Mengalami kerugian akibat tindakan atau kelalaian pihak lain? Dalam ranah hukum perdata, terdapat mekanisme ganti rugi yang bertujuan untuk memulihkan kerugian tersebut. Namun, apa sebenarnya ganti rugi dalam hukum perdata itu? Apa saja jenis-jenisnya? Bagaimana dasar hukumnya dan bagaimana cara menuntutnya? Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai ganti rugi dalam hukum perdata, mulai dari pengertian hingga contoh kasus nyata, serta perbedaan mendasar antara ganti rugi akibat wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Simak ulasan lengkapnya!
Baca juga: Perbuatan Melawan Hukum: Pengertian, Unsur, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus
Pengertian ganti rugi dalam hukum perdata
Secara umum, ganti rugi dalam hukum perdata adalah suatu bentuk kompensasi atau penggantian kerugian yang diderita oleh satu pihak akibat tindakan atau kelalaian pihak lain yang melanggar hukum (perbuatan melawan hukum (PMH)) atau perjanjian (wanprestasi). Tujuan utama dari ganti rugi adalah untuk memulihkan keadaan pihak yang dirugikan ke posisi semula sebelum terjadinya kerugian, meskipun dalam praktiknya, pemulihan secara sempurna seringkali sulit dicapai.
Baca juga: Apa Itu Wanprestasi dalam Hukum Perdata? Yuk Pahami Bersama!
Dasar hukum ganti rugi dalam hukum perdata


Dasar hukum utama yang mengatur mengenai ganti rugi dalam hukum perdata tersebar dalam berbagai pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), di antaranya:
- Pasal 1243 KUHPerdata, yaitu mengatur mengenai ganti rugi akibat wanprestasi (tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian).
- Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu mengatur mengenai ganti rugi akibat PMH.
- Pasal 1366-1380 KUHPerdata, yaitu pasal-pasal yang secara spesifik mengatur tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh orang lain, binatang, atau barang tertentu dalam konteks PMH.
Selain KUHPerdata, peraturan perundang-undangan khusus lainnya juga dapat mengatur mengenai ganti rugi dalam konteks tertentu, seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) atau Undang-Undang Lingkungan Hidup (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Baca juga: E-Court: Solusi Pengadilan yang Lebih Cepat dan Mudah
Jenis-jenis ganti rugi dalam hukum perdata
Dalam hukum perdata, terdapat beberapa jenis ganti rugi yang dapat dituntut, antara lain:
- Biaya
Biaya adalah semua pengeluaran nyata yang dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan, misalnya ongkos cetak iklan, sewa gedung, atau sewa kursi jika terjadi pembatalan pertunjukan akibat wanprestasi.
- Rugi
Rugi adalah kerugian yang dialami oleh pihak terkait atas tindakan wanprestasi si pelaku, yang terbagi menjadi dua yaitu materiil dan immaterill.
- Ganti rugi materiil, yaitu penggantian kerugian yang bersifat nyata dan dapat dihitung secara ekonomis. Contohnya meliputi biaya pengobatan, biaya perbaikan barang yang rusak, kehilangan keuntungan yang diharapkan, dan kerugian harta benda lainnya.
- Ganti rugi immateriil, yaitu penggantian kerugian yang bersifat non-ekonomis atau tidak dapat diukur secara langsung dengan uang. Contohnya meliputi rasa sakit, penderitaan psikis, hilangnya kehormatan atau reputasi baik, dan ketidaknyamanan. Penentuan besaran ganti rugi immateriil biasanya diserahkan kepada pertimbangan hakim.
- Bunga
Bunga adalah kerugian berupa kehilangan keuntungan yang sudah diperkirakan kreditur, misalnya keuntungan yang seharusnya didapat jika kontrak dipenuhi. Dalam kasus wanprestasi yang melibatkan pembayaran sejumlah uang, pihak yang berhak dapat menuntut pembayaran bunga atas keterlambatan pembayaran tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Pahami Apa Itu Subrogasi dan Dasar Hukumnya
Syarat dan prosedur menuntut ganti rugi


Untuk dapat menuntut ganti rugi dalam hukum perdata, pihak yang dirugikan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
- Adanya kerugian. Harus ada kerugian nyata yang diderita oleh pihak penggugat.
- Adanya dasar hukum. Harus ada dasar hukum yang jelas yang mewajibkan pihak tergugat untuk memberikan ganti rugi (baik karena wanprestasi maupun PMH).
- Adanya hubungan kausalitas (sebab akibat). Harus ada hubungan sebab akibat yang jelas antara tindakan atau kelalaian tergugat dengan kerugian yang diderita penggugat.
- Adanya kesalahan (dalam kasus PMH). Dalam kasus perbuatan melawan hukum, umumnya diperlukan adanya unsur kesalahan dari pihak pelaku.
Prosedur menuntut ganti rugi biasanya dilakukan melalui pengajuan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Prosesnya meliputi pengajuan gugatan, jawaban tergugat, replik dan duplik (jika ada), pembuktian, kesimpulan, dan putusan pengadilan. Sebelum mengajukan gugatan, upaya mediasi seringkali dianjurkan untuk mencapai penyelesaian secara damai.
Baca juga: Cara Membuat Surat Somasi Utang
Contoh kasus ganti rugi dalam hukum perdata
Berikut adalah beberapa contoh kasus ganti rugi dalam hukum perdata:
- Kasus wanprestasi: Seorang pengembang properti gagal menyelesaikan pembangunan rumah sesuai dengan waktu yang dijanjikan dalam perjanjian jual beli, mengakibatkan pembeli mengalami kerugian materiil (kehilangan potensi keuntungan sewa) dan immateriil (kekecewaan dan ketidaknyamanan). Pembeli dapat menuntut pengembang untuk membayar ganti rugi.
- Kasus PMH: Sebuah pabrik membuang limbah berbahaya ke sungai yang mencemari lingkungan dan merusak lahan pertanian milik warga sekitar. Warga yang dirugikan dapat menuntut pabrik untuk membayar ganti rugi materiil (kerugian hasil panen) dan immateriil (gangguan kesehatan dan ketidaknyamanan).
- Kasus kecelakaan lalu lintas: Seorang pengemudi mobil lalai dan menabrak pengendara motor hingga mengalami luka-luka dan kerusakan kendaraan. Pengendara motor dapat menuntut pengemudi mobil untuk membayar ganti rugi materiil (biaya pengobatan dan perbaikan motor) dan immateriil (rasa sakit dan trauma).
- Kasus pencemaran nama baik: Seseorang menyebarkan fitnah tentang reputasi bisnis orang lain melalui media sosial, mengakibatkan penurunan omzet dan kerugian nama baik. Pihak yang difitnah dapat menuntut pelaku untuk membayar ganti rugi materiil (penurunan pendapatan) dan immateriil (kerugian reputasi).
Baca juga: Apakah Gugat MoU Dapat Dilakukan? Simak Pembahasan Ini
Perbedaan ganti rugi akibat wanprestasi vs PMH
Meskipun sama-sama bertujuan untuk mengganti kerugian, terdapat perbedaan mendasar antara ganti rugi akibat wanprestasi dan perbuatan melawan hukum:
Aspek | Ganti Rugi Akibat Wanprestasi | Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melawan Hukum |
Dasar Hukum | Adanya perjanjian yang sah antara para pihak (Pasal 1243 KUHPerdata). | Adanya perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian (Pasal 1365 KUHPerdata). |
Hubungan Hukum | Terdapat hubungan kontraktual sebelumnya antara pihak yang dirugikan dan pelaku. | Tidak harus ada hubungan hukum kontraktual sebelumnya antara pihak yang dirugikan dan pelaku. |
Unsur Kesalahan | Tidak selalu menjadi syarat utama, fokus pada tidak dipenuhinya kewajiban. | Umumnya memerlukan adanya unsur kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pelaku. |
Cakupan Kerugian | Terbatas pada kerugian yang secara wajar dapat diduga akibat tidak dipenuhinya perjanjian. | Mencakup kerugian yang merupakan akibat langsung dari perbuatan melawan hukum. |
Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 7.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait ganti rugi dalam hukum perdata, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Cara Mengajukan Gugatan Penagihan Utang
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016;
- Hukum Acara Perdata (HIR/RBG).
Referensi
- Subekti. (2003). Hukum Perjanjian. PT Intermasa.
- Prodjodikoro, Wirjono. (2015). Hukum Perdata tentang Perikatan. Sumur Bandung.
- Mariam Darus Badrulzaman. (2014). Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya Bakti.
- Yahya Harahap. (2016). Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik, dan Permasalahannya. Sinar Grafika.