Force majeure adalah istilah dalam hukum perdata yang umum digunakan pada perjanjian bisnis guna melindungi para pihak dari risiko akibat peristiwa di luar kendali manusia. Dalam praktiknya klausul force majeure seringkali terabaikan, padahal perannya sangat krusial untuk mengantisipasi hal-hal yang berpotensi menyebabkan kerugian di masa depan. Lalu, apa itu force majeure? Artikel ini akan mengulas pengertian, jenis, dasar hukum, dan contoh nyata penerapannya dalam perjanjian.
Baca juga: SITU Adalah: Pengertian, Fungsi, dan Cara Mengurusnya untuk Usaha Anda
Apa itu force majeure?
Force majeure adalah suatu keadaan di mana debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena adanya peristiwa atau keadaan yang tidak terduga akan terjadi pada saat kontrak dibuat. Peristiwa tersebut berada di luar kendali para pihak dan tidak dapat diprediksi maupun dicegah.
Dalam konsep ini, kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya tidak serta-merta menjadikannya bertanggung jawab secara hukum terhadap peristiwa tersebut selama ia tidak bertindak dengan itikad buruk.
Baca juga: Beneficial Owner: Pengertian, Fungsi, dan Aturannya dalam Dunia Bisnis
Dasar hukum force majeure di Indonesia


Dasar hukum force majeure dalam sistem hukum Indonesia tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu:
- Pasal 1244 KUH Perdata: mengatur syarat dan akibat jika debitur tidak dapat membuktikan force majeure (tetap wajib ganti rugi).
- Pasal 1245 KUH Perdata: mengatur pembebasan debitur dari kewajiban ganti rugi jika terbukti terjadi force majeure.
Baca juga: Ganti Rugi dalam Hukum Perdata: Jenis, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus
Syarat-syarat force majeure di Indonesia
Agar suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai force majeure dan membebaskan salah satu atau kedua belah pihak dari kewajiban kontraktual, terdapat beberapa syarat utama yang umumnya harus dipenuhi, diantaranya:
- Terjadi peristiwa yang tidak terduga
Peristiwa tersebut tidak bisa diprediksi atau dicegah oleh para pihak.
- Tidak dapat dipertanggungjawabkan
Debitur tidak wajib membayar ganti rugi karena kegagalan prestasi disebabkan oleh keadaan di luar kendalinya.
- Para pihak tidak dalam itikad buruk
Kegagalan melaksanakan kewajiban bukan karena kelalaian atau niat buruk pihak yang mengklaim force majeure.
- Menghambat pelaksanaan kewajiban
Peristiwa tersebut membuat kewajiban kontraktual tidak dapat dipenuhi, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
- Merupakan keadaan yang diatur dalam hukum
Peristiwa tersebut termasuk dalam kategori yang diakui sebagai force majeure menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Baca juga: Perikatan Bersyarat dalam Hukum Perdata: Pengertian, Jenis, dan Contoh Kasus
Jenis-jenis force majeure
Berdasarkan KUH Perdata dan doktrin hukum perdata, jenis force majeure adalah:
- Force majeure absolut
Merupakan suatu keadaan dimana hak dan kewajiban debitur tak bisa dilakukan sama sekali dalam kondisi apapun. Kondisi ini sering disebut juga dengan impossibility.
- Force majeure relatif
Merupakan suatu keadaan dimana pemenuhan hak dan kewajiban tidak dapat dilakukan secara normal, tetapi masih mungkin dapat dilakukan dengan cara lainnya. Kondisi ini sering disebut juga dengan impracticality.
Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata
Contoh kejadian force majeure


Contoh kejadian force majeure adalah sebagai berikut:
- Force majeure absolut
Terjadi bencana alam berupa gempa bumi, banjir besar, gunung meletus, kekeringan, atau kebakaran besar, yang menyebabkan objek perjanjian musnah total sehingga prestasi sama sekali tidak dapat dilaksanakan dan perikatan menjadi batal secara permanen.
- Force majeure relatif
Terjadi perubahan peraturan atau kebijakan pemerintah yang bersifat sementara dan membatasi atau melarang pelaksanaan kewajiban, seperti larangan ekspor/impor sehingga pelaksanaan prestasi hanya tertunda dan tidak menyebabkan perikatan batal secara permanen.
Baca juga: Contoh Surat Perjanjian Kontrak
Akibat hukum dari force majeure
Force majeure dalam suatu perjanjian menimbulkan beberapa akibat hukum yang signifikan bagi para pihak yang terlibat. Keadaan tak terduga yang muncul dapat menghalangi pelaksanaan kewajiban para pihak sehingga berdampak pada kelangsungan perikatan dan pembagian risiko antara para pihak. Adapun beberapa akibat hukum force majeure adalah :
- Kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi.
- Debitur tidak dianggap lalai dan tidak wajib membayar ganti rugi.
- Risiko tidak beralih kepada debitur.
- Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan dalam perjanjian timbal balik.
Baca juga: E-Court: Solusi Pengadilan yang Lebih Cepat dan Mudah
Pentingnya mencantumkan klausul force majeure dalam kontrak
Dalam penulisan sebuah kontrak sangat penting untuk mencantumkan klausul force majeure didalamnya. Keberadaan klausul ini memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak apabila terjadi peristiwa tak terduga yang berada di luar kendali mereka.
Tercantumnya klausul force majeure berfungsi untuk mengantisipasi kerugian atau sengketa hukum yang mungkin akan timbul jika terjadi peristiwa tidak terduga tersebut. Hal ini dikarenakan pencantuman klausul tersebut secara eksplisit menetapkan bahwa apabila terjadi force majeure dan salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya, maka hal tersebut tidak akan dianggap sebagai pelanggaran kontrak.
Dengan demikian, klausul ini tidak hanya mengatur pembebasan sebagian atau seluruh kewajiban kontraktual saat force majeure terjadi, tetapi juga melindungi para pihak dari konsekuensi hukum yang tidak diinginkan akibat ketidakmampuan memenuhi perjanjian dalam keadaan tak terduga.
Baca juga: Apa Itu Wanprestasi dalam Hukum Perdata? Yuk Pahami Bersama!
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 7.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Perbuatan Melawan Hukum: Pengertian, Unsur, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Referensi
- Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2005.
- Agri Chairunisa Isradjuningtias, “Force Majeure (Overmacht) Dalam Hukum Kontrak (Perjanjian) Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum “Veritas et Justitia”, Vol.1, No.1, (2015).
- Erniwati, “Konsepsi Force Majeure Dalam Kontrak/Perjanjian Di Masa Pandemi”, Jurnal Ilmiah Magister Ilmu Hukum “Sol Jucticia”, Vol. 3, No.2, (2020).
- Niru Anita Sinaga, “Perspektif Force Majeure dan Rebus Sic Stantibus Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 11, No.1, (2020).