Tahukah Sobat, dalam proses penyelesaian suatu perkara, terdapat istilah yang dikenal dengan Peninjauan Kembali (PK). Istilah ini merujuk pada sebuah upaya hukum luar biasa terakhir yang dapat ditempuh oleh pihak yang berperkara setelah suatu putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK), salah satunya adalah adanya novum. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan novum? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai novum, mulai dari pengertian, syarat hingga contoh novum dalam konteks hukum perdata dan hukum pidana.

Baca juga: Addendum Kontrak: Pengertian, Fungsi, Contoh, dan Cara Membuatnya

Pengertian novum dalam hukum

Dalam hukum Indonesia, novum adalah istilah merujuk pada “sesuatu yang baru” atau “sebuah fakta baru” yang ditemukan setelah suatu putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Secara lengkap, istilah ini berasal dari bahasa Latin yaitu noviter perventa yang berarti fakta baru yang ditemukan dan dapat diajukan dalam suatu perkara, meskipun proses persidangan telah selesai.

Meskipun sering digunakan, istilah novum itu sendiri tidak pernah disebutkan secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) maupun peraturan terkait lainnya. Umumnya, peraturan-peraturan tersebut menggunakan frasa “keadaan baru” atau “surat-surat bukti baru”, bukan menggunakan istilah novum.

Adapun yang dimaksud “keadaan baru” adalah kondisi yang belum diketahui saat persidangan berlangsung, baik karena belum ditemukan maupun belum terungkap. Yang mana keadaan tersebut berpotensi besar dapat mengubah putusan hakim berupa vonis bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, tidak diterimanya tuntutan jaksa, atau dijatuhkannya pidana yang lebih ringan.

Sehingga dengan kata lain, novum dapat diartikan sebagai suatu fakta atau bukti baru yang sebelumnya tidak diketahui dalam proses persidangan, namun memiliki kekuatan signifikan untuk mengubah putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

Baca juga: Ini Kepanjangan Polsek, Polres, dan Polda

Dasar hukum novum di Indonesia

Dasar hukum novum di Indonesia
Dasar hukum novum di Indonesia (Sumber: Shutterstock)

Dalam sistem hukum indonesia, keberadaan novum tentu tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini dikarenakan novum dapat menjadi harapan terakhir untuk mengungkap kebenaran dan meluruskan fakta dalam suatu perkara melalui upaya Peninjauan Kembali (PK). Adapun terkait dasar hukum novum di Indonesia diatur dalam Pasal 263 ayat (2) huruf (a) KUHAP. Selain itu, pengaturan mengenai novum juga tercantum dalam Pasal 67 huruf (b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, serta diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013.

Baca juga: Cara Membedakan Pidana dan Perdata dengan Pengertian Hukum Publik dan Privat

Syarat-syarat novum agar diakui secara hukum

Agar suatu novum dapat diterima secara hukum dalam proses Peninjauan Kembali (PK), novum tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan guna menjaga keseimbangan antara upaya pencarian keadilan dan prinsip kepastian hukum. Berikut merupakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:

  1. Harus bersifat menentukan dan telah ada sebelum proses pemeriksaan perkara
    Novum harus berupa bukti yang bersifat menentukan terhadap pokok perkara, memiliki relevansi langsung, dan berpotensi mengubah putusan apabila telah diketahui sejak awal. Bukti tersebut harus telah ada namun belum terungkap saat persidangan, serta baru ditemukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
  1. Bersifat baru dan belum pernah diajukan dalam proses sidang sebelumnya.
    Novum harus benar-benar baru bagi proses persidangan dan belum pernah diajukan atau diperiksa dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan sebelumnya baik tingkat pertama maupun tingkat-tingkat selanjutnya.
  1. Harus dinyatakan di bawah sumpah serta disahkan oleh pejabat yang berwenang.
    Terutama untuk novum dalam bentuk surat, wajib dinyatakan di bawah sumpah oleh pihak yang mengajukan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan mencantumkan hari dan tanggal penemuannya. 

Baca juga: Bukti dalam Perkara Perdata: Jenis, Kekuatan, dan Contoh Penerapannya di Pengadilan

Fungsi dan peran novum dalam peninjauan kembali

Novum berfungsi sebagai dasar atau alasan utama untuk membuka kembali perkara yang telah berkekuatan hukum tetap melalui upaya Peninjauan Kembali (PK). Dalam pelaksanaannya, peran novum tentulah sangat penting terutama dalam hal menghadirkan fakta baru yang berpotensi mengubah putusan sebelumnya untuk mencapai suatu keadilan sejati dan menemukan kebenaran yang mendalam.

Baca juga: Peringanan dan Pemberatan Hukuman dalam Hukum Pidana

Contoh novum dalam kasus pidana dan perdata

Salah satu contoh novum dalam praktik hukum di Indonesia adalah kasus Sengkon dan Karta pada tahun 1974. Dalam perkara tersebut, melalui kuasa hukumnya Albert Hasibuan, Sengkon dan Karta mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah muncul alat bukti berupa keterangan (pengakuan) dari Gunel bin Kur, yang menyatakan bahwa dialah pelaku perampokan dan pembunuhan terhadap keluarga Sulaiman dan Siti. 

Pengakuan tersebut kemudian dijadikan novum dan berhasil membebaskan Sengkon dan Karta dari putusan sebelumnya.

Baca juga: Ingin Mengajukan Perkara? Kenali Apa Itu Legal Standing dan Contohnya

Prosedur mengajukan novum untuk PK

Agar permohonan Peninjauan Kembali (PK) dengan alasan novum dapat diterima dan diproses secara sah oleh Mahkamah Agung, Sobat perlu memahami prosedur yang harus ditempuh dengan tepat. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan alasan novum:

  1. Pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK)
    Sobat dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. Dalam permohonan ini, pemohon wajib menyebutkan alasan Peninjauan Kembali (PK) secara jelas, termasuk jika alasan yang digunakan adalah adanya novum (bukti baru).
  2. Pemeriksaan formalitas permohonan
    Setelah permohonan diterima, Ketua Pengadilan akan menunjuk seorang hakim (bukan hakim yang sebelumnya memeriksa perkara) untuk memeriksa kelengkapan permohonan Peninjauan Kembali (PK), termasuk syarat formal dan alasan yang diajukan.
  3. Pemeriksaan permohonan dan keterangan pihak
    Dalam tahap ini, pemohon dan Jaksa dapat hadir untuk menyampaikan pendapatnya terkait permohonan Peninjauan Kembali (PK). Pemeriksaan ini bertujuan memberikan ruang kepada kedua belah pihak untuk didengar secara adil.
  4. Pembuatan berita acara pemeriksaan
    Seluruh hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, Pemohon, dan Panitera. Dokumen ini menjadi catatan resmi proses pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK).
  5. Pengiriman berkas ke Mahkamah Agung
    Ketua Pengadilan akan mengirimkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) beserta seluruh berkas perkara, Berita Acara Pemeriksaan, dan Berita Acara Pendapat ke Mahkamah Agung. Salinan surat pengantar juga disampaikan kepada Pemohon dan Jaksa sebagai tembusan.
  6. Pemeriksaan dan putusan di Mahkamah Agung
    Mahkamah Agung akan memeriksa permohonan Peninjauan Kembali (PK) secara menyeluruh. Jika MA menilai bahwa permohonan tersebut beralasan, maka permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat dikabulkan dan perkara akan diputus kembali sesuai dengan ketentuan hukum.

Baca juga: Apa Itu Akta Otentik? Simak Pembahasan Ini!

Risiko jika novum tidak memenuhi syarat

Risiko jika novum tidak memenuhi syarat
Risiko jika novum tidak memenuhi syarat (Sumber: Shutterstock)

Apabila novum yang diajukan dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK) tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh hukum, maka permohonan tersebut akan ditolak atau tidak diterima karena novum yang diajukan dianggap tidak sah atau tidak memiliki kekuatan pembuktian yang memadai. Penolakan ini memiliki konsekuensi serius, mengingat Peninjauan Kembali (PK) merupakan satu-satunya upaya hukum luar biasa yang tersedia setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). 

Akibatnya, pihak yang mencari keadilan kehilangan kesempatan untuk membuktikan adanya fakta atau bukti baru yang berpotensi mengubah putusan sebelumnya, sehingga putusan tersebut tetap berlaku tanpa dapat diperbaiki.

Secara khusus, apabila novum berupa alat bukti surat tidak dituangkan dalam bentuk pernyataan di bawah sumpah dan tidak disahkan oleh pejabat yang berwenang, maka surat tersebut tidak memenuhi syarat sebagai dasar permohonan Peninjauan Kembali (PK). Bahkan, pernyataan sumpah oleh pemohon tanpa adanya pengesahan resmi juga menyebabkan alat bukti tersebut tidak sah untuk dijadikan alasan dalam pengajuan Peninjauan Kembali (PK).

Baca juga: Eksekusi Putusan Pengadilan dalam Kasus Pidana

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 7.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013

Referensi

  1. Krisye Ivone Kalengkongan, DKK, “Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Setelah Ditemukan Alat Bukti Baru dalam Hukum Pidana di Indonesia”, Lex Crimen, Vol. 11, No.1, (2022).
  2. Dwi Indah Widya Pratiwi, “Kajian Atas Adanya Novum Sebagai Alasan Peninjauan Kembali Yang Dikambulkan oleh Mahkamah Agung”, Jurnal Vestek, Vol. 8, No.3, (2020).
  3. Suciati, “Konsep Surat Bukti (Novum) Sebagai Alasan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata Dalam Perspektif Keadilan”, Jurnal Wasaka Hukum, Vol. 9, No.2, (2021).