Istilah “Pembelaan Terpaksa” atau yang dikenal dalam bahasa belanda yakni Noodweer bukanlah hal baru yang muncul ditengah masyarakat. Singkatnya, istilah ini menjelaskan situasi dimana ketika seseorang merasa terancam dengan tindakan kejahatan orang lain, maka si korban akan berusaha untuk membela dirinya demi menyelamatkan diri. Kira-kira, bagaimana pengaturan hukum pembelaan terpaksa dalam hukum pidana? Simak definisi hingga contoh kasus pembelaan terpaksa yang pernah terjadi di Indonesia.

Apa Itu Pembelaan Terpaksa?  

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), pembelaan terpaksa termasuk dalam alasan pembenar dalam suatu tindakan pidana yang tercantum dalam Bab III KUHP tentang Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi, atau Memberatkan Pidana. Berdasarkan jenisnya, pembelaan terpaksa dibedakan menjadi 2 (dua) yakni pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Aturan mengenai pembelaan terpaksa dapat ditemukan dalam Pasal 49 KUHP dengan bunyi sebagai berikut:

“(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Dari pengaturan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelaan terpaksa adalah perbuatan yang dilakukan seseorang guna untuk menyelamatkan dirinya atau orang lain dari tindak pidana yang padahal tindakan penyelamatan tersebut melawan hukum. Meskipun perbuatan tersebut melawan hukum, selama seseorang yang diserang tersebut dapat membuktikan dirinya berada dalam bahaya yang menyebabkan melakukan perbuatan melawan hukum, maka orang tersebut tidak dipidana sesuai dengan aturan Pasal 49 ayat (1) KUHP. 

Menurut R. Atang Renoemihardja, adapun 6 (enam) unsur mengenai “pembelaan terpaksa” yang dapat dilihat dari Pasal 49 ayat (1) KUHP, yakni:

  1. adanya suatu serangan;
  2. serangan itu datangnya tiba-tiba atau suatu ancaman yang kelak akan dilakukan;
  3. serangan itu melawan hukum;
  4. serangan itu diadakan terhadap diri sendiri, orang lain, hormat diri sendiri, hormat diri orang lain, harta benda sendiri, dan harta benda orang lain;
  5. pembelaan itu bersifat darurat;
  6. alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal/ seimbang. Maksudnya, harus ada keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dan kepentingan yang dilanggar.

Pembelaan terpaksa adalah alasan pembenar. Apa itu Alasan Pembenar? Alasan Pembenar adalah alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana, dimana alasan pembenar ini dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).

Wewenang Penilaian Pembelaan Terpaksa 

Perbuatan yang dilakukan guna untuk menyelamatkan dirinya yang mana perbuatan tersebut pada dasarnya melanggar hukum, tentu perlu untuk ditelusuri terlebih dahulu. Dalam hal ini, pihak yang berwenang memiliki wewenang untuk menilai apakah tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa atau tindakan tersebut secara nyata memiliki maksud untuk melakukan kejahatan.

Contoh Kasus Pembelaan Terpaksa

Pembelaan terpaksa pada praktiknya secara nyata dapat ditelusuri melalui contoh putusan Nomor 155/Pid.B/2020/PN Brb. Berdasarkan putusan tersebut, secara garis besar Terdakwa yakni MAHYUDA alias UDA Bin TABARANI berkelahi dengan adiknya yakni M. Fauzi alias Pingki dimana adiknya melakukan pengeroyokan terlebih dahulu kepada Terdakwa. Sehingga, Terdakwa melakukan tindakan melawan hukum dengan menganiaya saksi.

Atas dasar persidangan yang telah dijalankan, Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan, akan tetapi tidak dapat dijatuhi pidana karena didasarkan pada pembelaan terpaksa. Alhasil, Terdakwa dikeluarkan dari rumah tahanan Negara dan memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.

Putusan tersebut didasarkan bahwa perbuatan itu dilakukan untuk pembelaan darurat karena adanya serangan yang dekat dan melawan hukum kepada dirinya, sehingga hal ini berkaitan dengan Pasal 49 ayat (1) KUHP. Oleh karenanya, wewenang penilaian pembelaan terpaksa harus didasarkan pada fakta-fakta dan bukti yang dapat memperlihatkan bahwa tindakan tersebut semata-mata hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, bukan berupa tindak kejahatan. Dari putusan ini, juga diuraikan 3 (tiga) syarat dalam hal memenuhi bahwa serangan tersebut dapat dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa, yakni:

  1. tindakan itu harus benar-benar terpaksa;
  2. pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain;
  3. harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak pada saat itu juga.

Perbedaan Pembelaan Terpaksa dan Daya Paksa

Selain pembelaan terpaksa, dikenal juga istilah daya paksa. Kedua istilah ini merupakan hal yang berbeda. Hal yang menjadi perbedaan diantara keduanya adalah:

  1. Ketentuan aturan dan pengertian

Untuk pembelaan terpaksa telah dituangkan dalam Pasal 49 KUHP seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan untuk daya paksa, tercantum dalam Pasal 48 KUHP yang berbunyi “barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht), tidak dapat dipidana

  1. Pengertian

Pembelaan terpaksa sendiri merupakan pertahanan diri yang dilakukan seorang dengan melakukan tindakan yang melawan hukum bersamaan adanya ancaman yang dekat/ datang kepada dirinya. Sedangkan, daya paksa merupakan perbuatan yang melawan hukum dan terdorong untuk melakukannya karena suatu keadaan, kejadian yang tidak dapat dihindari dan memaksa seseorang diluar kemampuannya untuk melakukan tindak pidana. 

  1. Sifat Dari Perbuatan yang dilakukannya

Sifat dari pembelaan terpaksa setidaknya memuat ketentuan sebagai berikut:

a. tindakan itu harus benar-benar terpaksa;

b. pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain;

c. harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak pada saat itu juga.

Sedangkan untuk sifat daya paksa, dipengaruhi dari daya paksaan rohani maupun jasmani, sehingga hal tersebut dapat berupa kekuasaan yang bersifat mutlak, relatif, dan keadaan darurat.

  1. Contoh Perbuatan

Contoh sederhana dari perbuatan pembelaan terpaksa adalah B mencuri barang dan ingin melakukan penculikan terhadap A. Adanya ancaman dan perbuatan yang dilakukan oleh B, maka A menyerang dengan menusuk B dengan barang yang ada disekitarnya yang membuat B mengalami luka-luka berat.

Sedangkan untuk contoh sederhana dari perbuatan daya paksa adalah A menggunakan narkoba karena dalam keadaan dipaksa oleh orang lain, sehingga A berada dalam pengaruh daya paksa secara fisik yang tidak dapat melawan.

Pembelaan terpaksa dapat dikategorikan sebagai hak masyarakat karena tercantum bahwa pembelaan untuk memberikan rasa aman bagi diri sendiri tidak dapat dipidana. Namun, tentunya tidak dapat serta-merta mengurangi ataupun menghilangkan hukuman pidana, melainkan harus didukung oleh fakta-fakta, bukti-bukti yang menunjukkan pembelaan terpaksa itu sendiri hadir bukan karena ingin melakukan tindak pidana.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ketahui Batasan Pembelaan Diri Agar Tidak Dipidana

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi

  1. Wenlly Dumgair, “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (Noodweer Exces) Sebagai Alasan Penghapus Pidana”, Lex Crimen Vol. 5, No.5, Juli 2016.
  2. Rahmat Ibnu Wibowo. “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) Apakah Bisa Dipidana?”. ://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-palopo/baca-artikel/15466/Pembelaan-Terpaksa-Noodweer-Apakah-Bisa-Dipidana.html#:~:text=Pembelaan%20Terpaksa%20(Noodweer)%20merupakan%20alasan,kita%20untuk%20melawan%20penodong%20tersebut. Diakses pada tanggal 11 Mei 2023.