Setelah Terbit Surat Keputusan
Menuangkan perubahan anggaran dasar dalam akta notaris dan mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM, maka perubahan anggaran dasar tersebut akan berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai perubahan anggaran dasar. Ketentuan aturan ini tercantum dalam Pasal 23 UU 40/ 2007.
Berbeda dengan perubahan anggaran dasar diluar yang dikategorikan dalam Pasal 21 ayat (2) UU 40/ 2007, perubahan tersebut hanya diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan HAM, serta mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan anggaran dasar oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Baca juga: Hukum Merger Perusahaan dan Akuisisi Perusahaan
Biaya Mengganti Nama Perusahaan
Mengganti nama perusahaan yang melibatkan notaris sebagai pihak yang mengeluarkan akta notaris, pastinya akan ada biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, biaya terhadap mengganti nama perusahaan tergantung pada harga yang diberikan oleh notaris. Umumnya, biaya yang dikenakan untuk mengganti nama perusahaan sekitar Rp4.000.000,00 – Rp7.000.000,- tergantung pada perubahannya.
Baca juga: Simak Proses Pembentukan Holding Company
Konsekuensi Perusahaan Mengganti Nama
Mengubah nama perusahaan akan berdampak pada perusahaan itu sendiri. Adapun konsekuensi perusahaan jika mengganti nama yakni:
- Memperkenalkan ulang kepada publik nama perusahaan yang baru dan inovasi-inovasi yang hadir/ akan hadir ketika nama perusahaan berubah. Memperkenalkan nama perusahaan baru juga memberikan dampak positif bagi perusahaan, dimana biasanya memungkinkan untuk dapat diterima banyak kalangan karena dapat memperluas target pasar.
- Biaya yang cukup besar. Perubahan nama perusahaan dapat menimbulkan kerugian. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan penggantian nama cukup besar, seperti biaya notaris, pemasaran ulang juga tentu perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa menjangkau pasar.
- Perlu untuk mengurus data-data perusahaan. Berubahnya nama perusahaan akan berdampak pada izin-izin dan/ atau data perusahaan. Hal ini dikarenakan nama tersebut sudah tidak valid lagi, dan perlu untuk dilakukan pembaharuan lagi yang tentunya akan memakan waktu yang lama.
Selain itu, konsekuensi perusahaan mengganti nama adalah memberikan kebingungan terhadap karyawan mengenai perjanjian kerja yang telah berlaku sebelum adanya perubahan nama tersebut. Apakah Perjanjian tersebut akan batal karena perubahan nama perusahaan?
Baca juga: Apa Itu Hukum Dagang dan Fungsinya
Hak Karyawan Jika Perusahaan Ganti Nama
Merujuk pada Pasal 80 angka 16 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU No. 6 Tahun 2023”), yang mengubah Pasal 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak mengatur bahwa perjanjian berakhir apabila nama perusahaan berubah.
Terlebih, diatur juga bahwa perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, warisan, atau hibah. Maka dari itu, perjanjian kerja akan tetap dapat terus dijalankan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak karyawan jika perusahaan ganti nama masih tetap sama sesuai dengan perjanjian kerja. Namun, biasanya ketika perusahaan ganti nama, perusahaan tersebut berkeinginan untuk melakukan efisiensi dengan cara melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) massal. Efisiensi perusahaan dapat menjadi alasan untuk mengurangi jumlah karyawan yang bermasalah dan untuk merekrut karyawan baru yang bersedia diberi upah lebih murah.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP No. 35 Tahun 2021”) membedakan hak-hak pekerja yang di-PHK berdasarkan alasannya.
Dalam hal perusahaan yang mengganti nama melakukan PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian, maka pekerja berhak atas uang pesangon 1 kali ketentuan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) 1 kali ketentuan UPMK, dan uang penggantian hak (“UPH”), apabila di-PHK. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 43 ayat (2) PP No. 35 Tahun 2021.
Selain itu, berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP No. 35 Tahun 2021, pekerja juga berhak atas uang pesangon 0,5 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
Adapun uang pesangon yang diberikan dengan ketentuan berdasarkan Pasal 81 angka 47 UU No. 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, sebagai berikut:
- masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
- masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
- masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
- masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
- masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
- masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
- masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah
Sedangkan ketentuan UPH yang seharusnya diterima bagi karyawan yang di-PHK, menurut Pasal 81 angka 47 UU No. 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, meliputi:
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Contoh Surat Pemberitahuan Pengubahan Nama Perusahaan
Ketika nama perusahaan telah berubah, maka sebaiknya perlu diedarkan surat pemberitahuan kepada seluruh karyawan atau pihak-pihak terkait untuk memberitahukan adanya pergantian nama. Berikut contoh surat pemberitahuan pengubahan nama perusahaan.
Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Dampak Hukum Mengubah Identitas Nama Pribadi
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja