Tindakan perusahaan cicil gaji karyawan kerap dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia. Umumnya, pembayaran gaji dengan sistem cicil tersebut dilakukan ketika pemasukan perusahaan sedang tidak stabil, atau kondisi ekonomi sedang memburuk. Namun, apakah membayar gaji karyawan dengan cara dicicil diperbolehkan secara hukum? Penjelasan dalam artikel berikut ini akan membahas mengenai aturan hukum perusahaan cicil gaji karyawan, supaya Sobat Perqara dapat memahami hak Sobat sebagai karyawan terkait gaji.
Hak Pekerja Terkait Pembayaran Gaji
Perlu diketahui bahwa gaji dalam undang-undang disebut dengan upah. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Selain diatur dalam UU Ketenagakerjaan, hak pekerja terkait pembayaran gaji juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”). Dalam Pasal 2 ayat (3) PP Pengupahan menyebutkan bahwa, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya. Hak pekerja buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja, menurut Pasal 3 PP Pengupahan.
PP Pengupahan kemudian memberikan keleluasaan bagi pengusaha dan pekerja dalam menyepakati cara pembayaran upah, yaitu dengan cara harian, mingguan, atau bulanan. Namun, jangka waktu pembayaran upah tidak boleh lebih dari 1 bulan.
Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Terkait Gaji
Pada dasarnya, pengusaha wajib bayar upah ke pekerja sesuai kesepakatan, Hal tersebut diatur dalam Pasal 81 angka 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU No. 6 Tahun 2023”) yang memuat baru Pasal 88A ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 53 ayat (1) PP Pengupahan.
Selanjutnya, Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:
- nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
- nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
- jabatan atau jenis pekerjaan;
- tempat pekerjaan;
- besarnya upah dan cara pembayarannya;
- syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
- mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
- tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
- tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Merujuk pada aturan tersebut, besaran upah dan cara pembayaran upah tersebut wajib dicantumkan dalam perjanjian kerja.
UU Ketenagakerjaan dan Peraturan Pembayaran Gaji
Seperti yang telah diketahui pada pembahasan sebelumnya bahwa peraturan pembayaran gaji selain diatur dalam UU Ketenagakerjaan, juga diatur secara khusus dalam PP Pengupahan. Pasal 53 ayat (3) PP Pengupahan mengatur bahwa pembayaran upah oleh pengusaha dilakukan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa upah ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, dan salah satu muatan yang harus ada dalam perjanjian kerja adalah besarnya upah dan cara pembayarannya. Adapun pembayaran upah dilakukan berdasarkan perjanjian kerja, PP, atau PKB.
Oleh sebab itu, Sobat Perqara sebaiknya memeriksa kembali dokumen perjanjian kerja, PP, atau PKB yang mengatur ketentuan pembayaran upah karyawan di perusahaan tempat Sobat bekerja.
Kewajiban Perusahaan Membayar Gaji Tepat Waktu
Pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, berdasarkan menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1) PP Pengupahan. Apabila hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur, hari yang diliburkan, atau hari istirahat mingguan, pelaksanaan pembayaran upah diatur dalam perjanjian kerja, PP, PKB, menurut Pasal 55 ayat (2) PP Pengupahan.
Selain itu, berdasarkan Pasal 54 PP Pengupahan, pembayaran upah harus dilakukan dengan mata yang rupiah dan harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per tanggal pembayaran upah. Upah tersebut dapat dibayarkan secara langsung atau melalui bank menurut Pasal 57 ayat (1) PP Pengupahan. Apabila upah dibayarkan melalui bank, maka upah harus sudah dapat diuangkan pada tanggal pembayaran upah yang disepakati kedua belah pihak, berdasarkan Pasal 57 ayat (2) PP Pengupahan.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa upah tidak dapat dicicil, sebab harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode atau per tanggal pembayaran yang telah diperjanjikan.
Bagi perusahaan yang tidak sanggup membayar upah secara bulanan, upah dapat dibayarkan juga dengan cara harian atau mingguan dengan ketentuan jangka waktu pembayaran upah tidak boleh lebih dari 1 bulan, berdasarkan Pasal 55 ayat (3) dan (4) PP Pengupahan.
Oleh sebab itu, walaupun perusahaan harus tetap membayar keseluruhan upah pekerja pada periode atau tanggal pembayaran yang diperjanjikan, namun perusahaan dapat membuat kesepakatan dengan pekerja/buruh yang bersangkutan bahwa pembayaran upah akan dilakukan secara harian atau mingguan apabila tidak sanggup membayar upah secara bulanan.
Sanksi Perusahaan Cicil Gaji Karyawan
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, upah tidak dapat dicicil, karena harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode atau per tanggal pembayaran yang telah diperjanjikan. Apabila pengusaha terlambat atau tidak membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan dikenakan denda menurut Pasal 61 ayat (1) PP Pengupahan, dengan ketentuan:
- mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan;
- sesudah hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan; dan
- sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah.
Penting untuk diketahui bahwa pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja/buruh, berdasarkan Pasal 61 ayat (2) PP Pengupahan.
Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Ketenagakerjaan, Perqara telah menangani lebih dari 550 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait perusahaan cicil gaji karyawan, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Apakah Magang Digaji? Simak Aturan Hukum Magang Ini
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
Referensi
- Anggita Dwinda. “Apakah Perusahaan Dapat Mencicil Gaji Karyawan?”. https://employers.glints.com/id-id/blog/apakah-perusahaan-dapat-mencicil-gaji-karyawan/. Diakses pada tanggal 26 Juni 2023.