Ketika seseorang mencuri barang lalu menjualnya, orang lain (konsumen) yang membeli barang atas hasil curian itu dapat dikategorikan melakukan tindak kejahatan dan dapat dijerat dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Konsumen yang membeli barang hasil curian tersebut disebut sebagai penadah barang curian. Lantas, apakah konsumen yang tidak tahu mengenai barang tersebut adalah barang curian dapat dipidana? Simak penjelasannya!

Apa Itu Penadah?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) Daring, penadah adalah orang yang menerima atau memperjualbelikan barang-barang curian; tukang tadah. Seseorang dapat disebut sebagai “penadah” jika ia membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau adanya hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan suatu barang, yang patut diduga bahwa barang tersebut diperoleh secara melawan hukum. Hal ini tercantum dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dari pengertian di atas, pihak yang melakukan pembelian atas barang atau yang menjadi penyalur atas barang yang diperoleh melalui tindak kejahatan sesuai dengan pengertian di atas, dapat dijerat hukum dan dikenakan sanksi sebagai penadah barang pencurian. 

M Kholil menjelaskan bahwa tindak kejahatan penadahan mesti dijerat hukum. Hal ini karena penadah dianggap sebagai penampung kejahatan pencurian. Penadah memberikan kemudahan bagi pencuri dalam memperoleh keuntungan, sehingga pencuri tidak perlu menjual hasil curiannya sendiri. Pencuri dapat melakukan bekerja sama dalam menyalurkan barang hasil curian melalui si penadah yang berkedok sebagai pedagang.

Terlepas dari hal tersebut, konsumen yang membeli barang dari hasil kejahatan tidak serta merta bisa dikategorikan sebagai penadah. Jika ia membeli atau memiliki barang atas hasil kejahatan dengan membayar sesuai harga normal atau harga pasaran, unsur dari kesengajaan untuk memperoleh keuntungan tidak dianggap atau dihapuskan. Sehingga, hukum tidak dapat membuktikan adanya kerja sama antara penjual (pencuri barang) dan pembeli (membeli barang atas curian).

Pasal dan Hukuman Bagi Penadah Barang Curian

Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sebagai dasar hukum terhadap pengaturan penadah, seseorang yang melakukan penadahan akan dijerat dengan Pasal 480 KUHP yang berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

  1. Barangsiapa yang membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
  2. Barangsiapa yang menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”

Dalam hal ini, penadah barang curian akan dikategorikan sebagai penadah ringan apabila ia memenuhi unsur pada Pasal 482 KUHP yang berbunyi:

Perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 480, diancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda tersebut diperoleh adalah salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 364, 373, dan 379.”

Diketahui, Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 (“PERMA 2/ 2012”) menyatakan bahwa seluruh denda yang termaktub dalam KUHP (kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 303 bis ayat (1) dan ayat (2) ) dilipatgandakan menjadi 1000x. 

Berdasarkan Pasal 364 KUHP, penadah barang curian yang dilakukan di bawah atau tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah disebut sebagai penadah barang curian ringan. Namun, Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“PERMA 2/ 2012”) menyatakan bahwa dua ratus lima puluh rupiah yang tercantum salah satunya pada Pasal 364 dibaca menjadi Rp2.500.000,00.

Terkait pada Pasal 2 PERMA 2/ 2012, Ketua Pengadilan akan menetapkan Hakim Tunggal dengan menggunakan acara pemeriksaan yakni Acara Pemeriksaan Cepat. Selain itu, jika penadah sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua Pengadilan tidak akan menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan. 

Pertanggungjawaban Pelaku Penadahan Barang Curian

Menurut Tisnadiartha dan Setiabudhi, pertimbangan hakim terhadap pembuktian tanggung jawab penadah barang curian sebagai tindak kejahatan adalah melalui hal-hal sebagai berikut:

  • Unsur subjektif dan objektif;
  • Keyakinan hakim;
  • Fakta-fakta di persidangan, serta alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan penyidik dalam persidangan; dan
  • Jika diyakini pelaku telah melakukan tindak pidana penadahan, hakim akan membuktikan bahwa pelaku dapat bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukannya. 

Selain itu, pertimbangan utama hakim dalam memutuskan bahwa pertanggungjawaban terhadap terpenuhi atau tidaknya unsur pidana terhadap tindak kejahatan penadahan dengan melihat fakta-fakta yakni:

  • Harga barang;
  • Hubungan antara penjual dan pembeli;
  • Keadaan barang dari penjual barang; dan
  • Waktu dan tempat yang berlangsungnya jual beli barang. 

Contoh Kasus Membeli Barang Hasil Curian

MR ditangkap oleh polisi di rumahnya di kawasan Jakarta Timur. Penangkapan ini dilakukan akibat MR diduga menjadi penadah barang hasil rampasan dari kawanan begal. Dalam kasus ini, MR membeli motor dari para begal untuk hadiah suaminya. MR mengaku tidak mengetahui dan tidak tahu sama sekali bahwa motor tersebut adalah hasil curian yang dilakukan oleh para begal. 

Namun, berdasarkan keterangan kepolisian, MR sebenarnya sudah sering kali membeli motor curian, sehingga pihak kepolisian melakukan penangkapan. Akibatnya, MR dijerat hukum Pasal 480 KUHP dengan hukuman paling lama empat tahun penjara.

Dari kasus tersebut, bisa diketahui bahwa tidak hanya pencuri yang dikenakan hukuman pidana. Orang-orang yang membeli atau bekerja sama untuk menyalurkan barang atas hasil kejahatan dapat pula dijerat hukum pidana bilamana memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 480 KUHP. 

Memastikan kondisi barang aman, mengecek harga pasaran, memperhatikan waktu dan tempat transaksi, dan menghindari pembelian barang di pasar gelap (black market) merupakan cara-cara agar Sobat Perqara terhindar sebagai penadah barang curian. 

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ketahui Batasan Pembelaan Diri Agar Tidak Dipidana

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  2. Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

Referensi

  1. Kholil,  M. “Tinjauan Empiris Pasal 480 KUHP tentang Penadahan Menyangkut Hak-Hak Konsumen Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Vol.1 , No.1, hal. 54.
  2. Tisnadiartha, N.N Ayu dan I.K. Rai Setiabudhi. “Analisis Sanksi Pidana Kasus Barang Hasil Kejahatan Ditinjau Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan”.Jurnal Kertha Desa, Vol. 8, No. 3, hal. 10.
  3. Pratama, Akhdi Martin. “Tersangka Penadah Ini Mengaku Tak Tahu Motor Yang Dibelinya Curian”, megapolitan.kompas. Agustus 26, 2016. Diakses pada 20 Agustus 2022, https://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/26/15112621/.