Hak prerogatif adalah hak istimewa yang dimiliki oleh kepala negara atau presiden. Pada 31 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto menggunakan hak prerogatif dengan memberikan abolisi untuk Tom Lembong, serta amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan 1.116 terpidana lainnya dari berbagai macam kasus. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk mempersatukan bangsa. Namun, apa sebenarnya hak prerogatif itu? Dan apa saja hak prerogatif presiden dalam sistem hukum Indonesia?

Artikel ini akan mengupas tuntas terkait hak prerogatif, mulai dari pengertian, dasar hukum, hingga pro dan kontra penggunaan hak prerogatif.

Baca juga: Adagium Adalah: Pengertian, Contoh, dan Fungsinya dalam Hukum dan Kehidupan Sehari-hari

Pengertian hak prerogatif

Pengertian hak prerogatif
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto diberikan amnesti oleh presiden (Sumber: Shutterstock)

Hak prerogatif adalah hak yang dimiliki oleh kepala negara atau presiden yang bersifat istimewa, mutlak, dan mandiri yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintahan untuk membuat keputusan atau mengambil tindakan dalam bidang tertentu.

Perlu diketahui bahwa, istilah hak prerogatif tidak tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) ataupun peraturan perundang-undangan lainnya, sebab lebih lekat pada ranah praktik.

Merujuk pada halaman 72, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XIII/2015, menyatakan bahwa secara teoritis, hak prerogatif adalah hak yang dimiliki oleh lembaga tertentu, yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga negara lain. Biasanya, hak prerogatif ini dimiliki oleh kepala negara seperti presiden dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi sehingga menjadi kewenangan konstitusional.

Baca juga: Mens Rea Adalah: Pengertian, Jenis, dan Peran Penting dalam Hukum Pidana

Dasar hukum hak prerogatif di Indonesia

Di Indonesia, hak prerogatif dapat ditemui dalam UUD 1945. Berikut beberapa pasal dalam UUD 1945 yang menunjukan hak prerogatif presiden:

  1. Pasal 10 UUD 1945: Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dalam hal ini, presiden berhak menentukan panglima TNI dengan persetujuan DPR.
  2. Pasal 11 ayat (1) UUD 1945: Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
  3. Pasal 11 ayat (2) UUD 1945: Presiden membuat perjanjian internasional yang berdampak luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, dengan persetujuan DPR.
  4. Pasal 12 UUD 1945: Presiden menyatakan keadaan bahaya yang syarat dan akibatnya ditetapkan undang-undang.
  5. Pasal 13 UUD 1945: Presiden mengangkat duta dan konsul dan menerima penempatan duta dari negara lain. Dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
  6. Pasal 14 UUD 1945: Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan dari Mahkamah Agung serta memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.
  7. Pasal 15 UUD 1945: Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur undang-undang.
  8. Pasal 17 UUD 1945: Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri serta membentuk, mengubah dan membubarkan kementerian negara yang diatur di dalam undang-undang.
  9. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945: Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
  10. Pasal 24B ayat (3) UUD 1945: Presiden mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
  11. Pasal 24C ayat (3) UUD 1945: Presiden mengusulkan tiga orang hakim konstitusi.

Pasal-pasal ini menunjukkan bahwa hak prerogatif presiden di Indonesia bukan sekadar tradisi, melainkan hak konstitusional yang diakui dan diatur secara hukum. Walaupun beberapa tindakan Presiden memerlukan pertimbangan atau persetujuan lembaga lain, pelaksanaannya tetap menjadi hak prerogatif Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi.

Baca juga: Pengertian Retroaktif dalam Hukum: Konsep, Aplikasi, dan Dampaknya

Contoh hak prerogatif Presiden di Indonesia

Contoh hak prerogatif Presiden di Indonesia
Presiden menggunakan hak prerogatifnya dengan memberikan abolisi kepada Tom Lembong (Sumber: Shutterstock)

Untuk lebih memahami hak prerogatif, berikut beberapa contoh dari hak prerogatif presiden di Indonesia:

Grasi

Grasi adalah hak istimewa yang dimiliki Presiden untuk memberikan ampunan kepada seseorang yang telah divonis bersalah oleh pengadilan. Pemberian grasi ini bisa bermacam-macam bentuknya, seperti mengubah jenis hukuman, meringankan, mengurangi, atau bahkan menghapus hukuman yang sedang dijalani.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, seorang terpidana bisa mengajukan grasi setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap. Grasi ini berlaku untuk berbagai jenis hukuman, seperti hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara minimal dua tahun.

Seorang narapidana bisa mengajukan grasi paling lambat satu tahun setelah vonis dijatuhkan. Permohonan grasi ini akan dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung (MA) terlebih dahulu sebelum akhirnya Presiden yang memutuskan.

Amnesti

Amnesti adalah bentuk pengampunan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas suatu tindak pidana. Saat amnesti diberikan, semua konsekuensi hukum dari tindakan tersebut, termasuk hukuman yang sudah dijatuhkan, dihapuskan seolah-olah kesalahan itu tidak pernah terjadi.

Pemberian amnesti adalah hak Presiden yang bisa diberikan secara umum atau khusus. Berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, amnesti bisa diberikan kepada sekelompok orang atau individu tertentu, dengan mempertimbangkan situasi sosial, politik, dan kebutuhan negara.

Abolisi

Abolisi adalah tindakan menghentikan proses hukum yang sedang berjalan terhadap seseorang. Ini berbeda dengan amnesti yang merupakan pengampunan atas hukuman yang telah dijatuhkan. Jadi, abolisi membatalkan pengadilan, sedangkan amnesti menghapus hukuman.

Pemberian abolisi, atau penghentian proses hukum, harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Jadi, Presiden dapat menghentikan sebuah proses hukum berdasarkan pertimbangan dari DPR yang telah melihat situasi dan konteks kasusnya secara menyeluruh.

Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang yang tidak bersalah setelah menjalani proses hukum yang keliru, baik itu penyidikan, penuntutan, atau persidangan. Hak-hak tersebut dikembalikan karena orang tersebut terbukti tidak bersalah. Presiden berhak memberikan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan dari Mahkamah Agung, sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

Rehabilitasi diberikan untuk mengembalikan martabat, kedudukan, dan hak-hak seseorang yang dirugikan oleh kesalahan dalam proses hukum. Upaya pemulihan ini bisa berupa penghapusan catatan kriminal atau pemberian ganti rugi atas ketidakadilan yang dialami.

Baca juga: Novum Adalah: Pengertian, Syarat, dan Contoh dalam Dunia Hukum

Namun, perlu diketahui bahwa hak prerogatif tidak terbatas pada pemberian abolisi, amnesti, grasi, dan rehabilitasi saja. Merujuk dari pendapat Mei Susanto dalam Jurnal yang berjudul “Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden”, pemaknaan hak prerogatif presiden dalam ketatanegaraan Indonesia dapat berupa:

  1. Hak prerogatif yang berada di tangan presiden sendiri seperti mengangkat menteri;
  2. Hak prerogatif yang berada di tangan presiden dengan persetujuan DPR seperti mengangkat kapolri, panglima Tentara Nasional Indonesia (“TNI”);
  3. Hak prerogatif dengan pertimbangan DPR dan lembaga lainnya seperti mengangkat duta besar, pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Baca juga: Pidana Kurungan dan Penjara dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia

Perbandingan hak prerogatif di negara lain

Konsep hak prerogatif tidak hanya ada di Indonesia. Banyak negara, terutama yang menganut sistem pemerintahan presidensial atau monarki konstitusional, juga memiliki hak ini. Namun, cakupan dan pelaksanaannya bisa berbeda-beda.

Di Amerika Serikat, presiden juga memiliki hak prerogatif, seperti hak veto dan hak untuk menunjuk menteri kabinet serta hakim agung. Namun, penunjukan ini seringkali memerlukan persetujuan dari Senat, menunjukkan adanya sistem checks and balances yang kuat.

Sedangkan di Inggris, Raja atau Ratu Inggris memiliki hak prerogatif yang sangat luas secara historis, tetapi dalam praktiknya, kekuasaan ini dijalankan atas saran dari Perdana Menteri. Ini menjadikan hak prerogatif di Inggris lebih bersifat seremonial dan simbolis.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun konsep dasarnya sama, implementasi hak prerogatif sangat dipengaruhi oleh sistem politik dan konstitusi masing-masing negara.

Baca juga: Peringanan dan Pemberatan Hukuman dalam Hukum Pidana

Pro dan kontra dalam penggunaan hak prerogatif

Penggunaan hak prerogatif seringkali menimbulkan perdebatan. Ada argumen yang mendukung dan menentang kekuasaan ini. Umumnya, pro dan kontra yang terjadi sebagai berikut:

Pro

  1. Efisiensi pemerintahan, yaitu memungkinkan kepala negara untuk bertindak cepat, terutama dalam situasi darurat, tanpa harus menunggu proses legislasi yang panjang.
  2. Stabilitas politik, karena dapat memberikan kepala negara otoritas yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kelancaran pemerintahan.
  3. Kepemimpinan yang kuat, sehingga memungkinkan pemimpin untuk mengambil keputusan yang tegas demi kepentingan bangsa.

Kontra

  1. Potensi penyalahgunaan, karena kekuasaan yang besar tanpa pengawasan ketat berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
  2. Kurangnya transparansi, dapat menimbulkan keputusan yang dibuat melalui hak prerogatif seringkali kurang transparan karena tidak melalui debat publik atau persetujuan parlemen.
  3. Memicu otoritarianisme, karena penggunaan hak ini secara berlebihan bisa mengarah pada pemerintahan yang otoriter.

Di Indonesia, pengawasan terhadap penggunaan hak prerogatif presiden dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti judicial review oleh Mahkamah Konstitusi dan pengawasan politik dari DPR, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Dengan memahami apa itu hak prerogatif adalah, kita bisa lebih kritis dalam melihat kebijakan-kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin, serta mengerti pentingnya sistem hukum dan pengawasan dalam menjaga keseimbangan kekuasaan.

Baca juga: Keadilan Restoratif dalam Hukum Pidana: Pengertian, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus

Perqara telah melayani lebih dari 30.000 konsultasi hukum

Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait hak prerogatif adalah, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: HAM dan Kebebasan Pers: Pilar Demokrasi

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi;
  3. Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi;
  4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XIII/2015

Referensi;

  1. Mei Susanto. Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden. Jurnal Yudisial, Vol. 9 No. 3 Desember 2016.
  2. Teguh Satrio Prakoso. Pelaksanaan Hak Prerogatif Presiden. Jurnal Dharmasisya, Vol. 1 No. 3 September 2021.