Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“RUU TPKS”) akhirnya sah menjadi undang-undang. Setelah mengalami perjalanan panjang selama bertahun-tahun, DPR-RI pada Rapat Paripurna yang diselenggarakan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, akhirnya resmi mengesahkan RUU-TPKS menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”). Seperti yang telah diketahui, memang pada dasarnya pengesahan RUU TPKS ini telah menjadi urgensi yang didasari oleh respons kegelisahan publik terkait kekerasan seksual yang marak terjadi di masyarakat umum. 

Tentu UU TPKS dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan korban, terlebih di era-globalisasi dan perkembangan digital yang begitu pesat, tak menutup kemungkinan jika akan ada penyalahgunaan teknologi yang berkaitan dengan tindakan bermuatan seksual secara elektronik.

Oleh karena itu, kehadiran UU TPKS diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam melindungi pihak yang rentan terkena kekerasan seksual, angka kasus kekerasan bisa ditekan, korban mendapatkan perlindungan, dan jaminan hukum yang pasti bagi negara. Untuk memperjelas pembahasan, yuk Sobat Perqara kita simak penjelasan di bawah!

Perjalanan UU TPKS

RUU TPKS semula bernama Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (“RUU PKS”). Penyusunan draf RUU PKS dilakukan sejak tahun 2014 dan disusun melalui berbagai rangkaian diskusi, dialog, dan penyelarasan dengan berbagai fakta dan teori. RUU PKS ini digagas mulai tahun 2010, hal ini bermula dari kajian dokumentasi Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2001-2010 yang mencatat tingginya angka kekerasan seksual dan adanya perkembangan jenis kekerasan seksual semula 10 hingga 15 yang kemudian melandasi kajian tentang ketersediaan peraturan perundang-undangan di Indonesia agar dapat melindungi korban dari berbagai jenis kekerasan seksual.

RUU PKS kemudian didorong Komnas Perempuan untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (“Prolegnas”) yang proses pembahasannya dimulai pada tahun 2015. Perwakilan Komnas Perempuan kemudian menyerahkan naskah akademik pada pertengahan tahun 2016, hingga kemudian Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah koordinasi berbagai kementerian terkait RUU PKS. Pada tahun 2016 RUU PKS masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2016, namun hingga penghujung akhir tahun 2016 RUU PKS tak kunjung disahkan. Waktu berlalu, RUU PKS mendapat banyak kritikan pro dan kontra.

Kemudian, pelantikan Anggota DPR periode 2019-2024 Komnas Perempuan meminta DPR memasukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas tahun 2020 dengan diberi kepastian oleh Badan Legislasi DPR agar pembahasan RUU PKS tetap berlanjut, namun terdapat alasan-alasan pembahasan belum berlanjut. Selanjutnya, di tahun 2021 RUU PKS tetap masuk ke dalam Prolegnas Prioritas dan berganti nama menjadi RUU TPKS dan disepakati draf RUU TPKS oleh Badan Legislasi DPR. Hingga pada tahun 2022 RUU TPKS resmi disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dan pada akhirnya RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS.

Apa Isi UU Perlindungan Kekerasan Seksual?

UU TPKS yang disahkan merupakan draf final yang telah disetujui pada Rapat Paripurna DPR-RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022. Draf ini terdiri dari XII Bab dan 93 Pasal yang tertuang ke dalam 66 halaman yang pembahasan detailnya dapat dilihat di sini.

Berbeda dengan RUU PKS sebelumnya, UU TPKS memiliki perbedaan secara progresif yang terdiri dari 4 poin, diantaranya:

  1. Penyidik tidak boleh menolak perkara;
  2. Tidak adanya restorative justice;
  3. Barang bukti dapat dijadikan alat bukti; dan
  4. Kewajiban restitusi ganti rugi dari pelaku kepada korban.

Disamping itu ada perbedaan utama keberadaan UU TPKS ini, yakni mengenai hukum acara. UU TPKS menyebutkan 9 jenis kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan ditambah 10 jenis kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), sehingga totalnya menjadi 19 jenis kekerasan seksual yang bisa menggunakan hukum acara pidananya berdasarkan UU TPKS bukan KUHP. UU ini didasari dengan delik aduan, namun terkecuali bagi anak dan kaum disabilitas. Selain itu, perlindungan yang luar biasa bukan hanya pada korban, namun UU TPKS juga melindungi keluarga korban dan saksi. UU TPKS juga dibuat sebuah standar bagi penegak hukum untuk memiliki sertifikasi human rights (HAM) serta memiliki fokus terhadap bagaimana standarisasi kekerasan seksual tersebut.

Dampak UU TPKS Pada Situasi Saat Ini

Dengan adanya UU TPKS tentu seharusnya akan menjadi bentuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Sebab sebelumnya regulasi nasional belum cukup mampu secara maksimal mencegah serta menangani kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat. Kehadiran UU TPKS juga seharusnya dapat menjadi perluasan tafsir KUHP mengenai pemerkosaan dan pelecehan seksual/pencabulan, sebab UU TPKS memiliki pengaturan yang lebih luas dan lengkap serta mampu menjerat pelaku kekerasan seksual.

Contoh Dampak Kehadiran UU TPKS di Era-Digital

Seperti yang telah disinggung sebelumnya mengenai adanya kemungkinan penyalahgunaan teknologi yang berkaitan dengan tindakan bermuatan seksual secara elektronik. Bahkan, UU TPKS telah memuat pengaturan mengenai ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik yang secara spesifik diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca Juga: Cara Melaporkan Orang Mabuk yang Mengganggu Anda

Referensi

  1. “RUU TPKS Disetujui, Puan Maharani Dapat Apresiasi Tinggi dari Elemen Perepuan”.  DPR-RI. Diakses Pada 12 April, 2022. https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/38594/t/RUU+TPKS+Disetujui%2C+Puan+Maharani+Dapat+Apresiasi+Tinggi+dari+Elemen+Perempuan.
  2. “Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual”. Komnas Perempuan. Diakses Pada 12 April, 2022. https://komnasperempuan.go.id/pemetaan-kajian-prosiding-detail/naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-penghapusan-kekerasan-seksual.
  3. Nur Janti. “Menanti RUU PKS Disahkan”. Historia. Diakses Pada 12 April, 2022. https://historia.id/amp/politik/articles/menanti-ruu-pks-disahkan-Dpw1n 
  4. “Perjalanan 10 Tahun RUU TPKS Hingga Disahkan Jadi UU”. Detik.com. Diakses Pada 12 April, 2022. https://news.detik.com/berita/d-6028730/perjalanan-10-tahun-ruu-tpks-hingga-disahkan-jadi-uu/6