Tindak pencurian dan korupsi jelas merupakan perbuatan yang tercela. Pelaku kedua tindakan ini sama-sama mengambil sesuatu tanpa ketentuan dan izin. Namun, pelaku korupsi kerap mendapatkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan dengan pelaku korupsi. Lantas, apa perbedaan pencurian dan korupsi?

Biasanya, pencurian dikaitkan kepada individu atau kelompok yang mengambil materi dan hak milik orang lain. Misalnya seperti pencuri yang merugikan satu orang atau bagi lingkup kecil saja. Sedangkan, korupsi dikaitkan kepada pejabat ataupun individu dengan status jabatan yang merampas hak kepemilikan orang lain. Tindakan ini mengakibatkan kerugian uang negara yang bernominal hingga mencapai miliaran rupiah. Secara tidak langsung, korupsi berdampak atau berkaitan pada hajat hidup banyak orang.

Apa Itu Pencurian?

Pencurian adalah perbuatan mengambil barang, harta, atau materi lainnya milik seseorang tanpa izin dan sepengetahuan si pemilik dengan sengaja. Orang yang melakukan perbuatan tindak pidana pencurian memiliki julukan sebagai pencuri. Pencurian adalah salah satu jenis tindak pidana yang kerap terjadi di masyarakat. Perbuatan ini tentu saja melawan hukum sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).  

Hukum Mengenai Pencurian

Larangan terhadap pencurian diatur dalam KUHP pada Bab XXII tentang Pencurian dari Pasal 362 KUHP sampai dengan Pasal 367 KUHP yang dikelompokkan dalam beberapa jenis, seperti:

  • Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP);
  • Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP);
  • Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHP);
  • Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHP); dan
  • Pencurian dalam Kalangan Keluarga (Pasal 367 KUHP).

Setiap jenis tindak pidana pencurian memiliki ancaman pidana yang berbeda. Hal ini dilihat berdasarkan cara tindak pidana tersebut dilakukan. Namun, secara pokok kita bisa mengacu pada Pasal 362 KUHP, pasal yang dapat dikatakan merupakan rumusan pasal mengenai pencurian. Jika dirincikan Pasal 362 KUHP, pencurian memiliki 2 unsur, yakni terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. 

Unsur subjektif terdiri dari adanya “maksud untuk memiliki” dan adanya unsur perbuatan yang “melawan hukum”, sehingga suatu perbuatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bentuk jenis tindak pidana pencurian. Sedangkan, unsur objektif terdiri dari perbuatan mengambil, yakni objek “sesuatu barang” dan unsur keadaan yang menyertai atau unsur yang melekat pada benda tersebut secara sebagian ataupun seluruhnya “milik orang lain.”

Sanksi Hukum Tindakan Pencurian

Ancaman pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku pencurian adalah berupa pidana penjara dan/ataupun pidana denda sebagaimana dijelasakan sebagai berikut:

  • Jika mengacu pada Pasal 362 KUHP: Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
  • Jika mengacu pada Pasal 363 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan apabila pencurian memenuhi kriteria tertentu dalam bunyi pasal ini, maka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
  • Jika mengacu pada Pasal 364 KUHP: Diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
  • Jika mengacu pada Pasal 365 KUHP: Terdiri dari 4 ayat yang pada tiap-tiap ayatnya mengatur ancaman pidana yang berbeda-beda, diantaranya:
    • Ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
    • Ayat (2): Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
    • Ayat (3): Diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
    • Ayat (4): Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
  • Jika mengacu pada Pasal 367 KUHP: Terdiri dari 3 ayat yang pada tiap-tiap ayatnya, ada yang menyatakan tidak mungkin diadakan tuntutan pidana, namun ada juga yang mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan. 

Apa Itu Korupsi?

Korupsi berkaitan erat dengan hubungan antara individu dalam tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus, korupsi tidak lepas kaitannya dengan kekuasaan, kebirokrasian, ataupun pemerintahan. Arti kata korupsi secara harfiah di antaranya adalah “keburukan”, “ketidak jujuran”, “dapat disuap”, dan lain sebagainya. 

Sebetulnya ada banyak sekali pengertian mengenai korupsi yang dikemukakan oleh banyak pihak termasuk ahli atau pakar hukum. Pada pokoknya pengertian dari korupsi adalah suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji, buruk, penyelewengan yang diklasifikasikan dalam bentuk kejahatan luar biasa, bersifat amoral, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena suatu perbuatan yang dapat merugikan kehidupan masyarakat luas.

Dasar Hukum Tindakan Korupsi

Korupsi adalah segala perbuatan atau tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor”). 

Selain itu, ancaman sanski tindakan korupsi juga dicatat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor”).

Perbuatan tindak pidana korupsi telah banyak terjadi selama ini. Tidak hanya merugikan keuangan negara, korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Maka dari itu untuk menjamin kepastian hukum, dibentuklah undang-undang tersebut.

Dalam UU 20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, terdapat 7 (tujuh) jenis bentuk korupsi, antara lain:

  1. Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara;
  2. Suap-menyuap;
  3. Penggelapan dalam jabatan;
  4. Pemerasan;
  5. Perbuatan curang;
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan; dan
  7. Gratifikasi.

Sanksi Hukum Tindakan Korupsi

Hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi di antaranya adalah pidana penjara dan/atau denda. Mengenai berapa lama dekaman penjara dan berapa banyak jumlah denda mengacu pada putusan hakim berdasarkan ketentuan ancaman hukuman yang tercantum dalam UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. UU 20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Pasal yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, antara lain:

Mengenai Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara

  • Pasal 2: Terdiri dari (2) ayat, yang pada intinya memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
  • Pasal 3: Memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Mengenai Suap-Menyuap

  • Pasal 5 ayat (1): memuat ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). 
  • Pasal 6 ayat (1): memuat ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 11: memuat ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). 
  • Pasal 12 huruf a, b, c, dan d: memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
  • Pasal 12 A ayat (2): memuat ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 12 B ayat (2): memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
  • Pasal 13: memuat ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

Mengenai Penggelapan dalam Jabatan

  • Pasal 8: memuat ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 9: memuat ancaman pidana  penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). 
  • Pasal 10: memuat ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

Mengenai Pemerasan 

  • Pasal 12 huruf e, f, dan g: memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Mengenai Perbuatan Curang

  • Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, dan d: memuat ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 12 huruf h: memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Mengenai Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

  • Pasal 12 huruf i: memuat ancaman pidana  penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Mengenai Gratifikasi

  • Pasal 12 B: memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Apa Perbedaan Suap dan Gratifikasi? Simak Penjelasannya!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Referensi

  1. Praja Firmansyah. “Studi Perbandingan Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi Dengan Tindak Pidana Pencurian Dilihat Dari Perspektif Keadilan”. Skripsi. Tanjung Pura. Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura. 2018.
  2. Rusmiati dan Syahrizal. “Konsep Pencurian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam”. Syiah Kuala Law Journal. Vol. 1, No. 1 April 2017.
  3. Mudemar A. Rasyidi. “Korupsi Adalah Suatu Perbuatan Tindak Pidana yang Merugikan Negara dan Rakyat Serta Melanggar Ajaran Agama”. Jurnal Mitra Manajemen. Vol. 6. (2014).
  4. Pengadilan Agama Singkawang. “Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Positif Dan Pandangan Islam Mengenai Pemanfaatan Harta Hasil Korupsi”. http://www.pa-singkawang.go.id/131-artikel/181-memahami-korupsi. Diakses pada 14 Mei 2022.