Salah satu kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang ramai diperbincangkan adalah KDRT yang dialami oleh penyanyi dangdut Lesti Kejora, ia mengalami KDRT oleh suaminya, Rizky Billar. KDRT tersebut mengakibatkan Lesti mengalami luka dan lebam di area tertentu pada tubuhnya hingga pergeseran tulang leher. Ayah Lesti Kejora pun membuat laporan kasus KDRT tersebut ke pihak berwajib atas kejadian tersebut. Lantas, bagaimana cara melaporkan kasus KDRT yang benar? Siapakah pihak yang berhak melaporkan pelaku KDRT? Mari simak penjelasan di bawah ini.

Cara Melaporkan Kasus KDRT?

Berikut beberapa cara melaporkan KDRT yang yang dapat dilakukan:

Cara melaporkan KDRT ke Kepolisian

  • Jika Anda melakukan pelaporan pada Kepolisian Resor (Polres) setempat, biasanya korban akan dirujuk ke bagian unit Perempuan dan Anak.
  • Anda akan dimintakan keterangan sebagai saksi. Selain itu, jangan lupa untuk menyertakan bukti yang memperkuat laporan anda, seperti hasil visum atau CCTV yang memperlihatkan adanya tindakan kekerasan kepada Anda.
  • Apabila Polisi sudah merasa ada minimal 2 alat bukti maka pihak terlapor dapat ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
  • Jangan lupa mencatat siapa penyidik yang menangani kasus tersebut. Hal ini guna mempermudah pelapor mengikuti perkembangan penanganan kasus.

Cara melaporkan KDRT secara Online

Anda dapat melaporkan KDRT secara online ke Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sebab Pada 8 Maret 2020, PPPA telah mengeluarkan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA129) yang dapat Anda akses menggunakan telepon 129 dan Whatsapp 08111129129.

Layanan ini akan berisikan mengenai 6 layanan yaitu pengaduan, pengelolaan kasus, penjangkauan, akses penampungan sementara, mediasi hingga pendampingan selama kasus.

Cara melaporkan KDRT ke Komnas Perempuan

  • Pengaduan pada Komnas Perempuan sekarang dapat dilakukan secara daring melalui email atau media sosial.
  • Jika ingin melaporkan menggunakan media sosial, maka Anda dapat melakukannya melalui Direct Message (DM) pada media sosial Komnas Perempuan seperti Twitter dan Instagram.
  • Sedangkan jika ingin melalui email, maka anda dapat menggunakan alamat email pengaduan@komnasperempuan.go.id
  • Laporan yang masuk akan diproses selama 1×24 jam atau lebih cepat bergantung pada banyaknya aduan yang masuk.
  • Pengaduan melalui email atau media sosial bisa dilakukan dengan menceritakan kronologi kejadian KDRT yang Anda alami.
  • Pengaduan yang masuk dan diterima akan diteruskan pada Forum Pengada Layanan yang sesuai dengan domisili korban guna dilakukan pendampingan.
  • Alangkah lebih baik, jika pelaporan KDRT dilakukan dengan melampirkan bukti seperti bekas luka atau CCTV yang memperlihatkan terjadinya KDRT.

Cara melaporkan KDRT ke Kementerian Sosial 

Kementerian Sosial Indonesia juga menyediakan kontak yang dapat Anda gunakan untuk mengadukan perihal KDRT. Caranya adalah melalui www.lapor.go.id atau juga bisa melakukan SMS ke nomor 1708 dengan format “Kemsos (spasi) aduan”.

Cara melaporkan KDRT yang telah dijelaskan di atas, diharapkan dapat dipahami dan membantu Sobat Perqara dalam menangani kasus KDRT

Alasan Korban KDRT Enggan Melaporkan Pelaku KDRT

Berikut adalah beberapa alasan mengapa korban KDRT tidak mau melaporkan Pelaku ke pihak yang berwenang, antara lain karena:

  1. Masih Bergantung Secara Ekonomi

Kondisi seperti ini umumnya dialami oleh istri yang mendapat perlakuan KDRT dari suaminya, dimana istri tersebut tidak memiliki penghasilan sendiri. Sehingga ia merasa khawatir dengan kondisi keluarganya, terutama kehidupan anak-anaknya akan terlantar apabila suaminya dihukum penjara. 

Orang-orang yang merasa “ketergantungan” seperti ini yang baru akan berani mencari bantuan atau melaporkan ke Polisi ketika sudah menerima perlakuan yang sangat parah.

  1. Masih Berharap Dapat Berubah

Alasan lain mengapa korban KDRT tidak mau melaporkan karena masih merasa sayang dan cinta pada pasangannya, sehingga berpikir masih ada harapan bahwa suatu saat pasangannya dapat berubah menjadi lebih baik dan tidak melakukan KDRT lagi.

  1. Menerima Ancaman Dari Pelaku Jika Berani Melapor

Ancaman yang didapatkan oleh korban terkadang menjadi alasan utama mengapa korban tidak ingin melaporkan kasus KDRT-nya ke pihak berwenang. Sebab korban merasa takut dengan ancaman tersebut jika ia melaporkan. Terutama jika masih memiliki anak. 

  1. Merasa Malu dan Takut Disudutkan

Alasan selanjutnya, karena merasa masih adanya budaya patriarki yang membuat korban takut untuk mengungkapkan kasusnya pada orang terdekat. Korban akan takut dipersalahkan atas perlakuan KDRT yang diterimanya. Selain itu, korban dapay merasa malu ketika orang lain mengetahui permasalahan kehidupan rumah tangganya yang tidak harmonis.

  1. Merasa Belum Separah itu

Jika membahas mengenai penindasan, mungkin beberapa orang akan berpikir bahwa korban perlu babak belur terlebih dahulu. Padahal seharusnya tidak demikian, karena penindasan verbal dan intimidasi yang dilakukan setiap harinya juga termasuk KDRT.

Orang lain dapat dengan mudah membanding-bandingkan penderitaan korban dan menilai seakan-akan KDRT yang diterima korban adalah hal yang tidak parah dengan mengatakan “masih mending”. Hal inilah yang membuat korban terkadang enggan untuk melaporkan Pelaku KDRT karena merasa apa yang menimpa dirinya “belum separah itu”.

Siapakah Pihak yang Berhak Melaporkan Kasus KDRT?

Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU KDRT”) dinyatakan bahwa:

“Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.”

Selain itu, dalam Pasal 26 ayat (2) UU KDRT disebutkan bahwa:

Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.”

Sehingga dapat diketahui bahwa untuk kasus KDRT, keluarga atau pihak lainnya tidak bisa melaporkan tindakan tersebut kecuali sudah mendapatkan kuasa dari korban. 

Walaupun demikian, keluarga atau pihak lain masih dapat mencegah agar KDRT tidak semakin berlanjut pada korban. Hal ini tercantum pada Pasal 15 UU KDRT yang berbunyi:

“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : 

a. mencegah berlangsungnya tindak pidana; 

b. memberikan perlindungan kepada korban; 

c. memberikan pertolongan darurat; dan 

d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

Apakah Melaporkan Kasus KDRT Memerlukan Hasil Visum?

Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hasil Visum et Repertum atau kerap disebut “visum” termasuk salah satu alat bukti yang sah yaitu keterangan ahli. Sehingga dengan adanya visum maka kasus KDRT yang Anda laporkan akan menjadi semakin kuat dan terbukti. Namun memang terkadang ada beberapa korban yang lalai untuk tidak sesegera mungkin melakukan visum sehingga luka menjadi memudar dan sulit divisum.

Oleh karenanya, menurut Pasal 55 UU KDRT, mengatur bahwa:

“Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.”

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa selain keterangan saksi korban perlu ada alat bukti lainnya (setidaknya satu alat bukti) untuk memperkuat laporan KDRT Anda, misalnya visum. Jadi Visum atau alat bukti lainnya diperlukan dalam melaporkan kasus KDRT.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait cara melaporkan KDRT, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca Juga: Kamu Mengalami KDRT? Simak Hal Penting dalam Pasal KDRT

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Reference:

  1. Adminyl, “Alasan Korban KDRT Enggan Melaporkan Kasusnya”, Juni 19, 2021. Diakses pada 24 Oktober 2022, https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2021/06/19/alasan-korban-kdrt-enggan-melaporkan-kasusnya/
  2. Arendya Nariswari, “5 Cara Melaporkan Kasus KDRT, Bisa Dilakukan Secara Online”, September 29, 2022. Diakses pada 24 Oktober 2022, https://www.suara.com/lifestyle/2022/09/29/173930/5-cara-melaporkan-kasus-kdrt-bisa-dilakukan-secara-online
  3. CNN Indonesia, “Kronologi Kasus KDRT Rizky Billar ke Lesti Kejora Hingga Resmi Ditahan”, Oktober 13, 2022. Diakses pada 24 Oktober 2022. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20221013170917-234-860223/kronologi-kasus-kdrt-rizky-billar-ke-lesti-kejora-hingga-resmi-ditahan/2.
  4. Larissa Huda, “Jangan Takut! Begini Cara Menghadapi Situasi KDRT, Lapor ke Polisi hingga via Online”, Oktober 6, 2022. Diakses pada 24 Oktober 2022, https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/06/06402121/jangan-takut-begini-cara-menghadapi-situasi-kdrt-lapor-ke-polisi-hingga?page=all#:~:text=Laporan%20via%20Daring&text=Layanan%20yang%20digagas%20Kementerian%20Pemberdayaan,terdiri%20dari%20enam%20jenis%20layanan.