Pemerkosaan atau rudapaksa adalah kejahatan keji yang masih saja marak terjadi. Kejahatan ini tentunya meninggalkan luka mendalam bagi para korban dan keluarga. Tak hanya trauma fisik, korban juga mengalami trauma psikis yang berkepanjangan. Di tengah maraknya kasus ini, penegakan hukum yang tegas dan sanksi yang setimpal menjadi kunci utama untuk memberikan keadilan bagi para korban.

Artikel ini akan membahas berbagai aspek terkait sanksi pelaku rudapaksa atau pemerkosaan, mulai dari dasar hukum, jenis sanksi yang dapat diterapkan, hingga efektivitasnya dalam mencegah dan memberantas kejahatan ini.

Baca juga: Proses Hukum Kejahatan Pemerkosaan

Rudapaksa adalah 

BLOG PICT 65
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Rudapaksa adalah tindakan asusila yang dilakukan dengan paksaan dan kekerasan, serta melanggar kehormatan dan hak korban. Istilah rudapaksa lebih identik dengan makna kekerasan dan perbuatan yang dilakukan dengan paksa. Tindakan ini meninggalkan luka mendalam bagi korban, baik secara fisik maupun mental, dan dapat berakibat fatal.

Baca juga: Simak Cara Menghadapi Pemerasan VCS!

Rudapaksa dan pemerkosaan 

BLOG PICT 66
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Secara hukum, tidak ada perbedaan antara rudapaksa dan pemerkosaan. Kedua istilah ini merujuk pada tindak pidana kejahatan seksual yang melibatkan penetrasi alat kelamin tanpa persetujuan korban. Baik rudapaksa maupun pemerkosaan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan dapat menimbulkan trauma fisik dan psikis yang mendalam bagi korban.

Penyebab seseorang melakukan rudapaksa

BLOG PICT 67
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Penyebab seseorang melakukan rudapaksa yaitu didorong oleh berbagai faktor kompleks yang saling terkait. Berikut beberapa penyebab seseorang melakukan rudapaksa:

  1. Faktor Psikologis
  • Gangguan Kepribadian: Pelaku rudapaksa mungkin memiliki gangguan kepribadian seperti Antisocial Personality Disorder (ASPD) atau Narcissistic Personality Disorder (NPD), yang ditandai dengan kurangnya empati, manipulasi, dan rasa superioritas.
  • Trauma Masa Lalu: Pengalaman traumatis di masa lalu, seperti pelecehan seksual atau kekerasan, dapat meningkatkan risiko seseorang untuk menjadi pelaku rudapaksa.
  • Kecanduan Pornografi: Konsumsi pornografi yang berlebihan dapat mendistorsi pandangan seseorang tentang seksualitas dan memicu perilaku seksual agresif.
  • Masalah Kesehatan Mental: Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau psikosis dapat meningkatkan risiko seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan, termasuk rudapaksa.

  1. Faktor Sosial dan Budaya
  • Norma Gender yang Patriarkis: Budaya patriarkis yang memarginalkan perempuan dan menormalisasi kekerasan terhadap perempuan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terjadinya rudapaksa.
  • Objektifikasi Perempuan: Pandangan yang merendahkan perempuan sebagai objek seksual dapat memicu perilaku rudapaksa.
  • Kurangnya Edukasi Seks: Kurangnya edukasi seks yang komprehensif dan holistik dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang seks dan persetujuan, meningkatkan risiko rudapaksa.
  • Lemahnya Penegakan Hukum: Penegakan hukum yang lemah terhadap kasus rudapaksa dapat membuat para pelaku merasa aman dan terlindungi, sehingga mendorong mereka untuk melakukan kejahatan ini.

  1. Faktor Biologis
  • Pengaruh Hormon: Penelitian menunjukkan bahwa kadar testosteron yang tinggi dapat meningkatkan agresi, namun faktor ini tidak dapat secara langsung menjelaskan rudapaksa.
  • Kelainan Otak: Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kelainan otak tertentu dengan perilaku kekerasan seksual, namun perlu lebih banyak penelitian untuk memastikan hal ini.

Penting untuk diingat bahwa tidak ada faktor tunggal yang dapat menentukan apakah seseorang akan melakukan rudapaksa. Kombinasi berbagai faktor yang kompleks lah yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan ini. Memahami faktor-faktor ini bukan untuk menjustifikasi rudapaksa, melainkan untuk mencegah dan memberantasnya.

Aturan rudapaksa di Indonesia 

BLOG PICT 49
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Aturan rudapaksa di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) apabila korban masih di bawah umur.

Berikut aturan rudapaksa di Indonesia:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
  • Pasal 285 KUHP 

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”

  • Pasal 286 KUHP 

“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahui perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun”

  1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”)
  • Pasal 76D UU Perlindungan Anak

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”

  • Pasal 76E UU Perlindungan Anak

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Baca juga: Apa itu Visum? Simak Syarat, Cara hingga Biaya Visum!

Sanksi pelaku rudapaksa 

BLOG PICT 68
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Sanksi bagi pelaku rudapaksa tergantung pada beberapa faktor, seperti:

  1. Usia korban
  2. Kondisi korban (misalnya, hamil, cacat)
  3. Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan
  4. Keterlibatan orang lain
  5. Pengulangan perbuatan

Dalam KUHP, sanksi bagi pelaku rudapaksa, yaitu berdasarkan Pasal 285 KUHP, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. Selain itu, merujuk pada Pasal 286 KUHP, pelaku juga dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Sedangkan, sanksi pelaku rudapaksa bervariasi, tergantung tindakan pelaku dan akibat yang dialami oleh korban, yaitu diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu No. 1 Tahun 2016”).  

Dalam ketentuan tersebut, pelaku dapat dikenakan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun, serta denda maksimal denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain itu, pelaku juga dapat dihukum dengan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Contoh kasus rudapaksa 

BLOG PICT 69
Simak Sanksi Pelaku Rudapaksa atau Pemerkosaan

Salah satu contoh kasus rudapaksa yaitu kasus Rudapaksa di Brebes, Jawa Tengah. Pada Desember 2022, kejahatan rudapaksa seorang anak perempuan berusia 15 tahun oleh 6 pemuda. Pelaku adalah tetangga korban yang tega melakukan aksi bejatnya setelah sebelumnya menenggak minuman keras. Kasus ini memicu kemarahan publik dan mendorong tuntutan hukuman maksimal bagi pelaku.

Kasus rudapaksa adalah tragedi yang tidak boleh terulang kembali. Penting untuk meningkatkan edukasi tentang consent dan hak-hak seksual, serta memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku rudapaksa. Masyarakat juga harus berani speak up dan melaporkan jika melihat atau mengalami tindakan rudapaksa.

Perqara telah melayani lebih dari 11.500 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 4.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Telah Sah, Apa Isi UU Perlindungan Kekerasan Seksual?

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
  3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.