Dalam sistem hukum pidana, terdapat beberapa unsur pelengkap yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Salah satu diantaranya berkaitan dengan sifat batin seseorang atau biasa disebut dengan istilah mens rea

Memahami mens rea sangat krusial dalam proses penegakan hukum karena unsur ini berhubungan erat dengan pertanggungjawaban seseorang. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mens rea? Yuk simak artikel berikut ini agar Sobat paham peran penting mens rea dalam hukum pidana!

Baca juga: Adagium Adalah: Pengertian, Contoh, dan Fungsinya dalam Hukum dan Kehidupan Sehari-hari

Pengertian mens rea

Mens rea merupakan istilah dalam bahasa Latin yang berarti “pikiran yang salah”. Istilah ini merujuk pada niat, kesadaran, atau keadaan psikis serta mental seseorang saat melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum.

Secara sederhana, mens rea menggambarkan unsur niat atau kehendak jahat yang ada dalam diri pelaku tindak pidana. Hal ini sejalan dengan pengertian “niat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni “kehendak atau keinginan dalam hati yang diwujudkan melalui suatu perbuatan”.

Sehingga demikian, istilah mens rea dapat pula diartikan sebagai sikap batin pelaku dalam melakukan suatu perbuatan tindak pidana. Yang mana keberadaan unsur ini dapat menentukan apakah seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau tidak karena mens rea relevan kaitannya dengan unsur kesalahan yang perlu dibuktikan dalam suatu kasus pidana.

Baca juga: Pahami Hak Prerogatif Presiden, Selain Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong

Hubungan mens rea dan actus reus

Hubungan mens rea dan actus reus
Hubungan mens rea dan actus reus (Sumber: Shutterstock)

Pada proses penegakan hukum, mens rea dan actus reus memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini dikarenakan keduanya merupakan unsur utama yang harus terpenuhi agar seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Actus reus merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, sedangkan mens rea mengacu pada niat, kesadaran, atau sikap batin pelaku ketika melakukan perbuatan tersebut. Dua unsur ini harus dibuktikan secara terpisah namun saling melengkapi satu sama lain dalam membentuk suatu tindak pidana yang sempurna.

Prinsip dasar dalam hukum pidana menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana hanya karena adanya mens rea tanpa disertai actus reus. Sebaliknya, suatu perbuatan melanggar hukum yang tidak disertai dengan niat atau kesadaran jahat juga belum tentu dapat dipidana, kecuali undang-undang secara tegas menyatakan sebaliknya. Artinya, mens rea dan actus reus harus muncul secara bersamaan agar dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yang sah untuk dijatuhi sanksi.

Pada sistem hukum Indonesia, prinsip ini tercermin dalam asas Actus non facit reum nisi mens sit rea, yang berarti “suatu perbuatan tidak menjadikan seseorang bersalah sebelum disertai niat jahat.” Asas ini menunjukkan bahwa tindakan fisik semata belum cukup untuk menghukum seseorang apabila tidak ada unsur kesalahan atau niat di baliknya. Dengan demikian, keberadaan mens rea berfungsi untuk membedakan apakah suatu tindakan dilakukan dengan kesengajaan atau hanya terjadi karena kelalaian yang tidak dapat dipidana.

Sebagaimana dikemukakan oleh E. Utrecht, mens rea adalah sikap batin pelaku yang bersifat subjektif, sedangkan actus reus merupakan perbuatan melawan hukum secara objektif. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam proses pembuktian perkara pidana. Tanpa memenuhi kedua unsur tersebut, tidak dapat dijatuhkan putusan pidana, karena unsur niat yang tidak diwujudkan dalam tindakan, maupun tindakan yang tidak disertai niat, tidak cukup untuk dikenakan sanksi pidana.

Baca juga: Perbedaan Putusan Bebas dan Lepas dalam Hukum Pidana

Jenis-jenis mens rea

Terkait penentuan pertanggungjawaban yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana, terkhusus mengenai berat ringannya sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku, terdapat beberapa bentuk mens rea yang mencerminkan tingkat niat jahat atau kesalahan yang berbeda dari para pelaku tindak pidana tersebut. Berikut merupakan jenis-jenis mens rea antara lain:

  1. Kesengajaan (dolus)
    Keadaan dimana pelaku menghendaki dan mengetahui akibat dari perbuatannya. Dimana dalam hukum Indonesia, terdapat beberapa bentuk kesengajaan meliputi:
    1. Kesengajaan sebagai maksud (untuk mencapai tujuan), yaitu pelaku menghendaki akibat dari perbuatannya.
    2. Kesengajaan sebagai kepastian, yaitu pelaku mengetahui akan ada akibat yang pasti terjadi, tetapi bukan akibat yang diinginkannya.
    3. Kesengajaan sebagai kemungkinan, yaitu pelaku menyadari kemungkinan adanya akibat dari perbuatannya, walaupun akibat tersebut tidak dikehendaki sepenuhnya.
  2. Kelalaian (culpa)
    Keadaan dimana pelaku tidak menghendaki akibat dari perbuatannya, tetapi akibat tersebut terjadi karena kelalaian atau kecerobohan yang dilakukan sehingga menyebabkan suatu tindak pidana. 

Baca juga: Peringanan dan Pemberatan Hukuman dalam Hukum Pidana

Contoh penerapan mens rea dalam kasus nyata

Contoh penerapan mens rea dalam kasus nyata
Contoh penerapan mens rea dalam kasus nyata (Sumber: Shutterstock)

Setelah memahami mengenai pengertian dan jenis-jenis mens rea dalam hukum pidana, penting untuk mengetahui penerapan mens rea pada kasus nyata. Berikut adalah contoh penerapan mens rea dalam kasus nyata yaitu pada Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Nomor 3/Pid.B/2018/PN.Unh. 

Dalam putusan tersebut, pelaku dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana pencurian dengan barang bukti berupa sebuah tali berwarna biru dan merah dengan panjang kurang lebih dua meter dalam keadaan melingkar.

Pada kasus ini, mens rea atau niat pelaku dapat dilihat dari tindakan pelaku yakni menjerat dan menjual sapi milik korban dengan harga Rp. 3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah). Yang mana tindakan tersebut membuktikan adanya mens rea dari pelaku untuk menguasai sapi milik korban secara melawan hukum dan sengaja untuk menghilangkan kepemilikan yang sah atas sapi milik korban tersebut.

Sehingga dengan demikian, pembuktian dari mens rea ini dapat menjadi dasar penting bagi hakim untuk menetapkan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku.

Baca juga: Pahami Istilah Uitlokker dalam Penjatuhan Tindak Pidana

Perbedaan mens rea dalam sistem hukum

Dalam sistem hukum pidana, terdapat perbedaan konsep dan penerapan terkait mens rea. Sebagaimana dalam sistem hukum civil law (seperti Indonesia), mens rea termasuk ke dalam doktrin kesalahan, yang terdiri atas kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa). Dimana pertanggungjawaban hanya dapat diberikan apabila terpenuhinya unsur kesalahan pada pelaku. Sehingga jika tidak terdapat unsur kesalahan yang dapat dibuktikan, maka pelaku tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana.

Sementara dalam sistem hukum common law (seperti di negara Anglo-Saxon), mens rea memiliki variasi yang lebih luas seperti niat, pengetahuan, kelalaian serta seringkali dikaitkan dengan tingkat kesalahan yang berbeda untuk setiap jenis tindak pidana. Sehingga berdasarkan sistem hukum ini, suatu tindakan tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana tanpa adanya kesadaran bersalah.

Baca juga: Mengenal Pledoi: Hak Terdakwa di Sidang Pidana

Perqara telah melayani lebih dari 30.000 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 11.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Eksekusi Putusan Pengadilan dalam Kasus Pidana

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi

  1. Aris Munandar Ar, Wirda, Dkk, “Peran Niat (Mens Rea) dalam Pertanggungjawaban Pidana di Indonesia”, JIMMI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Multidisiplin, Vol. 1, No. 3, (2024).
  2. Ekky Aji Prasetyo, Sahuri Lasmadi, dan Erwin, “Pertanggungjawaban Pidana dan Penerapan Mens Rea Dalam Tindak Pidana Intersepsi di Indonesia”, Collegium Studiosum Journal, Vol. 7, No. 1, (2024).