Upaya untuk memastikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) melibatkan berbagai instrumen hukum internasional tentang HAM, termasuk deklarasi, konvensi, dan lembaga-lembaga internasional yang bertugas untuk menegakkan hak-hak dasar setiap individu.
Meskipun terdapat banyak kemajuan dalam pembentukan kerangka hukum untuk melindungi HAM, tantangan besar tetap ada dalam implementasi dan pengawasan di tingkat internasional. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai prinsip, instrumen, dan juga implementasi dari hukum internasional tentang HAM.
Baca juga: Lembaga Perlindungan HAM: Peran, Fungsi, dan Contoh di Indonesia
Prinsip-prinsip hukum internasional tentang HAM


Prinsip-prinsip hukum internasional tentang HAM adalah dasar-dasar yang mengarahkan negara-negara dalam menjamin, melindungi, dan menegakkan hak-hak individu dan kelompok di seluruh dunia.
Prinsip-prinsip ini bersumber dari berbagai instrumen internasional seperti Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR).
Beberapa prinsip dasar yang terkandung dalam instrumen-instrumen tersebut adalah kesetaraan dan non-diskriminasi, hak untuk bebas berbicara dan berekspresi, serta hak atas kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Baca juga: HAM dalam Konstitusi Indonesia: Dasar Hukum, Prinsip, dan Implementasi
Instrumen hukum internasional tentang HAM
Instrumen hukum internasional tentang HAM merujuk pada berbagai perjanjian, kovenan, atau bahkan mahkamah internasional yang bertujuan untuk melindungi dan memajukan hak-hak dasar setiap individu. Instrumen-instrumen ini berfungsi untuk mengatur hak-hak tiap individu dan kewajiban negara dalam menjamin pemenuhan serta perlindungan hak-hak tersebut.
Baca juga: Jenis-jenis HAM: Memahami Berbagai Aspek Hak Asasi Manusia
Kovenan internasional hak sipil dan politik (ICCPR)
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) adalah sebuah perjanjian multilateral yang ditetapkan oleh Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 16 Desember 1966.
Beberapa hal penting dari kovenan ini adalah hak-hak sipil dan politik dari tiap orang, termasuk hak untuk hidup, kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, hak atau pemilu yang adil, serta hak atas proses peradilan yang jujur dan adil.
Indonesia telah meratifikasi kovenan ini pada 28 Oktober 2005 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.
Baca juga: Pelanggaran HAM: Jenis, Penyebab, dan Dampaknya bagi Masyarakat
Kovenan internasional hak ekonomi, sosial, dan budaya (ICESCR)
Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) adalah sebuah perjanjian multilateral yang ditetapkan oleh Sidang Majelis Umum PBB pada 16 Desember 1966 dan mulai berlaku pada 3 Januari 1976.
Beberapa hal yang dimuat dalam kovenan ini adalah jaminan mengenai hak untuk bekerja, hak untuk jaminan sosial termasuk asuransi sosial, hak untuk perlindungan seluas mungkin dan bantuan untuk keluarga, ibu-ibu, anak-anak dan kaum muda, hak untuk pendidikan, serta hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan kebudayaan.
Indonesia telah meratifikasi kovenan ini melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.
Baca juga: Apa Itu Hak Asasi Manusia (HAM)? Pengertian, Sejarah, dan Pentingnya HAM
Mahkamah pidana internasional (ICC) dan pengadilan HAM regional
Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) adalah pengadilan pidana internasional pertama yang permanen dan independen (tidak berada di bawah sistem PBB) yang didirikan berdasarkan Statuta Roma pada tahun 1998 dan mulai beroperasi pada tahun 2002. ICC memiliki yurisdiksi terhadap individu yang diduga melakukan genosida, kejahatan terhadap manusia, dan kejahatan perang.
Baca juga: Begini Aturan Hukum LGBT Di Indonesia!
Implementasi hukum internasional tentang HAM di berbagai negara
Implementasi hukum internasional tentang HAM bervariasi di berbagai negara, tergantung pada sistem hukum masing-masing negara tersebut dan juga tingkat kesadaran akan HAM. Berikut contoh negara yang telah mengimplementasikan hukum internasional tentang HAM:
- Indonesia
Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen internasional yang berkaitan dengan HAM, seperti ICCPR dan ICESCR. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, Indonesia telah melahirkan beberapa lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bertugas untuk memantau dan melaporkan terkait tindakan pelanggaran HAM.
- Amerika Serikat
Amerika Serikat dalam upaya untuk mengimplementasikan hukum internasional tentang HAM telah meratifikasi beberapa instrumen internasional yang salah satunya adalah International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Dalam hal pengimplementasian konvensi ini, masyarakat Amerika Serikat menciptakan gerakan sosial yang bernama Black Lives Matter. Gerakan sosial ini bertujuan untuk melawan diskriminasi dan rasisme terhadap komunitas kulit hitam di Amerika Serikat.
Baca juga: Dasar Hukum Salah Tangkap dan Ganti Ruginya
Tantangan dalam penegakan hukum internasional tentang HAM


Penegakan hukum internasional tentang HAM seringkali menghadapi berbagai macam tantangan, baik di tingkat global maupun domestik. Meskipun sudah banyak organisasi internasional yang lahir guna menegakkan HAM, terdapat beberapa tantangan yang menghalangi efektivitasnya. Berikut beberapa tantangan utama dalam penegakan hukum internasional tentang HAM:
- Ketidaksetaraan dalam penerapan hukum
Negara-negara dengan kekuatan politik dan ekonomi yang besar cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan agenda perlindungan HAM.
- Ketidakpatuhan terhadap hukum internasional
Beberapa wilayah mungkin tidak mematuhi beberapa peraturan HAM yang diakui secara hukum internasional, serta mengakibatkan kesenjangan antara norma dan praktek.
- Keterbatasan yurisdiksi
Sistem hukum internasional seringkali menghadapi kesulitan dalam menegakkan keputusan atau sanksi yang diberikan kepada negara yang melanggar HAM, terutama jika mereka tidak mengakui yurisdiksi pengadilan internasional.
Baca juga: Perbedaan Hak Waris antara Anak Kandung dan Anak Angkat dalam Hukum Indonesia
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Pengakuan Anak di Luar Nikah: Hak-Hak dan Proses Hukum di Indonesia
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.
Referensi
- A. Sudiro. “Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional: Hak dan Peluang”. Jurnal Kewarganegaraan, Vol. 8 No.1 (2024). Hlm. 1000-1003.
- S. M. Maryam. “Kebijakan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat dan Australia pada Resonansi Gerakan Black Lives Matter”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Administrasi Negara, Vol. 7 No. 2 (2023). Hlm. 200-212.