Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan oleh kasus para artis dan influencer yang mengaku-ngaku bahwa brand yang mereka miliki berpartisipasi dalam suatu acara di ajang internasional. Klaim tersebut ternyata tidaklah benar dan merupakan bentuk dari kasus penyalahgunaan nama.

Penyalahgunaan nama orang atau instansi dapat memungkinkan terjadinya tindak pidana yang berujung pada pencemaran nama baik. Lantas, apakah penyalahgunaan nama sama dengan pencemaran nama baik? Apa contoh tindakan penyalahgunaan nama? Yuk simak pembahasannya berikut ini.

Pengertian Penyalahgunaan Nama

Menurut KBBI, ‘penyalahgunaan’ dasarnya berasal dari kata ‘salah guna’ yang memiliki arti sebagai proses, cara, perbuatan menyalahgunakan; penyelewengan. Juga, pengertian ‘nama’ adalah kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dan sebagainya) ataupun sebuah gelar atau sebutan, kemasyuran, kebaikan (keunggulan) dan kehormatan. Sehingga apabila digabungkan, penyalahgunaan nama memiliki arti perbuatan menyalahgunakan kata yang tidak sebagai mestinya untuk mengenali orang, tempat, barang, maupun kehormatan dan sebagainya.

Penyalahgunaan Nama Berujung Pada Pencemaran Nama Baik, Penipuan dan Pelanggaran Merek

Sejatinya, penyalahgunaan nama dapat diklasifikasikan ke berbagai hal misalnya sengketa merek, pencemaran nama baik, dan penipuan. Tetapi, pada hakikatnya kembali kepada kasus yang terjadi lagi. Selama dapat diidentifikasikan kepada unsur-unsur pada suatu pasal, maka suatu gugatan tetap dapat diajukan.

Dalam istilah hukum sebenarnya tidak dikenal mengenai penyalahgunaan nama, namun lebih dikenal dengan pencemaran nama baik, penipuan, dan pelanggaran merek. Pencemaran nama baik adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung, lisan maupun tulisan yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. 

Menurut R Sugandhi, penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Pelanggaran merek adalah tindakan peniruan, pemalsuan maupun pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu. Peristiwa demikian, tentu dapat merugikan pemilik merek dan konsumen.

Pengaturan dan Sanksi Bagi Pelaku Penyalahgunaan Nama

Penipuan Dalam Lingkup Pidana

Pengaturan mengenai penipuan telah termaktub dalam Pasal 378 KUHP  yang menyebutkan bahwa barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.

Pencemaran Nama Baik Dalam Lingkup Pidana

Pengaturan mengenai pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 sampai Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Namun, jika pembahasannya hanya fokus perihal penyalahgunaan nama secara tulisan, maka pengaturannya dapat dilihat pada Pasal 310 KUHP.

Pada pasal 310 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp300.000,- (tiga ratus rupiah).”

Pencemaran Nama Baik Dalam Lingkup Media Sosial

Penyalahgunaan nama yang berujung pada pencemaran nama baik tidak hanya dapat dilakukan secara tulisan maupun lisan secara langsung, namun juga dapat dilakukan di media sosial. Pengaturan mengenai pencemaran nama di media sosial dapat dilihat pada:

Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)  yang berbunyi:

Melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Pasal 45 ayat (3) UU ITE yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Pelanggaran Merek Dalam Lingkup Pidana

Penyalahgunaan nama terhadap suatu merek dapat dikatakan sebagai tindakan penipuan, pemalsuan maupun pemakaian merek tanpa hak atas merek-merek tertentu. Sehingga pengaturan dalam lingkup pidana mengenai pelanggaran merek dapat dilihat berdasarkan:

Pasal 100 ayat (1) dan (2) Undang-Undang 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU Merek”) yang berbunyi:

(1)  Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2)  Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Contoh Kasus Penyalahgunaan nama

Salah satu contoh kasus penyalahgunaan nama adalah banyaknya brand Indonesia yang melakukan klaim bahwa mereka berpartisipasi dalam acara internasional seperti Paris Fashion Week (“PFW”). Brand tersebut diantaranya adalah MS Glow, yaitu sebuah brand kecantikan di Indonesia.

Brand ini ramai mempromosikan bahwa mereka tampil membanggakan dalam acara PFW. Padahal faktanya, brand tersebut tidak tampil dalam ajang internasional PFW. Namun, hanya melakukan pertunjukan di Paris yang digelar secara pribadi dan bukan bagian dari PFW.

MS Glow mengaku baru menyadari adanya ketidakjelasan informasi sampai munculnya kegaduhan di media sosial soal pergelaran acara yang mereka ikuti. Perlu diketahui bahwa nama PFW tidak dapat digunakan sembarangan, karena nama tersebut telah dipatenkan yang terbukti dari lambang ‘R’ kecil di bagian atas tulisan sebagai pertanda copyright. Sehingga berdasarkan kasus tersebut, maka diketahui telah terjadi penyalahgunaan atau pencatutan nama yang dilakukan brand Indonesia. 

Kasus penyalahgunaan MS Glow di atas dapat berujung menjadi kasus pencemaran nama baik, penipuan, maupun pelanggaran merek dalam lingkup pidana yaitu ketentuan dalam Pasal 310 KUHP dan ketentuan pencemaran nama baik dalam lingkup media sosial yaitu Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE, pengaturan mengenai penipuan yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP, serta pengaturan mengenai pelanggaran merek yaitu Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Merek.

Pada intinya, sebuah kasus dapat berawal dari penyalahgunaan nama, namun jika diteruskan tanpa adanya klarifikasi pembenaran yang sebagaimana mestinya dilakukan, dapat berujung pada tuntutan pencemaran nama baik, penipuan, maupun pelanggaran merek karena telah secara sengaja maupun tidak sengaja menyebutkan nama tertentu untuk kepentingan pribadi ataupun umum.

Oleh karena itu, Sobat Perqara perlu untuk selalu berhati-hati ketika menuliskan atau menyebutkan sebuah nama agar tidak disalahgunakan dan berujung pada tuntutan-tuntutan ini.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: 8 Etika Berkonten Sesuai UU ITE

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  3. Undang-Undang 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Referensi

  1. CNBC, Tim Redaksi. Paris Fashion Week Geram Namanya Dicatut, Siap Gugat Pelaku. Maret 10, 2022. Diakses pada Maret 17, 2022. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220310171427-33-321805/paris-fashion-week-geram-namanya-dicatut-siap-gugat-pelaku
  2. Janati, Firda. MS Glow Minta Maaf Soal Paris Fashion Week, Sadari Ada Ambiguitas Informasi. Maret 12, 2022. Diakses pada Maret 17, 2022. https://www.kompas.com/hype/read/2022/03/12/213845266/ms-glow-minta-maaf-soal-paris-fashion-week-sadari-ada-ambiguitas-informasi?page=all.
  3. Sughadi, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, 1980, hal 396.Widiarti, Ari. “Pelanggaran Merek Sebagai Perbuatan Melawan Hukum dan Upaya Penyelesaiannya Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek” Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan VI no. 2 (April 2017).