Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan hukum antar individu maupun badan hukum kerap dibangun melalui suatu perjanjian. Namun, tidak semua pihak memenuhi kewajibannya sebagaimana telah disepakati. Ketika salah satu pihak gagal melaksanakan prestasi atau kewajiban dalam perjanjian, maka timbullah suatu keadaan yang dikenal dalam hukum perdata sebagai wanprestasi. Namun, apa itu wanprestasi? Yuk pahami selengkapnya dalam artikel ini Sobat!

Baca juga: Perbuatan Melawan Hukum: Pengertian, Unsur, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus

Pengertian wanprestasi dalam hukum perdata

Wanprestasi adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam perjanjian tidak memenuhi, tidak tepat waktu, atau keliru dalam melaksanakan isi perjanjian, sebagaimana yang telah disepakati. Dalam bahasa hukum, wanprestasi sering disebut juga cidera janji. Cidera janji ini bisa berupa:

  1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
  2. Melaksanakan tetapi tidak sesuai isi perjanjian;
  3. Terlambat dalam melaksanakan perjanjian;
  4. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan.

Untuk dapat dinyatakan wanprestasi, harus ada unsur adanya perjanjian/perikatan yang sah, debitur tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan isi perjanjian, dan tidak alasan pembenar atau pemaaf seperti force majeure.

Baca juga: Ganti Rugi dalam Hukum Perdata: Jenis, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus

Dasar hukum wanprestasi

Hukum yang mengatur wanprestasi terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), diantaranya pada:

  1. Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu menjelaskan tentang kondisi di mana debitur dianggap lalai (wanprestasi), yaitu jika dinyatakan lalai melalui surat perintah atau akta sejenisnya, atau jika perikatan menetapkan bahwa debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
  2. Pasal 1239 KUH Perdata, yaitu mengatur sanksi wanprestasi, yaitu kewajiban membayar ganti rugi, kerugian, dan bunga apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. 

Selain KUH Perdata, wanprestasi juga diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu pada Pasal 15 yang mengatur tentang sanksi bagi produsen atau pedagang yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian dengan konsumen.

Baca juga: Apakah Gugat MoU Dapat Dilakukan? Simak Pembahasan Ini

Bentuk dan jenis wanprestasi

Bentuk dan jenis wanprestasi
Bentuk dan jenis wanprestasi (Sumber: Shutterstock)

Wanprestasi memiliki beberapa bentuk tergantung pada bagaimana debitur melanggar perikatan. Secara umum, bentuk wanprestasi bisa dibagi menjadi empat jenis utama:

  1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali, seperti debitur (pihak yang berhutang) sama sekali tidak memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan.
  2. Melaksanakan prestasi tapi tidak sesuai perjanjian, yaitu debitur memang melakukan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan kuantitas, kualitas, waktu, atau tempat yang diperjanjikan.
  3. Melaksanakan prestasi namun terlambat (wanprestasi temporal), yaitu debitur melaksanakan prestasi setelah jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
  4. Melakukan apa yang dilarang oleh perjanjian, yakni perjanjian bisa saja memuat larangan tertentu, dan jika dilanggar maka hal tersebut merupakan wanprestasi.

Kemudian, wanprestasi bisa juga dibedakan berdasarkan sifat dan dampaknya, yaitu sebagai berikut:

  1. Wanprestasi absolut, yakni debitur tidak akan pernah melaksanakan prestasi (prestasi menjadi tidak mungkin dipenuhi).
  2. Wanprestasi relatif, yakni debitur masih berniat atau mungkin melaksanakan prestasi tapi tidak tepat waktu.

Baca juga: Cara Membuat Surat Somasi Utang

Syarat dan unsur terjadinya wanprestasi

Dalam hukum perdata, khususnya hukum perikatan, wanprestasi tidak bisa serta-merta dinyatakan begitu saja. Harus dipenuhi syarat-syarat hukum tertentu agar suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai wanprestasi.

  1. Adanya perikatan atau perjanjian yang sah.

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, di mana satu pihak berkewajiban melakukan sesuatu dan pihak lainnya berhak atas sesuatu. Kalau perjanjian dasarnya tidak sah (misalnya dibuat oleh orang yang belum dewasa atau dengan objek yang melanggar hukum), maka tidak bisa timbul wanprestasi.

  1. Debitur tidak melaksanakan prestasi (cidera janji).

Prestasi adalah apa yang dijanjikan dalam perikatan, bisa berupa memberikan sesuatu (misalnya barang), berbuat sesuatu (misalnya menyelesaikan pekerjaan), atau tidak berbuat sesuatu (misalnya tidak membuka usaha sejenis di wilayah tertentu). Kegagalan untuk melaksanakan prestasi dalam bentuk apapun, baik tidak dilakukan sama sekali, terlambat, salah, atau melanggar larangan sudah memenuhi unsur wanprestasi.

  1. Kesalahan atau kelalaian debitur.

Adanya unsur kelalaian (schuld/culpa) dari pihak debitur. Debitur mengetahui bahwa ia terikat kewajiban, tapi tetap gagal memenuhi tanpa alasan sah. Kelalaian bisa bersifat disengaja (dolus) atau tidak disengaja (culpa). Namun, debitur tetap bertanggung jawab selama tidak ada alasan pembenar (seperti force majeure).

  1. Tidak ada alasan pembenar yang dibenarkan oleh hukum.

Jika debitur bisa membuktikan bahwa ia tidak dapat memenuhi kewajiban karena keadaan memaksa (force majeure), maka wanprestasi bisa tidak berlaku. Contohnya seperti bencana alam, wabah, kebakaran besar, atau larangan pemerintah

  1. Timbul kerugian bagi kreditur.

Wanprestasi harus menimbulkan kerugian nyata (actual loss) bagi pihak kreditur (penerima janji). Bentuk kerugian dapat berupa kerugian materiil (kehilangan barang, pendapatan, atau aset) dan kerugian immaterial (kerusakan nama baik, kehilangan kepercayaan usaha, dsb).

Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata

Akibat hukum dari wanprestasi

Dalam hukum perdata Indonesia, wanprestasi menimbulkan akibat hukum berupa hak bagi kreditur untuk menuntut atau mengambil tindakan hukum terhadap debitur yang ingkar janji. Akibat hukum tersebut antara lain:

  1. Pembatalan atau pemutusan perjanjian (ontbinding), yakni pihak yang dirugikan bisa minta perjanjian dibatalkan.
  2. Tuntutan ganti rugi (schadevergoeding), yakni ganti terhadap biaya, kerugian, dan bunga akibat wanprestasi.
  3. Pemaksaan pelaksanaan prestasi (executie van prestatie), kreditur bisa minta prestasi tetap dilakukan.
  4. Peralihan risiko (risico-overgang), yaitu resiko atas benda beralih ke pihak yang lalai.
  5. Penyitaan jaminan atau objek perjanjian, hal ini bisa dilakukan apabila ada jaminan.

Baca juga: Pahami Apa Itu Subrogasi dan Dasar Hukumnya

Upaya hukum terhadap wanprestasi

Upaya hukum terhadap wanprestasi
Upaya hukum terhadap wanprestasi (Sumber: Shutterstock)

Upaya hukum terhadap wanprestasi merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh kreditur (pihak yang dirugikan) untuk melindungi haknya dan mendapatkan pemulihan (remedies) akibat tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur. Upaya ini mencakup:

  1. Upaya hukum secara perdata melalui pengadilan (litigasi)

Kreditur dapat menggugat ke pengadilan negeri tempat domisili tergugat atau tempat perjanjian dilakukan, dengan tuntutan pelaksanaan perjanjian, pembatalan perjanjian, sita jaminan.

  1. Eksekusi jaminan

Jika dalam perjanjian terdapat jaminan kebendaan (seperti hipotik, fidusia, gadai), maka kreditur bisa langsung melakukan eksekusi jaminan untuk mengambil kembali nilai piutangnya.

  1. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi)
    • Negosiasi, yakni penyelesaian langsung antara para pihak tanpa perantara. Penyelesaian ini bersifat informal, fleksibel, dan hemat biaya.
    • Mediasi, yakni melibatkan pihak ketiga yang netral (mediator) untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan damai.
    • Arbitrase, yakni penyelesaian sengketa melalui arbitrator atau Lembaga arbitrase (misalnya Badan Arbitrase Nasional (BANI)), dengan putusan yang mengikat dan final.
  2. Gugatan sederhana (small claim court), yakni merupakan jalur cepat dan sederhana untuk gugatan wanprestasi dengan gugatan maksimal Rp500 juta.

Baca juga: Cara Mengajukan Gugatan Penagihan Utang

Contoh kasus wanprestasi

Salah satu kasus wanprestasi , yaitu ketika seorang pembeli rumah mengajukan gugatan terhadap pengembang (developer) karena rumah yang dijanjikan selesai dalam 12 (dua belas) bulan tidak kunjung diserahkan bahkan setelah 24 (dua puluh empat) bulan. Kemudian pembeli rumah menggugat developer ke pengadilan.

Pada kasus ini, fakta hukum yang terjadi adalah terdapat perjanjian jual beli yang disepakati antara pembeli dan pengembang, pengembang tidak menyerahkan rumah tepat waktu sesuai prestasi yang dijanjikan, pembeli mengalami kerugian berupa biaya sewa rumah selama penundaan dan kehilangan nilai investasi juga kerugian moral.

Putusan pengadilan menyatakan bahwa pengembang melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi kewajiban sesuai isi perjanjian dan pengembang diwajibkan membayar ganti rugi material dan immaterial kepada pembeli.

Baca juga: E-Court: Solusi Pengadilan yang Lebih Cepat dan Mudah

Perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH)

Perbedaan antara wanprestasi dan PMH adalah sebagai berikut:

  1. Wanprestasi

Merupakan tidak terpenuhinya kewajiban oleh salah satu pihak dalam perjanjian dan/atau perikatan. Hal ini terjadi karena hubungan kontraktual. Subjek hukumnya adalah para pihak dalam perjanjian. Bentuk kesalahannya bisa tidak melaksanakan, terlambat, atau keliru dalam melaksanakan isi perjanjian. Bukti utamanya adalah adanya perjanjian dan wanprestasi, misalnya dengan kontrak tertulis. Sanksi yang dapat dijatuhkan adalah ganti rugi, pembatalan kontrak, dan pelaksanaan perjanjian secara paksa. Contohnya seperti penjual tidak mengirim barang sesuai dengan perjanjian.

Contoh kasusnya adalah Pihak A dan B membuat perjanjian jual beli tanah. Pihak B telah membayar lunas, namun Pihak A tidak menyerahkan sertifikat tanah. Hal ini disebut wanprestasi karena ada hubungan kontraktual

  1. Perbuatan melawan hukum (PMH)

Merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain. Hal ini terjadi meski tanpa perjanjian antara pihak yang dirugikan dan pelaku. Subjek hukumnya adalah siapa pun yang melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain. Bentuk kesalahannya berupa melanggar hak orang lain, norma hukum, kesusilaan, atau kepatutan. Bukti utamanya adalah adanya tindakan salah yang menimbulkan kerugian. Sanksi yang dapat dijatuhkan adalah ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan. Contohnya seperti tetangga membakar sampah hingga rumah anda terbakar.

Contoh kasusnya adalah seseorang menyebarkan berita atau informasi bohong di media sosial yang kemudian mencemarkan nama baik orang lain. Antara kedua pihak tersebut tidak ada kontrak, tetapi pihak yang dirugikan dapat menggugat atas perbuatan melawan hukum.

Baca juga: Surat Penagihan Utang Legal yang Efektif dan Sah di Indonesia

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 7.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait apa itu wanprestasi, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Penyelesaian Hukum Utang Piutang

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Perlindungan Konsumen.

Referensi

  1. Armando Pandeinuwu, “Tinjauan Hukum Mengenai Wanprestasi Terhadap Perjanjian Bagi Hasil Antara Pemilik Tanah dan Penggarap”, Jurnal Lex Privatum Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Vol. 13, No. 3, (2024).
  2. Nur Iwanti, Taun, “Akibat Hukum Wanprestasi Serta Upaya Hukum Wanprestasi Berdasarkan Undang-Undang yang Berlaku”, Jurnal Ilmu Hukum “The Juris”, Vol. VI, No. 2 (2022): 346-351.
  3. Shafaa Yuan, Gunardi Lie, “Wanprestasi dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor 18/PDT.G/2016/PN.KPG)” Journal of Law Education and Business (JLEB), Vol. 2, No. 2, (2024): 1117-1125.